Pabrik Narkoba Kedua di Bali, BB Senilai Rp 1,5 Triliun, Produksi Dikirim ke Luar Negeri

pabrik narkoba
Barang bukti berupa bahan-bahan untuk diolah menjadi hasis dan ekstasi. (ist)

DENPASAR | patrolipost.com – Bareskrim Polri melalui Subdit 3 Dit Tindak Pidana Narkoba membongkar laboratorium rahasia (clandestine lab) narkoba untuk kedua kalinya di Bali. Kali ini, pabrik narkoba jenis hasis padat dan cair itu terdapat di salah satu villa di Jalan Cempaka Gading, Ungasan, Uluwatu, Badung.

Dari penggerebekan yang dilakukan, Senin (18/10/20) pukul 17.00 Wita polisi menyita barang bukti (BB) senilai Rp 1,5 triliun. Selain itu polisi juga meringkus 4 orang yang sedang memproduksi narkoba di TKP.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, Kamis 2 Mei 2024 silam Bareskrim Polri juga membongkar laboratorium narkoba di Sunny Village Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Dua kejadian ini menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat: ada apa dengan Polda Bali sehingga dua kali kecolongan? Tindak pidana extra ordinary di wilayah hukum Polda Bali, justru dibongkar oleh Mabes Polri.

“Ini merupakan pabrik yang ke dua di Bali. Sebelumnya di Canggu beberapa waktu lalu, sekarang ini di Pecatu,” ungkap Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada di lokasi kejadian, Selasa (19/11) sore.

Dikatakan Wahyu Widada, dari penggerebekan itu pihaknya mengamankan empat orang yang sedang memproduksi narkoba. Mereka adalah Denny Akbar Hidayat (28) serta tiga orang lainnya masing – masing berinisial MR (30), RR (25), dan NP (27). Sementara empat orang laiinnya berhasil kabur dan masih dalam pengejaran polisi. Semuanya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).

Pengungkapan ini merupakan pengembangan dari penangkapan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan barang bukti 25 Kg pada September lalu. Kepada petugas pelaku mengakui bahwa barang haram sebanyak itu diproduksi di Bali. Berdasarkan penyelidikan, diketahui bahwa lokasi pabrik narkotika berada di Bali namun berpindah – pindah tempat.

Awalnya, laboratorium rahasia (clandestine lab) jenis Hasis itu terdeteksi di seputaran Jalan Gatot Subroto Barat, kemudian bergeser ke Padangsambian, dan terakhir diketahui berada di Pecatu.

“Mereka baru dua bulan beroperasi di Bali. Tetapi tempatnya berpindah – pindah untuk menggelabui petugas dan supaya tetangga tidak mencurigai. Untuk tempat ini saja, mereka sewa sistemnya harian dua juta rupiah per hari tetapi bayarannya per minggu. Sistem ini memungkinkan mereka cepat pindah kalau ada yang curiga,” katanya.

Hasil penyelidikan, didapati bukti pendukung, yaitu terdapat pengiriman mesin cetak H5, evapub Hasis dan Pods system serta beberapa prekursor atau bahan kimia, serta alat-alat laboratorium sebagian didatangkan dari Tiongkok dan beberapa negara lain. Barang – barang tersebut masuk ke Indonesia melalui Cargo Bandara Internasional Soekarno Hatta kemudian dikirim ke Bali.

Mesin cetak narkotika sebesar itu dan bahan baku sebanyak itu, diperkirakan mampu produksi Hasis dalam jumlah yang fantastis. Hasil penggeledahan ditemukan narkotika dan prekursor narkotika yang sudah jadi dan ada bahan masih mentahan dalam villa lantai tiga.

Sejumlah barang bukti yang diamankan dari hasil penggerebekan itu, diantaranya 18 Kg Hasis padat kemasan sebanyak 180 batang, 12,9 Kg Hasis padat dalam kemasan 253 batang, 35. 710 butir pil happy five, 765 buah Cartridge berisi Hasis cair. Selain itu, bahan mentahan, seperti 6000 Cartridge kosong belum jadi, 270 Kg bahan baku Hasis bubuk. Jika diproduksi mendapat Hasis padat 2.700 batang. Sedangkan 107 Kg bahan Happy Five, kalau dicetak maka menjadi 3.210.000 butir. Ada 12 liter minyak ganja, 7 Kg bubuk ganja yang digunakan sebagai campuran pembuat hasis. Dan lima batang ganja kurang lebih 10 Kg sebagai campuran Hasis.

“Dengan jumlah barang sebanyak ini setidaknya berhasil menyelamatkan satu juta empat ratus sembilan puluh ribuh orang dari penyalahgunaan narkoba. Sementara kalau diuangkan mencapai satu setengah triliun rupiah. Rencana dari hasil produksi narkotika dan psikotropika ini akan diedarkan secara massif untuk perayaan tahun baru 2025 di wilayah Bali dan pulau Jawa, serta sebagian akan dikirim keluar negeri.

“Dilihat dari barang bukti yang ada, ada jaringan internasional. Ini yang sedang kita dalami mencari jaringan internasionalnya itu siapa,” terang jendral bintang tiga ini.

Para tersangka dijerat dengan sejumlah Pasal berlapis, yaitu Pasal 114 ayat 2 subsider 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman dipidana hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 1 milliar dan paling banyak Rp 10 milliar.

Berikutnya Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika dengan ancaman dipidana hukuman mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta.

Kemudian terkait tindak pidana pencucian uang, tersangka dapat dijerat dengan Pasal 137 huruf a dan b Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika; dan atau Pasal 3 juncto 10, pasal 4 juncto 10, Pasal 5 juncto 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dengan ancaman hukuman maksimal pidana penjara 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

“Untuk memberikan efek jera, kita pakai sejumlah Pasal termasuk pencucian uang. Kita miskinkan para pelaku, karena kalau tidak ada uang lagi tidak mungkin mereka memproduksi atau membeli narkoba lagi,” pungkas Alumni Akpol tahun 1991 ini. (007)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.