Jelang Putusan Sengketa Tanah Serangan, Ipung: Seluruh Gugatan di Persidangan Sudah Terbukti

ipungx
Siti Sapurah SH alias Ipung. (ist)

DENPASAR | patrolipost.com – Sidang kasus sengketa tanah di Serangan, Denpasar Selatan, antara ahli waris Daeng Abdul Kadir dengan PT Bali Turtle Island Development (BTID) akan memasuki agenda putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (29/7/2024) depan.

Siti Sapurah SH selaku kuasa hukum penggugat Sarah alias Hj Maisarah mengatakan,  seluruh gugatan yang disampaikan di persidangan sudah terbukti.

Bacaan Lainnya

“Ini didukung oleh dalil-dalil, alat bukti, surat dan saksi yang kami sampaikan kepada majelis hakim,” ungkapnya di Denpasar, Rabu (16/7/2024).

Pada sidang terakhir 1 Juli 2024 lalu, pihak penggugat menghadirkan tiga saksi, yaitu satu orang dari pihak Tahura yang dengan jelas mengatakan bahwa objek sengketa itu tidak bagian dari tanah kehutanan. Sementara PT BTID sebelumnya mengklaim tanah objek sengketa tersebut berasal dari SK MLH itu awalnya tahun 2015. Akhirnya pihak Tahura turun tangan melakukan cek lokasi pada tanggal 22 Februari 2022 – 25 Februari 2022 di objek sengketa.

“Di sanalah dijelaskan ada surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali tanggal 9 Maret 2022 bahwa objek sengketa ini jauh dari kawasan PT BTID, atau bukan bagian dari  tanah kehutanan,” terang wanita yang akrab disapa Ipung ini.

Dikatakan Ipung, saat persidangan juga sudah dibenarkan oleh saksi, namun setelah surat itu keluar, tiba-tiba berubah bahwa objek sengketa itu bagian dari tambak. Dijelaskan oleh dua saksi, bahwa tambak itu berada jauh dari tanah objek sengketa dan tidak semuanya sebelah Timur adalah laut dan tambak. Dan tambak berada paling Selatan yang berbatasan langsung sedikit dari tanah Daeng Abdul Kadir. “Sepengetahuan saksi pertama dan kedua, tambak tersebut direklamasi terlebih dahulu baru dijadikan kanal yang berfungsi sebagai pemisah antara warga lokal dengan kawasan PT BTID.

Jadi kalau dikatakan tambak itu masuk ke objek sengketa, itu sangat lucu karena jarak tambak dengan tanah sengketa itu jauh di Selatan dan tidak masuk ke lahan penggugat, karena tambak berada di Selatan sebelah Timur tanah Daeng Abdul Kadir,” katanya.

Menurut Ipung, dalil yang dikeluarkan oleh PT BTID didalam persidangan setelah gagal mengklaim objek sengketa adalah bagian dari SK MLH tahun 2015 PT BTID banting setir dengan mengatakan bahwa objek sengketa bagian dari SHGB 82 yang merupakan bagian dari induk SHGB 41 yang berasal dari AJB Tambak / SHM 26 milik alm HM Anwar dan dianggap objek sengketa bagian dari tanah gundukan yang ada di tepi barat tambak HM Anwar.

Namun setelah ada surat keberatan dari ahli waris Daeng Abdul Kadir kepada BPN Kota Denpasar atas penerbitan SHGB 82 milik PT BTID, akhirnya dilakukan penelitian lokasi pada tanggal 25 Agustus 2022. Setelah penelitian lokasi objek sengketa adalah bagian dari Pipil 186 Persil 15c yang luasnya 11.200 m² milik Daeng Abdul Kadir dan setelah itu pada saat PT BTID melakukan perpanjangan SHGB 82 di kawasan Pulau Serangan pada bulan April 2023 yang akan berakhir pada tanggal 23 Juni 2023 SHGB 82 sudah tidak masuk dalam daftar perpanjangan SHGB atas nama PT BTID.

“Hal ini juga diakui oleh saksi yang dihadirkan oleh PT BTID dari BPN Kota Denpasar yang bernama Timurtius Triadi bagian analisis hukum pertanahan di hadapan majelis hakim dengan tegas mengatakan bahwa menurut catatan di meja saksi SHGB 82 memang tidak diperpanjang,” terangnya.

Ipung sebagai ahli waris Daeng Abdul Kadir dan sekaligus kuasa hukum penggugat mempertanyakan bagaimana ceritanya SHGB 82 bisa terbit di saat persidangan sedang berlangsung dan sudah memasuki agenda pembuktian. Tentu di sini ada sesuatu yang tidak etis atau ada pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkup BPN Kota Denpasar.

“Harapan saya, majelis hakim seharusnya mengesampingkan atau mengabaikan alat bukti SHGB 82 yang diterbitkan di saat objek sengketa masih berproses di Pengadilan. Karena di saat gugatan penggugat di daftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam status quo semestinya menunggu proses peradilan selesai dan memutuskan siapa yang berhak atas objek sengketa. Saya yakin kalau majelis tidak diintervensi, dan saya masih percaya independensi. Karena mereka adalah wakil Tuhan di dunia. Semoga kesaksian kami yang terkait kemarin bisa mengunci kekisruhan selama ini,” harap Ipung. (007)

Pos terkait