Laporan Dugaan Pelanggaran Netralitas Tidak Digubris, Bawaslu Mabar Diduga Masuk Angin

media center
Agustinus Jenahar saat melaporkan dugaan pelanggaran seorang anggota PPS Desa Wewa ke Panwascam Welak, Kamis (28/10/2024). (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Netralitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali disorot setelah tim pemenangan pasangan Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2, Edistasius Endi dan Yulianus Weng (Edi – Weng) mempersoalkan tidak ditindaklanjuti laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kecamatan Welak.

Dugaan tindakan pelanggaran ini sebelumnya dilaporkan oleh Agustinus Jenahar, salah seorang tim pemenangan pasangan Edi – Weng, kepada Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Welak pada Kamis, 28 Oktober 2024.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, pria yang akrab disapa Gusti ini melaporkan tindakan salah satu anggota PPS Desa Wewa, Kecamatan Welak yakni Priska Nurmala yang melakukan pose bersama calon wakil Bupati Manggarai Barat, Rikar Sontani, saat melakukan kegiatan deklarasi di bukit Sylvia Labuan Bajo, beberapa waktu lalu. Saat melaporkan hal ini, Agustinus turut melampirkan foto Priska sedang berpose bersama Rikar Sontani.

Tindakan ini menurut Gusti merupakan salah satu bentuk ketidaknetralan seorang penyelenggara dalam proses Pemilukada Manggarai Barat 2024.

“Bentuk ketidaknetralan tersebut sangat jelas. Kami mendapatkan yang bersangkutan foto bersama dengan calon wakil Bupati Rikar Sontani,” kata Gusti, Rabu (30/10/2024).

Namun laporan Gusti ini justru ditolak oleh Panwascam Welak dengan alasan laporan tersebut telah melewati batas waktu pelaporan. Gusti menilai penolakan ini mulai menunjukan ketidaknetralan Bawaslu sebagai pengawas jalannya proses Pemilukada yang bersih, jujur dan adil. Bawaslu disebut tebang pilih dalam menindaklanjuti laporan pelanggaran yang melibatkan pasangan calon Mario Pranda dan Rikar Sontani.

“Laporan yang saya ajukan ditolak dengan alasan melebihi batas waktu maksimal sebagaimana diatur oleh undang-undang. Panwas tidak melihat substansi laporan. Mereka hanya melihat prosedur laporan.  Patut diduga bahwa bisa-bisa Panwas masuk angin,” ungkap Gusti.

“Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh saudari Priska Nirmala adalah pelanggaran kode etik. Sehingga menurut saya tidak memiliki batas waktu. Ketika ditemukan melanggar kode etik sebagaimana sumpahnya saat menjadi panitia. Atas dasar itu mestinya segera diproses sesuai peraturan yang berlaku,” lanjutnya.

Sementara, Ketua Panwascam Welak, Leo Darman menyampaikan laporan Agustinus tidak terregistrasi karena tidak memenuhi syarat formal sebagaimana dituangkan dalam pasal 4 ayat 2 Perbawaslu Nomor 9 tahun 2024. Leo menyebut berdasarkan aturan ini, aduan seharusnya dilaporkan maksimal 7 hari dari hari pertama pelapor mendapatkan informasi terkait pelanggaran tersebut.

“Terkait laporan atas nama Agustinus Jenahar, Panwaslu Kecamatan Welak bukan menolak namun laporannya tidak bisa diregistrasi atas dugaan pelanggaran karena tidak memenuhi syarat formal sebagaimana dituangkan dalam pasal  4 ayat 2 Perbawaslu Nomor 9 tahun 2024 tentang pemilihan gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota yang menyatakan bahwa laporan dugaan pelanggaran pemilihan disampaikan paling lama 7 hari sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran,” tulis Leo Darman saat dikonfirmasi oleh media melalui pesan WhastApp, Rabu (30/10/2024).

Leo menjelaskan, meski tidak teregister, namun laporan ini akan dijadikan informasi awal untuk melakukan penelusuran terhadap kebenaran dugaan pelanggaran tersebut.

Netralitas Bawaslu Mabar sendiri sebelumnya juga dipertanyakan oleh Ketua Garda Edi – Weng, Edison Risal. Edison menilai, Bawaslu Mabar tidak proaktif dalam menjemput informasi terkait adanya sejumlah temuan dugaan pelanggaran di lapangan. Bawaslu Mabar sebutnya terkesan hanya menunggu laporan masuk.

Edison menilai, Bawaslu sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan proses Pemilukada Mabar kurang merespon sejumlah keluhan dan kekhawatiran yang beredar di tengah masyarakat.

“Misalnya, penempatan dan pemasangan atribut kampanye dari KPU yang menurut kami tidak memperhatikan etika dan menyinggung pendukung Edi Weng. Satu sisi Bawaslu selama ini hanya selalu mencari kesalahan Edi Weng, sementara hal nyata yang terlihat jelas di ruang terbuka seperti sengaja dibiarkan,” jelasnya.

“Kalau penyelenggaranya tidak sehat, ya tentu akan mencederai proses demokrasi yang tengah kita jalani. Karenanya, kami meminta agar penyelenggara bersikap adil, netral dan reaktif merespon berbagai pengaduan semua pihak, bukan hanya pengaduan pihak sebelah,” lanjutnya.

Tak hanya itu, Edison juga menyoroti kinerja Bawaslu Mabar yang terkesan hanya menunggu laporan dan tidak aktif menjemput informasi di lapangan.

“Tugas Bawaslu itu tidak hanya menunggu pengaduan, tetapi harus aktif menjemput informasi. Kami mendapat informasi, ada dugaan pemberian uang ke masyarakat dengan modus membagi kaos paket, di dalam kaos diselipkan uang, ini juga dibiarkan oleh Bawaslu,” ujar Edison. (334)

Pos terkait