JAKARTA | patrolipost.com – Sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang melarang kepala daerah dari PDI_mengukuti retret (pembekalan) di Akmil Magelang, menunjukkan bahwa PDIP masih ingin diperhitungkan dalam konstelasi kekuasaan saat ini.
Penilaian itu dilontarkan Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina menanggapi langkah Megawati memerintahkan kepala daerah yang berasal dari partainya untuk tidak mengikuti acara pembekalan di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, selama sepekan yakni tanggal 21-28 Februari 2025.
“Sikap ini jelas menunjukkan bahwa PDIP masih ingin diperhitungkan dalam konstelasi kekuasaan saat ini,” kata Caroline, dikutip dari Antara, Jumat (21/2/2025).
Sebagai gambaran, jumlah kepala daerah yang dilantik Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2/2025) sebanyak 961 orang. Sementara itu kepala daerah dari PDIP yang mengikuti arahan Megawati di sekolah partai, Rabu (19/2) mencapai 177 orang.
Caroline mengatakan jumlah kepala daerah yang banyak dari partai berlambang banteng moncong putih itu dapat meningkatkan kekuatan partai itu apabila respons publik terhadap kebijakan dan kinerja pemerintah saat ini melemah.
“Artinya, ini menjadi semacam investasi politik ke depan untuk menunjukkan eksistensi PDIP,” ujarnya.
Sedangkan pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti melihat akan ada kesulitan bagi pemerintahan Prabowo untuk mengorkestrasi hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Hal itu mengingat jumlah kepala daerah PDIP yang cukup besar, maka ketidakharmonisan pemerintah pusat dan daerah dapat menanggung capaian-capaian kesuksesan pemerintah pusat.
“Sebut saja program MBG, akan direspons biasa saja oleh pemerintah daerah. Khususnya pemerintah daerah yang berasal dari PDIP,” jelas Ray.
Menurutnya, langkah Megawati menarik kepala daerah yang berasal dari PDIP untuk tidak mengikuti retret, juga berarti pemerintah daerah dari PDIP akan lebih luwes jika berhubungan dengan pemerintah pusat. Apalagi, dana transfer daerah telah dipotong sekitar 50 persen.
Ray menyebut pemerintah daerah akan merasa lebih terbuka untuk tidak selalu sejalan dengan pemerintah pusat. Oleh karena itu, kekuatan pemerintah daerah dari PDIP akan menjadi salah satu kekuatan dan daya tawar PDIP untuk mengoposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Perlu Penjelasan PDIP
Sementara itu analis komunikasi politik Hendri Satrio membeberkan dampak yang bisa ditimbulkan oleh sikap Ketua Umum PDIP terhadap situasi negara dan politik saat ini. Surat larangan itu berpotensi membuat kepala daerah usungan PDI Perjuangan itu tidak tegak lurus dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
“Mungkin saja, surat larangan itu berpotensi membuat kepala daerah usungan PDI Perjuangan tidak tegak lurus dengan pemerintah pusat,” kata kata Hensa, sapaan karibnya.
Hensa mengatakan bahwa surat larangan tersebut berpotensi membuat para kepala daerah asal PDI Perjuangan pindah partai politik dengan mengatasnamakan rakyat.
Kepala daerah itu, kata dia, kemungkinan akan merasa pula bahwa mereka bisa menjadi kepala daerah lantaran rakyat yang memilihnya.
“PDI Perjuangan apakah sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung oleh mereka berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka? Itu yang patut jadi sorotan,” ucapnya.
Ia mengingatkan kepada PDI Perjuangan seyogianya harus berhati-hati dalam menyikapi situasi ini agar tidak menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.
“Jangan sampai disalahartikan oleh rakyat bahwa PDI Perjuangan sedang melakukan perlawanan terhadap negara atau tidak mengikuti arahan Kepala Negara,” tuturnya.
Untuk itu, dia memandang perlu PDI Perjuangan memberikan penjelasan lebih perinci terkait dengan maksud dan tujuan dari surat instruksi larangan para kepala daerahnya mengikuti retret itu.
“Kepala daerah itu ‘kan sudah jadi pejabat publik, dipilih oleh rakyat, bukan sebagai kader partai. Jadi, kalau ada surat dari partai yang melarang mereka hadir di acara negara, menurut saya, PDI Perjuangan harus menjelaskan lebih lanjut,” katanya.
Menurut dia, penjelasan dari PDI Perjuangan itu perlu untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa langkah partai tersebut tak dipandang sebagai bentuk konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah.
Oleh karena itu, dia menggarisbawahi pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik dengan status mereka sebagai kader partai.
“Mereka diundang sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, bukan sebagai kader partai. PDI Perjuangan harus jelaskan ini supaya tidak ada salah paham,” ujarnya.
Di samping itu, Hensa juga meminta Pemerintah memberikan penjelasan terkait dengan sifat acara retret tersebut demi mencegah kebingungan di tengah masyarakat karena hingga kini belum ada kejelasan apakah acara tersebut bersifat wajib atau tidak.
“Kalau emang itu enggak wajib, jelaskan kalau itu enggak wajib, kalau memang wajib, juga jelaskan, beri sanksi jika ada kepala daerah yang tidak datang,” kata Hensa. (807)