JAKARTA | patrolipost.com – Sebanyak 160 guru dari program Sekolah Rakyat dikabarkan ramai-ramai mengundurkan diri karena lokasi penugasannya jauh dari tempat tinggal. Pengunduran diri secara massal ini menjadi cerminan persoalan lintas sektor yang belum terintegrasi dalam perencanaan program.
Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, menyoroti gelombang pengunduran diri ratusan tenaga Sekolah Rakyat. Ia menegaskan, pembangunan sekolah tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan fasilitas dasar yang memadai.
“Bagaimana guru bisa betah mengajar kalau mereka ditempatkan di lokasi yang bahkan kebutuhan dasarnya saja tidak tersedia?” kata Irine kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).
Berdasarkan keterangan Kementerian Sosial (Kemensos) penempatan guru-guru tersebut memang mengacu pada sistem rekrutmen yang dikelola oleh BKN dan KemenPANRB. Saat ini, terdapat 100 Sekolah Rakyat dengan lebih dari 9.700 siswa tersebar di seluruh Indonesia.
Irine menilai, pengunduran diri secara massal ini menjadi cerminan persoalan lintas sektor yang belum terintegrasi dalam perencanaan program. Ia mengingatkan bahwa pembangunan sekolah rakyat harus sejalan dengan penyediaan infrastruktur penunjang.
“Mundurnya ratusan guru secara bersamaan perlu menjadi evaluasi dan perbaikan dalam perencanaan serta koordinasi lintas sektor pada proyek Sekolah Rakyat, utamanya pemenuhan infrastuktur,” jelasnya.
Ia juga menyoroti dua sekolah rakyat yang berada di daerah pemilihannya, yakni Maluku Utara. Menurut Irine, infrastruktur di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) seperti Maluku Utara masih membutuhkan perhatian serius.
“Dikatakan ada 100 Sekolah Rakyat, dua di antaranya ada di Maluku Utara. Pertanyaan saya adalah, SPAM-nya ada nggak? Sanitasinya di mana? Dan jangan sekali-sekali memprioritaskan program prioritas pemerintah pusat dari Pak Prabowo, dibangun, dilakukan, tetapi meninggalkan masyarakat sekitar,” tegasnya.
Karena itu, Irine mendesak Kemensos untuk berkoordinasi lebih intensif dengan Kementerian PUPR, PLN, dan pemerintah daerah agar pembangunan Sekolah Rakyat memperhatikan kebutuhan akomodasi dan transportasi guru. Termasuk penyediaan mess atau tempat tinggal bagi guru yang ditugaskan jauh dari rumahnya.
“Baik dari sisi akomodasi, transportasi, atau mungkin ketersediaan mess untuk tenaga pengajar yang tempat tinggalnya jauh. Karena banyak yang mundur akibat masalah jarak rumah dan tempatnya mengajar berjauhan,” ungkap Irine.
Lebih lanjut, Irene mengingatkan tujuan pembangunan dari Sekolah Rakyat sebagai sarana pendidikan gratis bagi keluarga miskin merupakan langkah mulia, namun keberhasilannya sangat bergantung pada pelaksanaan yang terstruktur dan terpadu.
“Kalau dari awal fondasinya lemah, ya jangan heran kalau gurunya mundur, anak-anaknya tak bertahan, dan masyarakat kehilangan kepercayaan. Sekolah Rakyat itu ide yang baik, tapi pelaksanaannya harus serius, sistematis, dan berpihak pada masa depan anak-anak Indonesia,” pungkasnya. (305/jpc)