BANGLI | patrolipost.com – Penetapan Bendesa Adat Undisan Kelod, Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli berujung pelaporan sejumlah warga ke aparat Kepolisian. Adapun materi pelaporan yakni dugaan pemalsuan tanda tangan dalam musyawarah penetapan Bendesa Adat Undisan Kelod.
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini awalnya dilaporkan ke Mapolda Bali. Sejanjutnya penanganan kasus dilimpahkan ke Mapolres Bangli.
Salah seorang warga yang tanda tangannya dipalsukan, Made Pageh mengatakan, namanya masuk dalam daftar hadir musyawarah/paruman desa adat dengan agenda membahas permohonan SK pengakuan prajuru desa Adat Undisan Kelod ke Majelis Desa Adat (MDA).
Dalam daftar hadir tersebut, namanya tercantum sebagai Kelian Dadia. Padahal dirinya seorang anggota pecalang. Made Pageh merasa heran, namanya masuk dalam daftar hadir, padahal tidak pernah mendapat undangan ataupun hadir dalam rapat tersebut.
“Kami tidak pernah hadir dalam rapat, tau-tau nama tercantum ikut dalam rapat. Bukan hanya saya, tapi ada beberapa orang yang juga anggota pecalang namun dicantumkan sebagai Kelian Dadia,” jelasnya, Jumat (28/5/2021).
Menurut Made Pageh, dalam daftar hadir tercantum 46 orang. Setidaknya ada tiga anggota pecalang yang tercantum sebagai Kelian Dadia. Atas kondisi tersebut, Made Pageh sempat menyampaikan kepada Ketua pecalang. Dirinya berharap bisa dibantu untuk mencari kejelasan. Namun tidak mendapat jawab. “Saya sempat minta pentnjuk ke kelian dan meminta diantarkan ke Bendesa Adat untuk klarifikasi,” ujarnya.
Lantaran tidak kunjung mendapat jawab, akhirnya kejadian tersebut dilaporkan kepada pihak berwajib. Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dilaporkan ke Polda Bali pada 26 April lalu. Kemudian kasus kini ditangani Polres Bangli.
“Langkah hukum ditempuh untuk mencari titik terang dan masalah dapat dituntaskan,” sambungnya, seraya mengatakan dirinya sudah sempat diminta keterangan oleh pihak penyidik.
Sementara itu warga lainnya Komang Adi Atmaja menambahkan, langkah hukum yang ditempuh tidak lain untuk meluruskan hal yang tidak sesuai aturan. Dalam proses penetapan Bendesa tidak melalui proses yang benar. Tidak pernah dilaksanakan paruman atau musyawarah. Akan tetapi sudah keluar SK penetapan Bendesa.
“Hal ini sempat dikonfirmasi ke MDA. Maka terungkaplah adanya dokumen usulan yang menyertakan daftar hadir peserta musyawarah. Sementara beberapa orang di dalamnya tidak pernah ikut agenda tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, diketahui masa bhakti Bendesa Adat berakhir akhir 2019 lalu. Kemudian pada Desember 2020 terbit SK MDA Provinsi tentang penetapan dan pengakuan prajuru adat Undisan Kelod masa bhakti 2019-2024. Berdasarkan SK tersebut Bendesa adat Undisan Kelod yakni I Wayan Budiartha. Selain itu ditetapkan pula Petajuh, Penyarikan dan Patengen desa adat.
Kapolres Bangli AKBP I Gusti Agung Dhana Aryawan saat dikonfirmasi terkait penanganan kasus tersebut, mengatakan untuk saat ini sedang dilakukan penyelidikan dengan memintai keterangan saksi-saksi. Adapun saksi yang sudah diminta keterangan sebanyak 15 orang saksi dari warga Undisan Kelod, 2 orang dari MDA kecamatan (ketua dan staf).
“Total 17 saksi telah diminta klarifikasi. Senin depan kami agendakan untuk klarifikasi Ketua MDA Bangli,” tegasnya.
Sementara Bendesa Adat Undisan Kelod Wayan Budiartha saat dikonfirmasi perihal warganya lapor polisi, pihaknya menyebut hal tersebut adalah kesalahpahaman. “Itu hanya salah paham saja,” sebutnya.
Disinggung terkait mekanisme pemilihan Bendesa yang dinilai tidak sesuai aturan, Wayan Budiarta tidak berkomentar banyak. “Tolong jangan lagi dibesar-besarkan, hanya kesalahpahaman saja,” kilahnya. (750)