DENPASAR | patrolipost.com – Setelah menerima petikan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi terdakwa kasus penipuan dan TPPU Rp 150 miliar, mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta resmi menjadi penghuni Lapas kelas II A Kerobokan. Hal itu menyusul eksekusi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjebloskan Sudikerta ke bui untuk menjalani hukuman 6 tahun penjara sesuai vonis MA.
Kasipidum Kejari Denpasar, Wayan Eka Widanta yang dikonfirmasi Senin (31/8/2020), menyampaikan, petikan penolakan kasasi ini memberi legitimasi kepada Kejaksaan untuk mengeksekusi Sudikerta.
“Sudah kami terima petikan putusan dari MA dan sudah langsung kami eksekusi,” katanya.
Rangkaian proses hukum Sudikerta atas kasus penipuan dan TPPU yang mengakibatkan Bos PT Maspion Group, Alim Markus merugi Rp 150 miliar, berakhir di MA.
Sebelumnya, di Pengadilan tingkat pertama di PN Denpasar, Sudikerta divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan. Atas putusan majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi itu, Sudikerta langsung melakukan upaya banding. Perjuangan Sudikerta untuk mendapat keringanan hukuman menuai hasil setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bali menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Merespon putusan ini, baik pihak JPU maupun Sudikerta melakukan kasasi. Namun, kasasi kedua pihak ini ditolak oleh MA. Dalam putusannya, MA menguatkan putusan PT Bali yakni 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selama proses yang cukup panjang itu terhitung sejak (31/7/2019) lalu, Sudikerta ditahan di Rutan LP Kerobokan. Hingga kini, politisi senior Golkar itu tinggal menjalani sisa hukumannya. “Jadi sekarang Sudikerta harus menjalani sisa hukumannya,” lanjut Eka.
Sementara itu, korban yang merupakan bos PT Maspion, Alim Markus melalui Eska Kanasut mengatakan masih melakukan koordinasi dengan tim kuasa hukum terkait upaya hukum yang akan ditempuh pasca keluarnya putusan MA tersebut. Termasuk melakukan gugatan perdata terhadap Sudikerta. “Untuk gugatan perdata masih kita diskusikan dengan pengacara kita,” ujar Eska via WA.
Asal tahu saja, kasus yang menjerat Sudikerta bersama AA Ngurah Agung dan Wayan Wakil (terpidana dalam berkas terpisah) berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang ber-lokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.
Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. (426)