Oleh : I Kadek Dwi Prisaadi, SSos *)
KETIKA dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia dikabarkan menghadapi ledakan kehamilan baru. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Selasa 19 Mei 2020, ada lebih dari 400.000 kehamilan tak direncanakan.
Selama dilangsungkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19, sejumlah klinik kesehatan dan kandungan ditutup. Menurut BKKBN, hal ini membuat masyarakat sulit mengakses alat kontrasepsi.
“Banyak juga orang yang mematuhi peraturan pemerintah untuk tinggal di rumah kecuali keadaan darurat yang mengharuskan ke luar rumah,” kata Pak Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN Pusat.
Dengan penambahan angka kehamilan itu, di awal tahun 2021 mungkin ada lebih dari 420.000 bayi baru lahir. Perkiraan angka itu didasarkan pada 10 persen dari 28 juta keluarga mengalami kesulitan dalam mengontrol kelahiran. Padahal kita tahu, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Bada Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan bahwa pada tahun 2019 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 71,92.
“Angka ini meningkat sebesar 0,53 poin atau tumbuh sebesar 0,74% dibandingkan dengan tahun 2018,” ujar Suhariyanto di kantor BPS Jakarta, Senin tanggal 17 Februari Tahun 2020.
Seperti kita ketahui IPM ini diukur berdasarkan tiga indikator sebagai acuan, yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan pendapatan riil per kapita berdasarkan paritas daya beli.
Melihat dari kenyataan prediksi meningkatnya jumlah kelahiran di tahun 2021 dengan ditandai meningkatnya kehamilan tak direncanakan di tahun 2020, maka akan berimbas kepada prediksi menurunnya IPM Indonesia di tahun 2020 sampai dengan 2021. Hal ini bisa kita analisa dari tiga Indikator IPM.
Pertama angka harapan hidup. Dengan diberlakukannya PSBB maka sejumlah klinik kesehatan dan kandungan ditutup, begitu pula beberapa toko-toko yang biasanya menyediakan asupan gizi bagi ibu hamil dan keterbatasan bergerak juga diprediksi akan menurunkan kualitas kesehatan dari ibu hamil. Selain itu stress akibat berkurangnya pendapatan dan keterbasan gerak juga bisa ikut berperan dalam menurunkan kualitas kesehatan dari ibu hamil.
Hal ini jelas akan berpengaruh pada saat ibu hamil melahirkan dan ini akan meningkatkan Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) pada saat melahirkan, dimana AKI merupakan salah satu komponen yang menentukan angka harapan hidup. Satu Indikator IPM telah terpengaruh.
Kedua tingkat melek huruf. Kehamilan tak direncanakan biasanya kita sebut kehamilan tanpa persiapan baik materi maupun kasih sayang. Karena tak direncanakan maka pada saat lahir dan sang anak berkembang jelas secara pembiayaan dan secara psikologi kita akan kurang memperhatikan tumbuh kembang dan memberikan kasih sayang. Hal ini akan berpengaruh kepada kuantitas dan kualitas pendidikan formal dan informal yang akan dinikmati oleh sang anak. Dua Indikator IPM telah terpengaruh.
Ketiga pendapatan riil per kapita berdasarkan paritas daya beli. Dengan adanya kehamilan dalam keluarga maka keuangan keluarga akan disave (tabung) untuk keperluan mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil dan biaya pada saat melahirkan. Apalagi ditambah dengan adanya pengurangan pendapatan keluarga akibat pandemi covid 19 ini jelas keluarga akan mengurangi anggaran belanjanya. Tiga Indikator IPM telah terpengaruh.
Melihat dari analisa diatas, maka bisa kita simpulkan bahwa meningkatnya kehamilan pada saat pandemi ini akan berpengaruh negatif terhadap IPM kita. Bagi negara-negara di dunia saat ini, keberhasilan pembangunan yang mereka jalankan tidak hanya dinilai dari besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) yang mereka miliki, tetapi juga dari seberapa berhasil mereka membangun kualitas sumber daya manusia masyarakatnya yang dicerminkan melalui IPM.
Kita mengingat bahwa pembangunan kita dari kita dan untuk kita, bagaimana kita bisa membangun bangsa kalau sumber daya manusianya sakit-sakitan dan tidak cukup mempunyai pengetahuan dan keterampilan.
Bagi keluarga yang sudah tidak menginginkan anak lagi atau ingin menunda untuk mempunyai anak sangatlah penting untuk menggunakan alat kotrasepsi. Banyak pilihan alat kontrasepsi dengan keuntungan dan risikonya masing-masing. Bijak rasanya kalau kita mengetahui manfaat dan risiko dari masing-masing alat kontrasepsi tersebut melalui petugas kesehatan (Bidan/Dokter) dan Penyuluh KB/Petugas Lapangan Keluarga Berencana sebelum memilih dan menggunakan alat kotrasepsi.
Penting kiranya kita menyamakan konsep penggunaan alat kontrasepsi tersebut adalah untuk mewujudkan keluarga bahagia dengan menghindari risiko-risiko buruk pada saat ibu melahirkan. **
*) Penulis adalah Ketua Ikatan Penyuluh KB Kota Denpasar