CIREBON | patrolipost.com – Sejumlah masyarakat di Kota Cirebon, Jawa Barat, memprotes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan pemerintah daerah setempat sejak tahun lalu.
Kenaikan PBB itu bahkan mencapai sekitar 1000 persen. Wali Kota Cirebon, Effendi Edo hingga DPRD Cirebon pun buka suara terkait hal tersebut.
Salah satu warga yang mengalami kenaikan PBB hingga 1000 persen itu adalah Darma Suryapranata. Dia mengatakan rumahnya yang berada di kawasan Siliwangi, Kota Cirebon, mengalami kenaikan PBB dari semula Rp6,2 juta jadi Rp65 juta.
“Tahun 2023 itu hanya enam juta dua ratus. Kemudian tahun 2024 Rp65 juta. Naiknya 1.000 persen lebih,” ujar pria 83 tahun itu dengan nada heran, dilansir Kamis (14/8/2025).
Kenaikan PBB yang melonjak tajam itu membuat Darma bingung. Ia pun berbagi cerita dengan rekan-rekannya di Paguyuban Pelangi, tempat sejumlah warga berkumpul untuk membicarakan persoalan serupa.
Mereka menyatakan keberatan atas kenaikan PBB yang diberlakukan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Ini benar-benar sangat memberatkan,” ujar Darma.
Juru bicara Paguyuban Pelangi, Hetta Mahendrati, mendesak Pemerintah Kota Cirebon mengembalikan besaran PBB seperti tahun 2023. Ia menilai lonjakan PBB yang terjadi pascakenaikan sangat memberatkan warga.
“Kami berharap PBB bisa diturunkan kembali seperti di tahun 2023,” ujar Hetta.
Menurutnya, Darma Suryapranata bukan satu-satunya warga yang terdampak. Banyak warga lain mengalami hal serupa, bahkan ada yang kenaikannya mencapai 700 persen.
“Pak Surya (Darma Suryapranata) hanya salah satu contoh. Ada juga yang naik 700 persen,” kata Hetta.
Terpisah, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, mengatakan pihaknya telah membahas persoalan kenaikan PBB yang dikeluhkan masyarakat. Menurutnya, kebijakan kenaikan tersebut merupakan aturan yang telah ditetapkan sejak tahun lalu.
“Kebijakan kenaikan PBB itu kan satu tahun yang lalu. Namun saya sebagai kepala daerah yang baru, sudah satu bulan yang lalu membahas tentang PBB tersebut,” kata Edo.
Ia menegaskan akan mengkaji aturan terkait kenaikan PBB dengan harapan kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat.
“Mudah-mudahan formulasi yang kita buat sesuai dengan keinginan masyarakat. Kemarin saya sudah bicarakan semuanya tentang PBB,” kata Edo.
“Itu sudah saya kaji ulang. Mudah-mudahan ada formulasi yang bagus sehingga bisa menurunkan PBB tersebut,” imbuh dia yang juga politikus Golkar tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, menyatakan menanggapi keluhan sejumlah warga terkait kenaikan PBB, kata dia, pihaknya pun berupaya merevisi Perda nomor 1 tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan PBB tersebut.
“Waktu itu kita langsung mau merevisi. Kita masukkan di Prolegda 2025 pada November 2024. September ini proses ketok untuk namanya perubahan dari pada tarif dasarnya. Kenapa Perda itu harus direvisi, agar pengkaliannya enggak besar. Kita akan sepakati maksimum 0,3. Nanti akan kita simulasikan lagi dengan pemerintah kota,” terang Harry.
“Untuk prosesnya di September ini kita dorong agar bisa segera ketok palu,” kata dia menambahkan.
Rapat Bersama Mendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menggelar rapat bersama seluruh kepala daerah untuk mendata kenaikan pajak bumi bangunan (PBB), pada Kamis (14/8/2025).
Hal tersebut dilakukan Tito setelah sebelumnya Bupati Pati Sudewo berencana menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan atau PBB-P2 sebesar 250 persen hingga berujung polemik dan ricuh di masyarakat.
Bahkan imbas demo besar yang terjadi kemarin, Rapat Paripurna DPRD Pati pun memutuskan menggunakan hak angket pembentukan pansus pemakzulan Sudewo.
Selain di Pati, protes masyarakat atas kenaikan PBB berlipat pun terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti di Jombang (Jawa Timur) dan Bone (Sulawesi Selatan).
“Kita akan melakukan zoom meeting dengan seluruh kepala daerah untuk mengidentifikasi mana lagi yang terjadi kenaikan,” ujarnya kepada wartawan di Lapangan Bulog, Jakarta Utara, Kamis.
Dalam rapat tersebut, Tito memberikan arahan agar seluruh kepala daerah yang lain agar dapat mempertimbangkan matang-matang kemampuan ekonomi masyarakat sebelum menetapkan besaran NJOP dan PBB. (305/cnn)