Oleh : Advokat Ida Bagus Made Utama, SE, SH, MH, BKP, CPCLE
TANAH sebagai komoditas yang pada umumnya berada dan dikuasai oleh perorangan yang belum tentu sepenuhnya bersedia menyerahkan tanahnya kepada pemerintah yang akan membangun suatu proyek tertentu untuk kepentingan umum di atas tanah yang bersangkutan. Persoalan tentang tanah dalam kaitannya dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum antara pemerintah yang mengatasnamakan negara, dan warga masyarakat atau individu pemegang hak milik atas tanah sangatlah menarik untuk dikaji . Itu dikarenakan menyangkut persoalan pemindah tanganan atas hak milik dimana semula merupakan hak milik warga masyarakat/perseorangan atas tanah menjadi hak milik pemerintah /negara dengan alasan untuk kepentingan umum yaitu pembangunan sarana dan prasarana umum.
Tentunya pemindahan hak milik atas tanah ini sudah diatur dalam peraturan perundangundangan sehingga segala hal yang menyangkut konskuensi dari pemindahan hak milik seperti: prosedur penyerahan hak milik, tujuan penyerahan hak milik sampai bentuk kerugian yang akan dibebankan kepada pihak I (pemerintah) terhadap pihak ke II (masyarakat/pereseorangan) sudah termuat lengkap dan sah dimata hukum. Salah satu diantaranya termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 55 tahun l993 jo. Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 jo.
Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum dimana tidak hanya sekadar berkedudukan sebagai ketentuan pelaksanaan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi juga mempunyai keterkaitan dengan peraturan pelaksana lainnya seperti : – Undang Undang Nomor 51 tahun l960 tentang Larangan pemakaian Tanah tanpa Izin yang berhak atau kuasanya – Undang- Undang Nomor 20 tahun l961 tentang Pencabutan Hak Hak Atas Tanah dan Benda yang Ada Diatasnya. – Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang – Peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara – Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Akan tetapi walaupun sudah diatur dalam peraturan Perundang-undangan di bidang pertanahan, namun sering kali terjadi pada perakteknya di lapangan berbanding terbalik. Bahkan ironisnya pemerintah sebagai pihak I selaku pihak pemohon hak milik atas tanah terhadap pihak II yaitu warga masyarakat /perorangan selaku pihak termohon (pemilik hak atas tanah) sering kali bertindak diluar apa yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan pertanahan seperti tujuan semula pemindahan hak atas tanah.
Bila terjadi seperti hal tersebut maka bisa dikemukakan bahwa kedudukan masyarakat di sini sebagai korban. Sedangkan tanah dalam hukum tanah, sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam pasal 4 dinyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dalam Negara ditentukan adanya macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang perorangan. Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam arti yuridis adalah permukaan bumi (Pasal 4 ayat l). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Jadi istilah tanah yang mendapat awalan per dan akhiran an (pertanahan) adalah sebagai aktivitas yang berhubungan dengan permukaan bumi atau tanah sebagai objek pajak di bidang pertanahan.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum harus berdasarkan atau berjiwa pada pokok pokok kebijaksanaan yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 55 tahun l993 jo Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pengertian pengadaan tentang tanah dirumuskan dalam pasal l angka l yang berbunyi: bahwa tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut / presedur yang harus ditempuh diatur dalam pasal 2 ayat 2 yaitu: bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Pengertian pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dirumuskan dalam pasal 1 ayat 2 yaitu : bahwa sebagai kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah yang dikuasainya dengan memberi ganti kerugian atas dasar musyawarah. Dalam pasal 2 ayat l juga diatur tentang ketentuan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Nah, yang menjadi perhatian kami jika terjadi hal seperti tersebut di atas adalah : 1. Upaya hukum apa sajakah yang dapat dilakukan korban pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dalam hal ini adalah masyarakat? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi korban pengadaan tanah yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk kepentingan umum?
*) Penulis adalah Konsultan Pajak Terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak, Managing Partner di IBU Consulting Denpasar dan Lawyer di World Prime Law Firm serta pengajar di salah satu Universitas di Bali.