LABUAN BAJO | patrolipost.com – Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, terus meningkat. Tahun 2019, sebanyak dua puluh delapan orang masuk ke rumah perlindungan perempuan dan anak.
Berbagai macam kasus yang dialami seperti, kasus KDRT, gadis hamil di luar nikah, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, human trafficking, percabulan, menjadi masalah utama yang terus diperjuangkan oleh Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak.
Direktur Yayasan Rumah Perlindungan Perempuan dan anak, Justice Peace Intergration of Creation (JPIC) SSpS Flores bagian barat, Suster Maria Yosephina SSpS, saat ditemui patrolipost.com, Rabu (29/1/2020) mengatakan, tahun 2019 lalu korban human trafficking atau perdagangan manusia, menjadi masalah yang paling sering ditangani, yakni sebanyak enam (6) orang.
“Korban kasus ini telah dipulangkan ke kampung halamannya. Kasus tersebut umumnya anak di bawah umur asal Pulau Jawa yang dijual ke lelaki hidung belang di lokasi tempat hiburan malam atau lokalisasi yang ada di Labuan Bajo,” beber Suster Maria.
Untuk kasus KDRT, lanjut Suster Maria, terdapat sebanyak empat (4) orang, tiga di antaranya diselesaikan secara adat istiadat dan tradisi yang ada di Manggarai. Sementara itu, seorang pelaku, BR, terpaksa dijebloskan ke penjara setelah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
“Sementara istri korban dan anak berusia empat tahun masih berada di rumah perlindungan,” ucap Suster Maria.
Suster Maria pun mempertanyakan beberapa kasus penyelidikan terhadap pelecehan anak di bawah umur yang ditangani pihak penyidik kepolisian Polres Manggarai Barat, yakni kasus pencabulan dan persetubuhan, yang semua korban merupakan anak di bawah umur. Dirinya meminta agar kasus ini segera diusut dan secepat mungkin diselesaiakan. Menurutnya, kasus ini sudah lebih dari satu setengah tahun ditangani pihak kepolisian.
“Saya selama ini tidak tahu kasus lamanya proses penyidikan ditangani kepolisian itu berada di mana. Padahal selama ini kami dimintai untuk memasukkan data-data dan keterangan lainnya serta dokumen tambahan, baik KTP dan surat kependudukan, namun hingga kini belum ada kejelasan,” ungkap Suster Maria.
Terdapat beberapa kasus yang sudah dilaporkan ke pihak Kepolisian Sektor Manggarai Barat, yakni kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di wilayah Kecamatan Bari dan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Kampung Translok, Kecamatan Komodo.
“Yang di Bari anak di bawah umur inisial P, siswi SD kelas IV. Sedangkan yang di Translok korbannya kelas III SMP berinisial V,” tegas Maria.
Selain kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, kasus lain yang telah dilaporkan ke Polres Mabar yakni kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Yakni kasus yang menimpa S, siswi kelas 1 SMA, asal Lembor, dan kasus yang menimpa M, siswi SMP yang masih duduk di kelas 2 asal Terang, Boleng.
“Harapannya sesegera mungkin semua kasus ini diusut tuntas, karena ini menyangkut kasus anak di bawah umur. Kita sangat menyayangkan ketika masa depan anak dibredel dengan situasi hukum yang tidak jelas,” pungkas Suster Maria. (334)