VATIKAN | patrolipost.com – Basilika Santo Petrus dibuka kembali pada hari Kamis (24/4/2025) setelah jeda singkat pada dini hari, untuk menyambut ribuan jamaah dari seluruh dunia yang ingin memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus.
Menurut media Vatikan, hampir 50.000 orang telah membanjiri Basilika untuk memberi penghormatan terakhir kepada mendiang Paus, yang dibaringkan sejak Rabu dalam peti jenazah terbuka menjelang pemakamannya pada hari Sabtu.
Mengingat besarnya kerumunan, gereja yang awalnya dijadwalkan tutup pada tengah malam, tetap buka hingga pukul 5:30 pagi (03:30 GMT), sebelum dibuka kembali pada pukul 7 pagi.
Jenazah Paus dibawa ke Basilika Santo Petrus dalam prosesi khidmat pada hari Rabu (23/4/2025). Fransiskus, seorang reformis yang inovatif, memiliki pemerintahan selama 12 tahun yang sering kali bergejolak di mana ia berulang kali berselisih dengan kaum tradisionalis dan membela kaum miskin.
Pada hari Sabtu, lebih dari 170 delegasi termasuk kepala negara dan pemerintahan diperkirakan akan hadir di Lapangan Santo Petrus untuk upacara pemakaman, dengan jutaan lainnya menonton melalui televisi di seluruh dunia.
“Sebuah bab dalam sejarah Gereja telah ditutup,” Kardinal Gerhard Ludwig Muller mengatakan kepada harian Italia la Repubblica dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Kamis (24/4/2025).
Kardinal Jerman, yang dikenal sebagai seorang konservatif dan salah satu dari 133 pangeran gereja yang diperkirakan akan mengadakan konklaf bulan depan untuk memilih Paus ke-267 Gereja dan penerus Fransiskus, mengatakan bahwa ada “penghargaan bulat” untuk pekerjaan Paus terhadap para migran dan kaum miskin.
Sementara itu, Jeanningros, seorang biarawati dari kota tepi laut Romawi Ostia, berdiri di samping peti jenazahnya dan menangis. Jeanningros, yang dikenal karena karyanya dengan komunitas LGBTQ, telah beberapa kali menjamu Fransiskus untuk berkunjung ke Ostia.
Fransiskus mengenakan jubah merah, kedua tangannya dirapatkan memegang rosario, dan mitra putih di kepalanya.
“Dia seperti anggota keluarga. Seseorang yang sangat dekat di hati kami, seseorang yang membuat Gereja sangat mudah diakses oleh semua orang dan inklusif bagi semua orang,” kata Rachel Mckay, seorang peziarah dari Inggris.
Kemudian, seorang peziarah AS, Alex Lenrtz, yang termasuk di antara pelayat publik pertama yang mengantre, mengatakan bahwa ia merasakan campuran emosi.
“Rasanya sungguh tidak nyata ketika melihat jenazah serta mengingat semua hal penting yang diperjuangkannya,” tandasnya. (pp04)