Kesaksian Nakes Insentif Covid-19 Nya ‘Disunat’, Mau Protes ke Mana?

Sejumlah nakes di tiga kota berbeda memberikan pengakuan perihal insentif nakes yang dipotong/belum dibayarkan. Terlihat dua perawat beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan Covid-19. (ist/net)

JAKARTA | patrolipost.com – Seorang Dokter Spesialis Emergensi yang berjaga di UGD di salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 DKI Jakarta, Aisyah (bukan nama sebenarnya) mengaku belum mendapatkan insentifnya pada Januari-Februari 2021 ini.
Padahal insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) terkait penanggulangan Covid-19 semestinya dibayarkan setiap bulan, sesuai dengan besaran yang sudah diputuskan pemerintah.

Aisyah mengaku terakhir kali mendapat insentif pada akhir 2020 lalu. Nilainya pun , kata dia, tak sesuai dengan besaran yang ditetapkan.

Sebagai seorang dokter spesialis, ia mestinya mendapatkan insentif Rp15 juta/bulan. Tapi nominalnya ‘disunat’, ia hanya mendapatkan kurang dari setengahnya yakni Rp6,5 juta.

“Saya dapat Rp6,5 juta, itu juga tahun kemarin, kalau yang tidak diberi (insentif) ya banyak,” kata Aisyah dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).

Nakes lainnya, perawat di salah satu puskesmas di Kota Kediri, Jawa Timur, Nuraini (bukan nama sebenarnya), mengaku hanya mendapat insentif senilai Rp300 ribu pada bulan Januari. Besaran rupiah yang diterima Nuraini itu juga tak sesuai dengan insentif kepada perawat. Semestinya Nuraini mendapatkan Rp7,5 juta/bulan.

“Saya dapat, bulan kemarin Rp300 ribu, saya enggak tahu harusnya dapat berapa. Dulu juga dapatnya Rp200 ribu/bulan,” kata Nuraini dari seberang telepon.

Seorang perawat di puskesmas di Sumedang, Jawa Barat, Novianti (bukan nama sebenarnya) juga mengaku terakhir kali mendapat insentif pada April-Mei 2020 lalu. Serupa dengan dua nakes lain di kota terpisah tersebut, Novianti mengaku besaran insentif yang ia terima tak senilai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Novi mengaku saat April dan Mei 2020 itu ia menerima insentif sekitar Rp1.350.000 yang dibayarkan sehari setelah menerima upah bulanannya. Namun, lepas Mei tersebut, ia tak lagi mendapatkan insentif tersebut.

“Saya kira sudah enggak ada insentif lagi setelah Mei, ya sudah dibiarkan saja,” ucapnya.

Ketika ditanyai perihal kabar pemotongan insentif nakes pihak manajemen rumah sakit/puskesmas, ketiganya enggan memberikan komentar. Ketiganya juga menampik ada hitam di atas putih antara para nakes dan rumah sakit yang mendesak pemangkasan insentif hingga 70 persen.

“Kalau diminta tanda tangan buat nerima potongan insentif enggak ada. Enggak ada pemberitahuan apa-apa soal insentif ini,” kata Nuraini.

“Mau protes insentif dipotong juga ke mana, kami sudah ikhlas saja,” ucap Novi.

Menurutnya, alih-alih insentif, pemerintah malah seharusnya membantu para nakes dengan cara menyediakan perlengkapan penunjang rumah sakit dan ketersediaan alat-alat untuk menunjang kerja seperti masker N95, baju hazmat, sarung tangan, dan faceshield.

“Sebenarnya enggak usah aja (insentif), yang penting kami difasilitasi tes swab rutin, dilengkapi alat-alat fasilitas dan penunjang kerja kami, supaya keselamatan kami dan pasien terjamin,” kata dia.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan terkait pemangkasan insentif nakes hingga 70 persen.

Menurut laporan tersebut, insentif nakes dipotong untuk dibagikan kepada tenaga medis lain yang tidak mendapatkan ‘bonus’ bulanan tersebut. Nakes yang mendapatkan insentif juga dipaksa menandatangani perjanjian yang berisi persetujuan pemangkasan insentif tersebut.

Kelompok nirlaba, LaporCovid-19, menemukan 75 persen dari total 3.689 nakes belum menerima atau tidak mendapatkan insentif sama sekali. Temuan itu berdasarkan data yang dikumpulkan melalui dokumen formulir daring berbasis google (google form) yang disebar 8 Januari-Februari 2021. (305/dtc)

Pos terkait