JAKARTA | patrolipost.com – Dua warga negara Indonesia (WNI) yang masih anak-anak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan lambang dan simbol negara lewat parodi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Kepala Divisi Humas, Irjen Pol Argo Yuwono, mengungkap kedua tersangka adalah MDF (16) yang ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, dan NJ (11) dicokok di Sabah, Malaysia. Menurut Argo, Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) menangkap NJ pada Senin (28/12).
“Akhirnya dari PDRM berhasil mengamankan satu orang laki-laki yang inisialnya NJ umurnya 11 tahun, WNI yang ada di Sabah, Malaysia,” kata Argo, Jumat (1/1).
Berdasarkan penelusuran dari NJ, Tim Penyidik dari Direktorat Siber Bareskrim Polri menangkap MDF pada Kamis (31/12).
“Ada pertemanan dengan seorang laki laki yang tadi malam diamankan atau ditangkap karena sudah tersangka, kita tangkap di Cianjur oleh penyidik Siber Bareskrim. Jadi inisialnya MDF ini umurnya 16 tahun jadi dua-duanya di bawah umur,” ucap Argo.
Kasus ini bermula dari sebuah Video itu diunggah pertengahan Desember lalu di kanal Youtube bernama MY Asean yang berlokasi di Malaysia.
Ditsiber Bareskrim Polri kemudian menjalin komunikasi dengan PDRM untuk menyelidiki kasus tersebut. Kurang dari sepekan, PDRM mencokok NJ, pemilik akun MY Asean yang mengunggah dan menyebarkan video tersebut.
Argo menuturkan bahwa NJ merupakan WNI yang ikut orang tuanya tinggal di Sabah, Malaysia. Orang tua NJ merupakan pekerja migran asal Indonesia yang bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan perkebunan sawit. NJ mengenal MDF karena berteman di dunia maya.
“Intinya adalah antara NJ yang di Sabah, kemudian dengan MDF di Cianjur ini berteman dalam dunia maya sering komunikasi, marah-marah sering,” katanya.
Menurut Argo, video tersebut semula dibuat dan diunggah oleh MDF atas nama NJ ke YouTube MY Asean. Selain itu, MDF juga membuat lokasi video tersebut berada di Malaysia, merujuk tempat tinggal NJ.
NJ yang mengetahui ulah rekannya kemudian marah. Alih-alih menghapus jejak video itu, NJ malah mengunggah kembali video itu lewat akun YouTube lain, yakni My Asean, dengan huruf “Y” tidak ditulis kapital. NJ mengunggah video itu dengan menambahkan gambar babi.
“Kemudian isinya itu dia mengedit daripada isi yang sudah disebar MDF dan dia hanya menambahi ada gambar babi yang ditambahi sama NJ ini. Jadi NJ juga membuat, kemudian MDF juga membuat. Jadi sama-sama membuat mereka,” katanya.
Argo belum menjelaskan secara rinci motif di balik pembuatan dan penyebarluasan video tersebut. Pihaknya saat ini masih mendalami alasan tersebut kepada MDF. PDRM juga mengonfirmasi hal serupa kepada NJ.
Keduanya disangkakan pasal 4 huruf 5 ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
Selain itu, keduanya juga terkena pasal 64 A juncto pasal 70 Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Namun, karena masih di bawah umur, MDF akan menjalani proses hukuman sesuai UU Anak. Jerat pidana kepada anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
UU tersebut di antaranya mengatur tentang hak-hak anak, keadilan restoratif, upaya diversi, syarat, dan ketentuan penahanan terhadap anak.
Usia anak yang masuk dalam kategori tersebut antara 12-18 tahun. Dengan demikian, saat seorang anak menjadi pelaku tindak pidana, proses peradilan menggunakan ketentuan yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sementara itu, NJ saat ini masih berada dalam penanganan PDRM di Sabah, Malaysia. Pihak Polri, kata Argo, masih melakukan komunikasi terkait kemungkinan untuk memulangkan yang bersangkutan. (305/cnc)