JAKARTA | patrolipost.com – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf angkat bicara menanggapi kabar 279 juta data penduduk Indonesia yang diduga bocor dan dijual di forum peretas Raid Forum. Bukhori meminta kepolisian mengusut tuntas pihak yang sengaja membocorkan dan memperjualbelikan data pribadi tersebut.
Pasalnya, kejadian tersebut berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan dari aspek materil maupun imateril. “Dari segi materil, bisa kita cermati bahwa banyak terjadi penyalahgunaan data untuk transaksi fiktif, misalnya pinjaman online yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang datanya dicuri. Tidak hanya itu, dari segi imateril, sangat jelas bahwa kebocoran data ini membuat kita was-was,” ujarnya, Jumat (21/5/2021).
Tidak jarang, kata dia, sejumlah korban mengalami hambatan untuk mengakses pelayanan publik, misalnya pembuatan NPWP, akibat data pribadinya ternyata telah dipakai oleh orang lain tanpa sepengetahuan. “Terkait kasus terbaru ini, saya meminta semua stakeholder yang terlibat bisa diselidiki. Jika terbukti akibat kelalaian, saya minta segera ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku karena terbukti merugikan pihak lain,” tegasnya.
Bukhori mengatakan data pribadi adalah hak asasi yang harus dijaga sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945. Dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 disebutkan, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
“Kebocoran data pribadi tersebut tidak bisa sebatas dimaknai sebagai insiden personal yang menimpa warga negara. Ini adalah wujud ancaman siber (cyber threat) terhadap national interest kita mengingat kebocoran data tersebut ditengarai menimpa salah satu badan negara dan berpotensi menimbulkan kerugian sistemik dalam jumlah yang signifikan,” tuturnya.
Berdasarkan riset bertajuk Global Digital Reports 2020, sebanyak 64 persen penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan internet. Kendati demikian, kian masifnya penggunaan internet tidak diimbangi dengan regulasi perlindungan data pengguna internet yang memadai.
Badan Siber dan Sandi Negara mencatat sepanjang 2020 telah terjadi 2.549 kasus pencurian informasi melalui surat elektronik dengan tujuan kejahatan. Kemudian terdapat 79.439 akun yang datanya dibobol.
“Fakta ini menunjukkan urgensi hadirnya kebijakan yang melindungi pengguna internet. Salah satunya melalui pengesahan rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi,” katanya Anggota Baleg DPR RI ini.
Terkait regulasi perlindungan data, sejumlah kawasan di dunia telah menerapkan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah Uni Eropa dengan General Data Protection Regulation (GDPR). Aturan ini menstandardisasi Undang-undang Perlindungan Data di semua negara anggota Uni Eropa dan menerapkan aturan baru yang ketat untuk mengendalikan dan memproses informasi identitas pribadi.
Regulasi ini mencakup perlindungan data pribadi berikut hak atas perlindungan data dengan memberikan kendali kembali kepada warga negara. Arah pengaturan dari regulasi ini mencakup perseorangan, perusahaan, maupun organisasi yang memproses data pribadi seseorang. (305/snc)