UPAYA bangkit dari keterpurukan semua sendi kehidupan akibat dampak pandemi Covid-19 terus dilakukan Provinsi Bali, termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar. Sejak pandemi global ini diumumkan pemerintah Indonesia 2 Maret 2020 sampai akhir November 2020, sudah hampir 9 bulan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Kota Denpasar terseok-seok, nyaris tanpa pertumbuhan.
Aktivitas masyarakat memang masih berjalan normal, kendati dengan berbagai pembatasan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Para pegawai pemerintah masih dibatasi kehadiran di kantor antara 25 sampai 50 persen, begitu pula fasilitas publik secara de jure masih tutup, termasuk objek wisata. Tempat-tempat ibadah dibatasi hanya bisa melayani umat sekitar 50 persen demi menghindari kerumunan dan menjaga jarak (social distancing).
Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, Denpasar masih dihadapkan pada pilihan sulit “menyelamatkan nyawa warga atau menyelamatkan ekonomi”. Dan Pemkot Denpasar memilih menyelamatkan nyawa warga sebagai hukum tertinggi, sebagaimana diinstruksikan pemerintah pusat. Padahal, membuka fasilitas publik, objek wisata, sarana hiburan menjadi kunci pemulihan ekonomi Denpasar khususnya, serta Provinsi Bali umumnya. Apalagi kalau pemerintah pusat mulai membuka penerbangan internasional agar wisatawan mancanegara (wisman) berdatangan lagi ke Bali.
Sempat beredar informasi bahwa penerbangan internasional di Bandara Ngurah Rai Bali mulai buka 1 Desember 2020. Namun Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I Taufan Yudhistira membantahnya. Dia menjelaskan, penerbangan internasional melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai memang sudah dibuka. Tapi, hanya terbatas sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 26.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 26 Tahun 2020 yang dimaksud tentang Visa dan Izin Tinggal Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Melalui Permenkumham tersebut, hanya warga negara asing (WNA) yang melakukan perjalanan bisnis saja yang diizinkan memasuki wilayah Indonesia. Sementara bagi wisatawan mancanegara (wisman), hingga saat ini mereka masih belum diizinkan memasuki Indonesia.
“Penerbangan internasional buka hanya sangat terbatas sesuai Permenkumham. Rencana 1 Desember 2020 tidak ada,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Bali Dewa Made Indra menjelaskan, rencana pembukaan penerbangan internasional tersebut baru sebatas kajian-kajian antara pemerintah pusat dan daerah.
“Yang melakukan kajian ini kan nanti melaporkan. Melaporkan kepada Bapak Gubernur, melaporkan kepada pemerintah pusat. Itu baru tingkat kajian di antara pejabat menengah ke bawah,” kata Dewa Indra.
Sembari menunggu keputusan apakah Bali akan menerima wisman atau tidak, Dewa menuturkan, pihaknya akan mematangkan sejumlah persiapan penyambutan. Hal ini, menurutnya, lantaran pembukaan penerbangan bagi wisman jangan sampai semakin meningkatkan kasus Covid-19 di Pulau Dewata.
Tren Penurunan
Sampai akhir November 2020 memang belum ada tanda-tanda pandemi Covid-19 akan berakhir di Tanah Air, juga di Provinsi Bali. Bahkan bila merujuk ke belahan dunia lain, semakin banyak negara yang melakukan lockdown, selain mencegah semakin masifnya penyebaran Covid-19 juga mewaspadai kemungkinan munculnya gelombang kedua pandemi Corona.
Khusus di Bali sebetulnya ada trend penurunan jumlah kasus baru Caovid-19 dan pasien meninggal dunia, termasuk di Kota Denpasar. Jika pada Juli – September secara nasional, Bali menduduki peringkat ke-7 atau 8, maka memasuki bulan Oktober turun ke peringkat 10, diapit Sumatera Utara di peringkat 9 dan Kalimantan Selatan peringkat 11.
Tren positif itu berlanjut sampai akhir November 2020. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan jumlah kasus positif dan pasien meninggal dunia selama 1 pekan pada bulan Oktober dan November. Jumlah pasien meninggal dunia dari 17 – 23 Oktober 2020 sebanyak 20 orang. Periode yang sama (17 – 23 November) jumlah pasien meninggal dunia turun menjadi 9 orang.
Sementara itu Kota Denpasar yang dihuni 647.954 jiwa (2018) menjadi wilayah dengan paparan Covid-19 terbanyak di Provinsi Bali. Hal ini wajar karena selain menjadi ibukota Provinsi Bali, jumlah penduduknya pun relatif banyak dibandingkan 8 kabupaten lainnya di Bali. Lebih dari itu, mobilitas penduduk sangat tinggi karena menjadi kota transit wisatawan ketika berwisata ke kota-kota lain di Pulau Bali.
