Peringati HKJS 2022, KBB Gelar Diskusi “The Amazing of Bipolar Disoder Can Bipolar Have Career?”

bipolar
Foto bersama usai diskusi diskusi “Bipolar Disorder What Should We Know” di Cerita Rasa Restaurant. (yn)

MANGUPURA | patrolipost.com – Banyak orang mempertanyakan “Bisakah Orang Bipolar Berkarir?” Hal ini mengingat bipolar adalah kondisi dengan mood disorder atau gangguan suasana hati yang drastis. Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS), Komunitas Bipolar Bali (KBB) mengangkat diskusi “The Amazing Of Bipolar Disoder Can Bipolar Have Career?” di Cerita Rasa Restaurant, Sabtu (15/10/2022).

Adapun Celebrating World Mental Health Day ini membahas tentang bagaimana penderita bipolar dapat mengurangi naik turunnya suasana hati sehingga dapat memiliki karir yang baik di masa depan. Diskusi ini menghadirkan  narasumber yakni Psikiater dr Monika Joy Reverger SpKJ, Bipolar Survivor Arvie Jenie dan Mark A Tulloch.

Bacaan Lainnya

Ketua Komunitas Bipolar Bali (KBB) Yarra Rama mengatakan, banyak penyintas bipolar kehilangan pekerjaannya karena di label malas oleh atasannya ketika berada di fase mood disorder atau gangguan suasana hati. Dimana mood disorder adalah gangguan kesehatan mental yang memengaruhi keadaan emosi seseorang.

“Bipolar bisa menjadi sangat kreatif dalam episode hipomanik, dan bisa benar-benar tidak produktif ketika mereka mencapai mode depresi,” kata Yarra.

Lebih lanjut dikatakannya mood disorder ini menyebabkan seseorang mengalami kebahagiaan yang ekstrem, kesedihan yang ekstrem, atau keduanya secara bergantian, dalam waktu yang lama. Hal ini bukan berarti seorang penyintas tidak mampu berkarir, banyak penyintas berhasil memiliki karir bagus dan sukses bahkan hasil pekerjaannya tidak jauh lebih baik daripada orang tanpa bipolar.

“Inilah tantangan penyintas bipolar, baik di lingkungan sekitar maupun dunia kerja, namun banyak penyintas memiliki karir, kehidupan keluarga yang baik. Inilah yang harus kita buktikan kepada dunia bahwa penyintas bipolar bisa menjadi berfungsi sebagaimana orang tanpa bipolar,” tuturnya.

Menurutnya, bipolar juga paling riskan menyerang para pekerja kantoran karena stres. Dimana penyintas tidak selalu bisa bersikap terbuka pada lingkungan kerjanya mengenai penyakitnya yang merupakan hal personal. Hal ini lantaran dominan dunia kerja mencari pekerja yang sempurna atau mampu bekerja optimal. Melalui diskusi ini, pihaknya berharap minimnya pemahaman masyarakat dapat terminimalisir sehingga orang dengan bipolar (ODB) tidak mendapatkan stigma buruk.

“Padahal, ODB tetap dapat bekerja dengan produktif dengan  keterampilan mengatasi kesehatannya, apalagi jika mendapatkan dukungan dari sekitarnya,” ungkapnya.

Sementara Psychiatrist dr Monika Joy Reverger menjelaskan terdapat dua fase dalam gangguan bipolar, yaitu fase mania (naik) dan depresi (turun). Bipolar mania ini penyintas akan terlihat sangat bersemangat, energik, dan bicara cepat. Sedangkan gangguan bipolar depresi, penyintas akan terlihat sedih, lesu, dan hilang minat terhadap aktivitas sehari-hari.

Apa penyebab dari gangguan bipolar? Jadi, ada penyebab biologis ketidakseimbangan neurotransmiter atau zat yang mengontrol fungsi otak. Tidak hanya itu, gangguan bipolar juga bisa berhubungan dengan genetik turun temurun yang masuk secara medis. Selain itu, gangguan bipolar juga bisa dari trauma di masa lalu, kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang dan memiliki keluarga dekat, saudara kandung dengan riwayat atau orang tua dari gangguan bipolar.

“Terkadang mungkin karena bekerja keras melebihi kemampuan. Namun, hal itu tidak baik. Jadi, sebaiknya lakukanlah pekerjaan sesuai porsi kemampuan. Jangan sampai stres karena pekerjaan karena kesehatan mental lebih berharga. Dan beberapa faktor yang dikatakan dapat meningkatkan risiko seseorang untuk berkembang, dengan gangguan bipolar adalah pengalaman yang bercita-cita tinggi, tingkat stres yang tinggi dalam pekerjaan keluarga,”  jelasnya.

Pihaknya menerangkan pengobatan pada gangguan bipolar yakni melalui terapi dengan berbagai jenis perawatan terapi sesuai dengan gangguan bipolar yang dialami penyintas. Sehingga setiap penyintas akan mempunyai terapi serta pengobatan yang berbeda-beda.

“Kami akan sangat hati-hati dan Kami akan memikirkan obat apa yang terbaik dengan tujuan mereka. Dan tujuan terapi tidak hanya untuk menyembuhkan pasien tetapi untuk mengontrol gejala dan mengembalikan fungsi kehidupan pasien bipolar. Lamanya waktu pengobatan juga tergantung pada episode yang dialami klien atau pasien hingga tingkat keadaan depresi,” tandasnya.  (030)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.