JAKARTA | patrolipost.com – Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah berhasil menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono, Senin (1/6/2020) malam
Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, kerja berat sebenarnya masih menanti KPK yang sekarang dipimpin oleh Firli Bahuri. Setidaknya ada lima kasus yang harus segera diselesaikan komisi antirasuah itu.
Pertama, KPK perlu memastikan keberadaan buronan kasus dugaan suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan, Harun Masiku. Kedua, KPK sampai saat ini belum berhasil menangkap bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.
Samin diduga terlibat dalam proses gratifikasi terhadap mantan Anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Fulus itu diduga untuk memuluskan pengurusan terminasi kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Neta mengungkapkan kasus besar yang harus dituntaskan selanjutnya adalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). KPK sudah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim pada 10 Juni 2019.
“Semula bos Gadjah Tunggal itu disebut-sebut bersembunyi di Singapura. Namun, sumber IPW di KPK menyebutkan bahwa pasangan suami-istri itu sejak beberapa bulan terakhir berada di Shanghai, China,” ujarnya, Selasa (2/6/2020).
Kasus keempat, IPW mendesak KPK untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang sudah ditetapkan tersangka. Namun, belum dilakukan penahanan, antara lain, tersangka dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland 101 di TNI, Irfan Kurnia Saleh.
Terakhir, Neta meminta Firli dan kawan-kawan untuk segera memastikan status hukum sejumlah tokoh yang pernah diperiksa sebagai saksi kasus korupsi, seperti Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Cak Imin, sapaan akrabnya, terakhir diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 29 Desember 2019.
Neta menuturkan langkah itu penting untuk memberikan kepastian hukum sehingga KPK tidak menyandera nasib seseorang. “Sikap kepastian hukum ini akan membuat publik yakin bahwa kinerja Firli sangat berbeda dan lebih baik dari kinerja KPK era sebelumnya,” pungkasnya.(305/snc)