BANGLI | patrolipost.com – Populasi sapi Bali di Kabupaten Bangli terancam menurun karena adanya perubahan pola tanam yang dilakukan petani, khususnya di Kecamatn Kintamani. Sementara untuk jumlah populasi sapi di tahun 2018 sebanyak 66.994 ekor.
Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli I Wayan Sarma mengatakan perubahan pola tanam yang dilakukan petani berpengaruh terhadap jumlah populasi sapi. Ia mencontohkan, banyak petani yang sebelumnya mengisi lahan pertaniannya tanaman jenis kopi dan kemudian berubah menanam tanaman jeruk atau holtikultura. “Jika dengan tanaman kopi masih ada naungan untuk pakan. Kalau untuk tanaman jeruk harus lapang dan bersih dari tanaman jenis lainnya, termasuk rerumputan,” kata Wayan Sarma, Minggu (19/1/2020).
Lanjut Wayan Sarma, memang sejak dua tahun terakhir jumlah populasi sapi Bali turun. Mengacu data di tahun 2014 jumlah populasi sapi sebanyak 75.164 ekor , tahun 2015 sebanyak 72.880 ekor, tahun 2016 sebanyak 74.793 ekor, tahun 2017 sebanyak 64.754 ekor dan tahun 2018 sebanyak 66.994 ekor.
Sementara untuk jumlah populasi sapi terbanyak ada di Kecamatan Kintamani dengan jumlah 37.654 ekor, disusul Kecamatan Bangli sebanyak 10.470 ekor, Kecamatan Tembuku sebanyak 10.204 ekor dan Kecamatan Susut sebanyak 8.666 ekor.
“Untuk populasi sapi masih tertinggi ada di Kecamatan Kintamani hal ini tidak terlepas dari luas wilayahnya,” jelasnya.
Disinggung terkait upaya menjaga atau meningkatkan populasi sapi, Wayan Sarma mengatakan ada yang namanya usaha khusus sapi wajib bunting. Yang mana peternak dibantu untuk melakukan insiminasi buatan.
“Kami memberikan layanan kawin suntik secara gratis. Untuk insiminasi ini dipilihkan pejantan yang unggul,” sebutnya.
Kemudian setelah dilakukan insiminasi, namun sapi tidak bunting, petugas akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ada gangguan produksi pada sapi, para peternak akan dibantu kembali berupa bantuan pakan ternak.
Pakan yang diberikan berupa konsentrat, dan tidak hanya ini, ada pula gerakan pakan berkualitas. “Para peternak diberikan bibit tanaman indigofera untuk pakan ternaknya,” ujarnya.
Terkait antisipasi penyebaran penyakit anthrax (sapi gila), kata Wayan Sarma, menjadi tugas balai karantina hewan. Untuk lalu lintas sapi antar pulau harus mengantongi surat keterangn kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan dokter hewan yang berwenang dalam satu daerah.
“Untuk keluar masuk hewan harus mengantongi SKKH dan langkah ini merupakan bentuk antisipasi penyebaran penyakit pada hewan,” jelasnya, seraya menambahkan sejauh ini belum ditemukan kasus Anthrax di Bangli. (750)