SEMARAPURA | patrolipost.com – Bertepatan dengan hari Kajeng Kliwon, Sasih Keenam, Rabu (4/12/2024), warga Desa Adat Sangkanbuana, Klungkung menggelar upacara Ngider Buana.
Upacara ritual ini digelar untuk menetralisir aura negatif yang ada di wawengkon desa adat setempat. Upacara ini ditandai dengan diturunkannya pralingga atau tapakan barong, Ratu Lingsir, dan Ratu Ayu, yang disungsung oleh warga.
Upacara ngider buana di Desa Adat Sangkanbuana ini mulai dilaksanakan sekitar pukul 16.00 WITA. Upacara diawali dengan turunnya pralingga Ida Betara yang disungsung warga ke Pura Dalem Setra (Dalem Kelod).
Ritual ini diiringi ratusan warga dengan berjalan kaki. Suasana magispun juga terlihat ketika iringan Ida Betara memargi dengan diiringi gong baleganjur.
Setiba di Pura Dalem Setra, warga yang telah siap langsung menggelar upacara pecaruan. Upacara ritual inipun sebenarnya menggunakan pecaruan panca warna. Tapi upacara pecaruan ini digelar di masing-masing Pura sesuai arah mata angin. Untuk di Pura Dalem Setra sendiri dilaksanakan upacara pecaruan serba warna merah. Wewalungun yang digunakan ada bebek dan ayam.
Selesai dari Pura Dalem Setra, ritual Ngider Buana ini dilanjutkan ke Pura Dalem Kaler atau Pengulu. Dari Pura Dalem Pengulu kemudian menuju Pura Puseh. Sebelum kasineb di Pura Bale Agung dan Pura Pucak, juga digelar pecaruan diperempatan agung Br. Pegending, Sangkanbuana.
Bendesa Adat Sangkanbuana, I Wayan Sudiana Urip di sela-sela upacara mengatakan kalau upacara Ngider Buana di Desa Adat Sangkanbuana di gelar satu tahun sekali. Upacara ini digelar tidak hanya untuk menetralisir aura negatif, namun juga mengharmoniskan buana alit dan buana agung yang ada di sekitar desa setempat.
“Sama halnya dengan upacara nangkluk merana. Kita juga melakukan ritual ini untuk menetralisir sifat yang negatif agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan di Desa,” ujar Wayan Sudiana Urip.
Lebih lanjut, Sudiana Urip menekankan bahwa tujuan utama upacara Ngider Buana dilaksanakan agar Desa Adat Sangkanbuana senantiasa dianugrahi ketentraman, kesejahteraan dan juga sebagai wujud syukur kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Waca.
Sebelum upacara nyineb, warga juga melakukan persembahyangan bersama di Pura Pucak dan Bale Agung serta pembagian benang tridatu sebagai bagian dari rangkaian ritual. (855)