Namun dibandingkan kasus Covid-19 Provinsi Bali maupun secara nasional, angka kesembuhan pasien Covid-19 Kota Denpasar jauh lebih tinggi. Sampai Jumat (27/11/2020) total ada 3.748 kasus pasitif Covid-19 di Kota Denpasar. Jumlah pasien sembuh sebanyak 3.493 orang atau dengan tingkat kesembuhan 93,20 persen. Angka ini di atas angka kesembuhan Provinsi Bali (91,21 %) dan nasional (84,0 %).
Demikian juga angka kematian pasien Covid-19 Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan Provinsi Bali dan nasional. Hingga kini pasien meninggal dunia di Denpasar sebanyak 85 orang atau dengan tingkat kematian 2,27 persen. Sementara tingkat kematian di Provinsi Bali (3,09 %) dan nasional (3,2 %).
Begitu pula kasus aktif atau pasien yang masih dalam perawatan di Kota Denpasar persentasenya lebih rendah dari Provinsi Bali maupun nasional. Saat ini kasus aktif Covid-19 atau pasien yang masih dalam perawatan di Kota Denpasar sebanyak 170 orang atau 4,53 persen. Angka ini lebih rendah daripada Provinsi Bali (5.71 %) atau nasional (12,8 %).
Secara administrasi Kota Denpasar yang luasnya 127,78 km2 terdiri dari 4 wilayah kecamatan terbagi menjadi 27 desa dan 16 kelurahan. Berdasarkan peta pesebaran zona risiko Covid-19 per 25 November 2020 sebanyak 17 desa/kelurahan berstatus zona hijau, 24 desa/kelurahan berstatus zona kuning dan 2 desa/kelurahan berstatus zona orange. Dua desa/kelurahan dengan status zona orange yakni Desa Peguyangan Kangin dan Kelurahan Padangsambian.
Sebelumnya, peta sebaran zona risiko Covid-19 di Kota Denpasar per 15 November 2020, sebanyak 24 desa/kelurahan berstatus zona hijau, 14 desa/kelurahan berstatus zona kuning dan 5 desa/kelurahan berstatus zona orange. Bahkan, khusus Desa Ubung Kaja berada pada zona orange yang cukup lama.
Fokus Zona Orange
Ketua GTPP Covid-19 Kota Denpasar yang juga Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra meminta untuk jangka pendek agar dirancang langkah taktis penanganan wilayah zona orange. Desa/kelurahan yang mengalami stagnasi atau tetap berada pada zona resiko orange cukup lama harus dilakukan pendampingan oleh GTPP Kota Denpasar.
“Jadi bagi desa/kelurahan yang masih bertengger di zona risiko orange akan kami laksanakan pendampingan,” ujar Rai Mantra, dalam Rapat Evaluasi Penanganan Covid-19 Kota Denpasar, Jumat (20/11/2020) lalu.
Para camat, kata walikota, akan memimpin koordinasi untuk lebih memaksimalkan upaya pencegahan penularan dengan lebih disiplin dalam pengawasan penerapan Protokol Kesehatan (Prokes) dengan harapan kasus dapat dikendalikan dan penurunan zona risiko dapat dimaksimalkan.
Walikota menjelaskan, hingga saat ini ada beberapa langkah yang sudah dan akan ditempuh, diantaranya menggencarkan serta memaksimalkan penerapan 3 T (Test, Tracing dan Treatment). Penerapan ini juga sejalan dengan arahan Satgas Covid-19 Nasional sebagai upaya percepatan penanganan dan pencegahan penularan Covid-19.
Selain itu, penegakan hukum melalui Operasi Yustisi Protokol Kesehatan akan semakin digencarkan di daerah dengan tingkat penyebaran kasus yang tidak terkendali. Sosialisasi dan edukasi berkelanjutan secara rutin dengan menggunakan mobil calling atau door to door, serta melaksanakan penyemprotan disinfektan wilayah secara terpadu.
“Tentunya juga kami berharap kepada tokoh-tokoh masyarakat agar ikut andil menjadi panutan dalam penerapan 3 M atau disiplin penerapan Protokol Kesehatan di masyarakat,” terangnya.
Rai Mantra yang didampingi Jubir GTPP Kota Denpasar Dewa Gede Rai menambahkan bahwa GTPP juga mewanti-wanti masyarakat yang hendak melaksanakan upacara adat dan keagamaan. Dimana, GTPP pada prinsipnya tidak melarang pelaksanaan upacara adat dan keagamaan. Namun pelaksanaannya wajib menerapkan disiplin Protokol Kesehatan sehingga pelaksanaan upacara adat dan keagamaan tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
“Lakukan 3 M, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Hindari 3 R, ramai-ramai, rumpi-rumpi dan ruang sempit. Jadi ini merupakan upaya untuk menekan penularan yang bermuara pada menurunya kasus secara komulatif,” jelas Rai Mantra.
