MAKASSAR | patrolipost.com – Kokoh M Arafah (26), terduga pelaku teror pamer alat kelamin melalui video call aplikasi WhatsApp terhadap beberapa mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terancam penjara enam tahun dan denda Rp1 Miliar.
“Yang bersangkutan melanggar kesusilaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 1 Juncto Pasal 27 ayat 1 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Kapolda Sulsel, Irjen Pol Merdisyam, di Mapolrestabes Makassar, Kamis (8/10/2020).
Merdisyam melanjutkan, pelaku dibekuk melalui hasil lidik pantauan daring. Kokoh terdeteksi berada di Kabupaten Bulukumba, Sulsel. Tepatnya lingkungan Bulolohe, Kecamatan Rilau Ale, Selasa 6 Oktober 2020 lalu.
“Adapun yang disita dari pelaku, handphone Samsung A7 di mana di dalamnya ditemukan foto dan video alat kelamin yang dikirimkan ke korban. Total yang melapor ada empat. Penyelidikan kami ada 15 orang korban, tapi tidak semua mau melapor,” ungkapnya.
Kokoh disebutkan Jenderal bintang dua itu, merupakan mahasiswa drop out (DO) di UIN Alauddin Makassar. Namum berbeda jurusan dan fakultas dengan para korban. “Pelaku angkatan 2013. Iya sudah di-DO dari kampus,” kata Merdisyam.
Mantan Kapolda Sulawesi Tenggara ini menyebutkan, empat korban yang melapor berasal daru jurusan yang sama di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Masing berinisial Fh, El, Ui, Fr. Rata-rata berusia 19 sampai 22 tahun.
“Pelaku menggunakan empat nomor yang berbeda untuk menghubungi para korban. Dengan modus dikirimi video yang sifatnya pornografi dan asusila, serta meneror korban dengan video call memperlihatkan alat kelamin,” terang Merdisyam.
Sementara itu, Kokoh mengaku perbuatan cabul itu dilakukan sejak Juli 2020. Dia bilang, aksi itu dilakukan karena depresi akibat kecelakaan lalu lintas yang membuat cacat dirinya. Ditambah karena tak mampu menyelesaikan studi di UIN Alauddin Makassar.
“Saya di-DO, pak. Makanya depresi, kecelakaan tahun lalu. Awalnya saya ambil nomor dari aplikasi Instagram pakai akun palsu, berlanjut ke WhatsApp. Pertama sama Ft, saya lupa berapa korban, saya acak saja,” kata Kokoh.
Dia mengaku lupa, bagaimana sampai mendapatkan nomor WhatsApp dari satu jurusan yang sama. “Tidak tahu kalau itu, acak saja. Di rumah ji saya lakukan, tidak ada pekerjaan fokus tinggal di rumah saja,” terang Kokoh.
Kasus ini mencuat setelah beberapa korban berani mengadukan peristiwa teror yang dialaminya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Sulsel.
Ada lima orang yang telah didampingi kasusnya. Hal itu disebutkan salah satu advokat LBH APIK, Nur Hikmah Kasmar. “Yang jadi laporan resmi ke polisi itu dua, Fh dan El. Sementara sisanya adalah saksi korban. Lima orang sudah kami buatkan kuasa,” jelasnya belum lama ini.
Wanita yang akrab disapa Ime ini, mengatakan, LBH APIK sangat mengapresiasi kinerja penyidik Polda Sulsel, khususnya Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus yang mengungkap pelaku cukup cepat.
“Kalau dari LBH APIK sendiri menilai sudah sesuai prosedur dan termasuk cepat penanganannya karena rata-rata kasus viral seperti ini cepat dinaikkan tahapannya. Kami apresiasilah pihak Polda Sulsel,” tutur Ime. (305/snc)