MANGUPURA | patrolipost.com – Meski berada di masa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan muda-mudi pesraman untuk tetap berkreativitas. Salah satunya pesraman Taman Dharma Kerti Lukluk yang berkolaborasi dengan Anthopila Studio dengan menggarap film Bawah Atas. Film Bawah Atas ini berisi peradaban sosial dan budaya di Provinsi Bali terkait “Ketimpangan Sosial Dalam Hubungan Asmara”.
Film ini mengisahkan tentang dua muda-mudi sedang dimabuk asmara yang menjadi korban dengan adanya kesenjangan/ketimpangan sosial dari kultur, adat istiadat, dan budaya di suatu sebagai krama Bali. Film ini mengupas tuntas ketimpangan-ketimpangan sosial dalam hubungan asmara, baik di keluarga maupun masyarakat yang sangat berefek terhadap budaya lokal.
“Seperti kita kenal hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia, apalagi beberapa belahan negara lain bahwa pembuatan film
Rumah-rumah produksi tak sedikit jumlahnya. Produksi perfilman begitu menjamur dimana-mana, baik nasional maupun di dunia internasional. Begitu globalnya, namun demikian setiap produser ingin menunjukkan ciri khas masing-masing dalam garapannya,” ujar Sponsor Yayasan Pesraman Taman Dharma Kerti sekaligus juga sebagai Direktur UD Dharma Aditya, Ida Bagus Made Wirama SE MPd H, Minggu (9/1/2022).
Made Wirama memberikan apresiasi dan mensupport garapan film Bawah Atas, yang dipelopori oleh pemuda-pemudi Desa Lukluk. Tentunya dengan diproduksinya film ini juga untuk mengangkat nama Kabupaten Badung dalam dunia perfilman. Terlebih guna menambah bibit-bibit generasi muda dalam karya film ekspiramental inovatif yang disutradarai oleh Ida Bagus Gede Darma Putra (Gus Darma) yang merupakan seorang penulis.
“Harapan saya ke depan generasi muda Pasraman bisa ikut bersaing di tingkat daerah maupun internasional, disamping revolusi digital. Perkembangan dan perubahan perfilman ada dua pilar yaitu pengetahuan teknologi dan juga estetika sinema itu sendiri,” jelasnya.
Sementara Ketua Pesraman Non Formal (PNF) Taman Dharma Kerti Lukluk, Ida Ayu Putu Utami Dewi, SPd MPdH mengatakan, kegiatan pembuatan film yang dipelopori generasi muda Pesraman ini merupakan kreativitas yang luar biasa dengan inovatif positif di masa pandemi Covid-19.
“Sungguh sangat luar biasa sekali, dan saya selaku Ketua memberikan izin buat anak-anak muda pada garapan film mereka dengan judul Bawah Atas, dimana temanya terkait dengan ketimpangan sosial dalam hubungan asmara dua insan. Saya sangat salut dengan kreativitas dan inovasi yang positif ada pada mereka karena selama pandemi Covid-19 ini masih bisa kreatif. Mereka punya ide-ide cemerlang dan gagasan, tema yang luar biasa sekali,” terangnya.
Lebih lanjut, pihaknya berharap para generasi muda di Kelurahan Lukluk tetap mengembangkan dunia perfilman dan mengambil hal-hal positif yang dapat diperoleh. Mengingat hal ini sejalan dengan perkembangan zaman sehingga generasi muda harus mampu lebih maju mengikuti kemajuan teknologi digital.
“Kami berharap Pemerintah bisa memfasilitasi diskusi, eksekusi, dan solusi pemecahan masalah-masalah yang terjadi selama ini. Ini merupakan suatu pendidikan karakter, nilai budaya, dan pelestarian budaya tetap dijaga selalu dengan tekun dan optimis serta disiplin,” imbuhnya.
Penasihat UD Dharma Aditya, Ida Bagus Ketut Suarjana SFil menuturkan bahwa Pasraman Taman Dharma Kerti Kelurahan Lukluk sangat antusias dan mendukung salah satu kreasi anak muda untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di dunia perfilman.
“Harapannya kegiatan ini bisa terus menjadi motivasi anak muda Bali, anak muda Hindu adalah anak muda yang betul-betul memiliki wawasan budaya yang modern, di dunia 3 dimensi didalam teknologi, agar tidak bisa mengubah peradaban budaya krama Bali,” tuturnya.
Sutradara/director filem Bawah Atas, Ida Bagus Gede Darma Putra disapa Gus Darma mengaku proses produksi garapan film ini merupakan film ekspiramental. Dimana, pembuatan film ini terinspirasi dari acuan pandemi Covid-19, yakni adanya ketimpangan-ketimpangan sosial masyarakat baik berawal dari keluarga dan lain sebagainya. Cerita di film ini sengaja tidak dirangkai secara naratif, namun film akan disimpulkan oleh para penonton nantinya.
“Jadi film ini mengangkat ketimpangan sosial, dimana berada dalam sebuah hubungan, kemudian mengakibatkan suatu keraguan dari hubungan tersebut,” tuturnya.
Diharapkan film ini bisa menjadi sebuah gebrakan, terutama di Kabupaten Badung, karena perfilman di Badung belum terjamah dengan baik. Terutama dengan adanya proses produksi kecil-kecilan ini dapat dilirik oleh pemerintah sehingga dapat membangun dan membakar jiwa perfilman yang ada di Badung khususnya, dan sekaligus bisa mengembangkan perfilman baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sedangkan untuk distribusi, film ini nantinya akan didistribusikan ke beberapa kancah festival film nasional dan internasional. Adapun di nasional seperti Festival Film Indonesia (FFI), Jakarta Film Week (JFW), dan untuk internasioanal seperti Europe On Screen (EOS), Busan Internasional Film Festival (BIFF), dan lainnya. (030)