BANGLI | patrolipost.com – Kondisi keluarga I Komang Sumiarta, warga Banjar Metra Tengah, Desa Yangapi, Kecamatan Tembuku, Bangli, sangat memprihatinkan. Karena faktor ekonomi yang bisa dibilang serba kekurangan, kedua anak kembarnya yakni Wayan Ratih Suminatari (11) dan Ni Nengah Cinta Kasih (11) tidak bisa membeli seragam sekolah.
Foto kedua anak kembar ini sempat beredar di WA Grup dengan latar belakang kamarnya yang kecil serta tulisan tangan di atas kertas: Kepada Pak Andy, Nama : Wayan Ratih Suminatari dan Ni Nengah Cinta Kasih. Memerlukan: seragam merah putih, tas dan buku-buku.
Ketika patrolipost.com menyambangi alamat keluarga ini, Kamis (22/8) didapati kondisi tempat tinggal orangtua mereka yang tidak layak huni. Selain itu untuk istirahat malam mereka harus berdesak-desakan tidur bersama kedua orangtuanya berikut kedua adiknya di dalam kamar ukuran 3×4 meter.
“Kami hanya memiliki satu kamar tidur dan satu dapur,” ungkap I Komang Sumiarta, ayah kedua anak kembar ini.
Ditemui di rumahnya, I Komang Sumiarta mengaku tidak mempunyai pekerjaan tetap, kadang bekerja sebagai buruh tani, tukang angkut pupuk, kadang jadi tukang bangunan. Begitu pula dengan istrinya juga bekerja serabutan. Karena tidak memiliki penghasilan yang tetap ia mengaku kesulitan untuk membelikan seragam sekolah bagi putri kembarnya.
Sebut Komang Sumiarta, putri kembarnya kini duduk di bangku kelas VI di SDN 6 Yangapi. “Untuk seragam yang dikenakan adalah seragam tiga tahun lalu atau sejak kelas III, kondisi pakaian sudah usang dan sedikit kekecilan. Saya belum bisa membelikan yang baru,” ujarnya, seraya menambahkan kadang anaknya meminjam seragam sekolah kepada sepupunya.
Sementara jarak sekolah dengan rumah masih cukup terjangkau sekitar 300 meter, maka setiap berangkat sekolah maupun pulang sekolah putrinya jalan kaki. Sedangkan untuk bekal sekolah, mulai Rp 3.000 sampai Rp 5.000. Kata Komang Sumiarta karena kondisi ekonomi, untuk listrik di rumah harus meminta sambungan kepada kakaknya dan begitu pula untuk urusan MCK menggunakan kamar mandi milik kakaknya I Wayan Wardika.
Di pekarangan rumah Komang Sumiarta ada 4 kepala keluarga, yang kondisi tidak jauh berbeda. Komang Sumiarta sendiri mengaku baru tahun ini masuk dalam program keluarga harapan (PKH) dari Kementerian Sosial. Dari pernikahan Komang Sumiarta dengan Ni Nengah Lestari memiliki empat orang putri, masing-masing Ni Wayan Ratih Sumiantari, Ni Nengah Cintah Kasih. Sedangkan putri ketiga, Ni Komang Juniantari (5) dan putri keempat, Ni Ketut Ayu Antari, (1,5).
Sementara kondisi kamar tidur, hanya terdapat satu buah dipan, kemudian ada sebuah lemari plastik serta sebuah televisi kecil. Keluarga ini harus berdesakan saat tidur di kamar yang berdinding ayaman bambu (bedeg) yang berukuran 3 meter x 4 meter.
“Temboknya tadi dari batako, sempat terjadi gempa sehingga roboh. Yang jebol itu kami ganti menggunakan gedeg,” sebutnya. Dapur berlantaikan tanah. Memasak menggunakan kayu bakar, tapi ada sebuah kompor gas kecil yang jarang dipakai.
Anak-anak yang sudah mulai besar, kadang memilih menginap di rumah kerabatnya. “Kadang menginap di rumah kakek dan neneknya. Kalau tidak menginap kami tidur bersama di sini,” ujarnya sembari menunjukan kondisi kamarnya.
Saat ditemui di sekolah, Wayan Ratih Sumiantari dan Nengah Cinta Kasih mengaku ingin memiliki segaram baru karena seragam yang dimiliki sudah ada yang rusak. “Kami perlu baju merah putih, pramuka dan batik,” ujarnya.
Ratih dan Cinta Kasih pun mengaku dari bekal yang diberikan orangtua, berusaha untuk disisihkan (ditabung). “Kami disuruh nabung, uang bekal Rp 5.000 disisihkan,” akunya.
Meski dalam keterbatasan ekonomi, keduanya masih tetap semangat untuk mengenyam pendidikan. (sam)