MANGUPURA | patrolipost.com – Di tengah pandemi Covid-19, penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) XVI Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) di tahun 2021 digelar di Bali secara daring dan luring pada 27-29 Oktober 2021 mendatang. Mengingat IAI menjadi satu-satunya profesi arsitek yang diakui negara dalam menjalankan praktik, sehingga Munas yang mengusung tema Paradigma Baru Profesi Arsitek Indonesia, dilaksanakan dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) ketat.
Sekjen IAI Ariko Andikabina mengatakan, sejarah panjang lahirnya IAI, telah mewarnai pembangunan di negeri ini. Sejak didirikan secara resmi oleh beberapa tokoh aristek kenamaan Indonesia antara lain F Silaban, Mohammad Soesilo, Lim Bwan Tjie dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur ITB tahun 1958 dan 1959 pada 17 September 1959 di Bandung, IAI terus mengalami dinamika dalam kehidupan berorganisasi.
Bahkan IAI aktif dalam kegiatan internasional melalui keanggotaannya di Architects Regional Council of Asia (ARCASIA) sejak tahun 1972 dan di Union Internationale des Architectes (UIA) sejak tahun 1974, serta Asean Association Planning and Housing (AAPH). Kini memasuki usia yang 62 tahun, IAI semakin menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah organisasi profesi yang kapabel.
“Hadirnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2017 tentang Arsitek merupakan berkah yang menaungi seluruh sejawat arsitek Indonesia karena profesi Arsitek dan praktik Arsitek akhirnya mendapat pengakuan negara. Sehingga IAI perlu berbenah diri dan terus meningkatkan profesionalisme anggotanya agar mampu bersaing di pasar kerja sektor konstruksi,” ujar Ariko Andikabina saat ditemui di Hotel Dynasty Kuta, Selasa (26/10/2021).
Lebih lanjut dikatakan bahwa perubahan regulasi bidang jasa konstruksi yang ditandai dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menuntut adanya penyesuaian aturan internal organisasi IAI.
Ketua Panitia Pemilihan (Panlih) IAI, Don Ara menegaskan bahwa IAI menjadi satu-satunya profesi Arsitek yang diakui negara dalam menjalankan praktik arsitek.
“Hadirnya UU Arsitek ini melengkapi Undang-undang keprofesian lain seperti advokat dan dokter, namun Undang-undang Arsitek ini memiliki nilai yang sedikit berbeda. Oleh karena itu, ketika seorang advokat salah menyusun materi pembelaan yang dikorbankan hanya seorang jiwa, begitupun seorang dokter ketika salah mendiagnosa yang korban hanyalah satu orang, tetapi jikalau seorang arsitek salah mendesain maka korbannya bisa seisi rumah, bisa satu gedung bahkan satu kota,” tuturnya.
Hingga saat ini, jumlah anggota aktif Ikatan Arsitek Indonesia baru mencapai 21 ribu orang. Dimana dari jumlah tersebut, sebanyak 8 ribu orang yang telah melakukan sertifikasi dalam data tahun 2020. Berdasarkan update data Asosiasi Perguruan Tinggi Arsitektur (APTARI) pada 11 Mei 2021, kondisi ini cukup memprihatinkan dibandingkan dengan jumlah lulusan Sarjana Arsitektur setiap tahun dari 138 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta.
“Karena itu Musyawarah Nasional Ikatan Arsitek Indonesia XVI ini mesti dijadikan sebagai momentum untuk mengevaluasi diri dan bangkit guna menyongsong perubahan paradigma dan tantangan dunia profesi arsitek ke depan,” terangnya.
Adapun beberapa point spirit perubahan paradigma dan tantangan dunia profesi arsitek yakni:
Pertama, perubahan dari profesionalisme semu dengan sertifikat keahlian yang hanya mengadalkan portofolio menuju pada profesionalisme Arsitek yang sesungguhnya melalui Pendidikan Profesi Arsitek (PPAR), magang dan uji kompetensi oleh Dewan Arsitek Indonesia.
Kedua, perubahan dari praktek profesi illegal yang hanya mengandalkan sertifikat keahlian sebagai jaminan profesionalitas menuju pada praktek profesi secara legal dengan Licennci yang diterbitkan oleh Gubernur.
Ketiga, perubahan dari persaingan mendapatkan pekerjaan secara tidak sehat yang mengandalkan proteksi dan KKN dan pinjam-meminjam bendera/sertifikat Keahlian, menuju pada iklim industrial yang mengandalkan persaingan ide dan kualitas produk dalam bentuk karya desain.
Terakhir yaitu perubahan dalam hal pengelolaan organisasi profesi secara tradisiaonal atau konvensional menuju organisasi modern yang mandiri, independen dan akuntabel. Dalam acara Munas ini juga akan dilakukan pemilihan Ketua Umum IAI masa bakti 2021 – 2024.
“Jalan panjang hadirnya Ikatan Arsitek Indonesia ini pula telah menghasilkan berbagai kebijakan yang berdampak langsung maupun tidak langsung kepada anggota maupun masyarakat umum. Dan tidak banyak pula meninggalkan persoalan-persoalan yang sejatinya mesti terus dibenahi oleh Pengurus Nasional maupun Provinsi. Pembenahan organisasi baik secara ke dalam maupun ke luar menjadi pekerjaan rumah setiap periode kepengurusan,” sebutnya.
Sementara Ketua Organising Comitee IAI, Nova Kristina mengungkapkan mengingat kegiatan berlangsung di masa pandemi Covid-19, sehingga penyelenggaraan Munas akan tetap mengikuti peraturan yang telah berlaku yakni menerapkan Prokes ketat.
“Walaupun kami mengadakan acara berkumpul seperti ini, tapi kami juga disiplin untuk melaksanakan Prokes. Kita mewajibkan para peserta untuk rapid antigen. Jadi kita memastikan semua peserta yang hadir termasuk panitia juga bebas Covid-19. Kita juga menerapkan aplikasi Pedulilindungi,” terangnya.
Selain itu, pihaknya percaya bahwa kegiatan Munas tahun ini yang diseleggarakan secara luring dan daring (Hybrid) tidak akan mengurangi nilai dan target yang ingin dicapai bersama serta akan memberikan banyak pengetahuan baru.
“Mari bersama-sama selalu mengedepankan Protokol Kesehatan secara ketat, agar Munas ini dapat berjalan dengan lancar, aman dan kita semua selalu dalam kondisi sehat. Kita semua berharap pandemi Covid-19 dapat dikelola dengan sebaik-baiknya, guna menghindari terjadinya peningkatan kasus baru di Bali, sehingga akan memberi kepercayaan masyarakat nasional dan internasional terhadap penanganan Covid-19 di Bali,” tambahnya.
Pihaknya juga berharap perubahan paradigma baru dalam profesi arsitek Indonesia nantinya bisa menjadi manifesto arsitek Indonesia pada 2045. (030)