Selanjutnya untuk upaya menekan angka kematian, GTPP Covid-19 Kota Denpasar juga turut memberikan perhatian serius klaster rumah tangga. Hal ini, lantaran dengan adanya pola penyebaran yang tidak terkendali di dalam keluarga dapat memberikan dampak serius bagi usia rentan. Karenanya, GTPP memutuskan untuk memberikan ruang karantina atau isolasi di rumah singgah bagi pasien positif Covid-19 yang tanpa gejala.
Sedangkan untuk mendukung meningkatnya angka kesembuhan pasien Covid-19, GTPP Covid-19 Kota Denpasar turut memaksimalkan peran serta rumah sakit rujukan serta memastikan ketersediaan ruang isolasi. Sementara itu, penanganan dengan melaksanakan program kerja juga difokuskan bagi daerah yang penyebaranya berisiko tinggi.
“Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk menekan kasus dan penularan, menekan angka kematian dan meningkatkan kesembuhan pasien, tentu kami juga berharap partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk disiplin menerapkan Protokol Kesehatan sebagai upaya pencegahan berkelanjutan,” imbuhnya.
“Diperlukan kesadaran kolektif untuk mendukung langkah strategis GTPP, sehingga percepatan penanganan dapat dimaksimalkan dan Covid-19 dapat segera teratasi, selain juga penegakan aturan bagi pelanggar disiplin Prokes sesuai dengan Pergub dan Perwali juga akan terus digencarkan,” pungkasnya.
Operasi Yustisi
Selagi vaksin Covid-19 belum tersedia, satu-satunya cara menghindari diri dari paparan virus ini adalah dengan mengikuti anjuran pemerintah yakni disiplin menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) Covid-19. Berbagai aturan dikeluarkan pemerintah pusat sampai kabupaten, bahkan sampai ke tingkat banjar di Bali untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.
Namun yang namanya aturan, kendatipun disertai ancaman hukuman, tidak mudah dipatuhi oleh setiap orang. Selagi ada celah untuk menghindar, masih ada saja warga yang enggan mematuhinya. Padahal nyawa taruhannya. Hal ini bisa dilihat dari Operasi Yustisi Prokes Covid-19 yang dilaksanakan di seluruh Indonesia, ada saja warga yang ngeyel bahkan berani melawan petugas.
Di Denpasar Operasi Yustisi pendisiplinan penerapan Prokes Covid-19 berpedoman kepada Peraturan Gubernur (Pergub) No 46 Tahun 2020 dan Peraturan Walikota (Perwali) Denpasar No 48 Tahun 2020 sudah berjalan hampir 3 bulan. Namun setiap kali operasi, selalu saja ada warga yang terjaring melanggar dengan tidak mengenakan masker beraktivitas di area public.
Buktinya, Tim Yustisi Gabungan Kota Denpasar yang terdiri dari Satpol PP, Dishub, dan unsur TNI, Polri masih menemukan pelanggar Prokes saat menggelar operasi penertiban disiplin dan penegakan hukum Prokes Covid-19 di wilayah perbatasan Kota Denpasar, Kamis (26/11/2020).
Operasi Yustisi dilaksanakan di batas kota, yaitu simpang Jalan Cokroaminoto dan Jalan G Galunggung wilayah Desa Ubung Kaja Kecamatan Denpasar Utara. Kegiatan berjalan dengan lancar karena didukung langsung Kepala Desa, unsur staf dan perangkat Desa Ubung Kaja. Puluhan warga terjaring dalam operasi ini dan langsung diberi sanksi denda serta sanksi pembinaan.
“Ada 21 warga terjaring. Sebanyak 8 orang didenda Rp 100 ribu sesuai Pergub No 46 Tahun 2020 karena tidak menggunakan masker. Sedangkan 13 orang diberi sanksi pembinaan karena menggunakan masker, tapi tidak benar,” jelas Kasatpol PP Kota Denpasar Dewa Gede Anom Sayoga.
Sayoga menyayangkan, meskipun kegiatan ini telah berjalan hampir 3 bulan, namun masih saja ditemukan warga yang melanggar Protokol Kesehatan. Maka dari itu, pihaknya akan terus memberikan pemahaman agar masyarakat sadar akan pentingnya mengikuti Protokol Kesehatan, yakni disiplin mengikuti anjuran pemerintah menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan).
Operasi Yustisi dilaksanakan untuk mendisiplinkan serta menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya paparan Covid-19 yang untuk saat ini hanya bisa dihindari dengan mematuhi anjuran pemerintah tersebut. Bila tidak ada lagi masyarakat yang melanggar Prokes, maka secara otomatis penularan Covid-19 bisa ditekan atau diputus rantai penyebarannya, sehingga perekonomian bisa pulih kembali. (izarman)