BANGLI | patrolipost.com – Rencana pengembangan fasilitas/akomodasi pariwisata di areal Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Kintamani masih menghadapi kendala. Pasalnya, masih ada sejumlah warga yang sebelumnya mengelola lahan di tempat itu menolak rencana pengembangan objek wisata.
Sementara sebagian masyarakat yang selama ini juga memanfaatkan lahan tersebut yang tergabung dalam Koperasi Ampupu Kembar, Desa Batur, Kintamani, telah setuju dan menandatangi perjanjian kerjasama (PKS). Adanya penolakan tersebut maka warga yang telah menandatangani PKS pun mulai angkat bicara. Hal ini tidak terlepas beredarnya video dan berita penolakan pembangunan sarana pariwisata.
Masyarakat yang tergabung sebagai anggota Koperasi Ampupu Kembar pun merasa gerah lantaran adanya pemberitaan yang tidak seimbang ataupun berbeda dengan realita di lapangan.
Ketua Koperasi Ampupu Kembar, Jro Gede Kasuma mengatakan, pembangunan akomodasi pariwisata di areal kawasan konservasi TWA Gunung Batur Bukit Payang, sejatinya sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Di sisi lain pihak investor yakni PT Tanaya Pesona Batur (TPB) telah mendapatkan dukungan Desa Adat Batur.
Hal ini dipertegas dengan adanya surat Pemucuk Desa Adat Batur Nomor 27/DAB/V/2020 tanggal 19 Mei 2020 Perihal Permohonan Dukungan/Persetujuan Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam di TWA Gunung Batur Bukit Payang.
Menurut Jro Kasuma, berbagai persyaratan juga telah dilengkapi oleh pihak investor. Mulai dari surat-surat izin pembangunan di kawasan tersebut, maupun berbagai persyaratan lainnya yang diamanatkan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019.
Misalnya dalam pengajuan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA). Dikatakan jika PT TPB telah mendapat pertimbangan teknis permohonan izin usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) di TWA GBBP, yang diterbitkan oleh Balai KSDA tanggal 10 Februari 2021.
“Balai KSDA Bali juga merekomendasikan agar PT TPB dalam melakukan kegiatan usahanya selalu melibatkan masyarakat yang berada dalam areal konsesinya,” jelasnya, Minggu (29/10).
Tidak hanya itu, investor telah memiliki rekomendasi UKL/UPL yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangli Nomor: 660.I/3490/DLH/2021 tanggal 20 Desember 2021.
Dari berbagai persyaratan yang telah dipenuhi, akhirnya pihak kementerian mengeluarkan izin tanggal 20 Juli 2022 di TWA GBBP pada blok pemanfaatan seluas 85,66 hektare. Namun dari total luas tersebut, hanya 10 persen saja areal yang boleh dibangun sarana wisata alam.
Kegiatan tahap pertama di areal usaha Njung Bantas B luasnya mencapai 22 hektare lebih. Lokasi tersebut didiami oleh 47 KK dengan menjalankan berbagai aktifitas. Mulai dari pertanian, wisata, hingga pemukiman.
Menurut Jro Kasuma, pihak investor bersama BKSDA melakukan rencana dan strategi dalam hal pelibatan masyarakat, melalui program pemberdayaan dengan skema PKS (Perjanjian Kerja Sama) antara pihak PT TPB dengan masyarakat.
“Kegiatan pemberdayaan ini berupa bidang pertanian. Di lokasi ini ada sejumlah lahan pertanian masyarakat, namun lokasinya berpencar. Dalam hal ini, PT TPB berkomitmen merelokasi lahan pertanian tersebut menjadi satu lokasi,” kata Jro Kasuma.
Luas lahan yang digarap sesuai luas lahan yang sebelumnya. Namun untuk metode pengerjaan lahan diubah dari yang awalnya tradisional menjadi lebih modern.
Selain itu masyarakat sekitar juga akan dibangunkan tempat usaha UMKM di lahan izin konsensi. Ini mengingat lokasi tersebut merupakan lahan konservasi yang sesuai aturan tidak boleh dibangun pemukiman.
Disinggung terkait sosialisasi atas kegiatan yang akan berlangsung, untuk sosialisasi serta penjabaran rencana pembangunan usaha sarana wisata alam sudah dilakukan pihak investor pada tanggal 22 November 2022 dan 15 Februari 2023, dengan melibatkan BKSDA, Pemda Bangli, hingga aparat TNI, Polri dan Pemerintah Desa.
Namun demikian dalam prosesnya terdapat beberapa warga yang belum setuju. Sejatinya, Koperasi Ampupu Kembar mewadahi warga di sekitar, dari 47 KK, tidak seluruhnya menjadi anggota koperasi. Dari jumlah tersebut 30 KK sudah setuju dan tanda tangan PKS dan 3 KK membuat surat pernyataan dukungan. “Sisanya 14 KK itu menolak, sesuai yang viral di media sosial,” bebernya.
Diakui permasalahan penolakan ini juga sudah dimediasi oleh berbagai pihak. Seperti di DPRD Bangli pada tanggal 25 Juli 2023. Di mana pihak DPRD Bangli memanggil PT TPB dan BKSDA untuk dimintai klarifikasi atas pengaduan dari kelompok masyarakat yang belum setuju.
Selanjutnya pada tanggal 26 Juli 2023 bertempat di kantor Balai KSDA Bali, juga dilakukan mediasi serupa antara PT TPB dengan 14 KK warga yang belum setuju. Mediasi tersebut difasilitasi oleh anggota DPD RI Arya Wedakarna.
“Dari mediasi hasilnya sama dengan hasil mediasi dengan DPRD Bangli. Di mana PT TPB dalam rencana proyek pembangunan agar memberdayakan masyarakat setempat, mempertahankan petani setempat untuk membudidayakan hasil panen, dan dipergunakan untuk kebutuhan fasilitas pariwisata,” tegasnya.
Pertemuan tersebut ditindaklanjuti pula dengan ground cheking di lokasi usaha pada tanggal 21 Agustus 2023. Ground cheking serta diskusi lapangan ini melibatkan anggota DPD RI Arya Wedakarna, PT TPB, Balai KSDA Bali, Pemda Bangli, Perbekel Batur Utara dan 14 KK warga yang menolak.
Berdasarkan ground checking, rekomendasi yang dihasilkan adalah agar PT TPB duduk bersama masyarakat, untuk membicarakan terkait penataan lahan pertanian masyarakat yang terdampak. Serta pembahasan PKS kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Jro Kasuma manambahkan, 14 KK yang menolak tandatangan PKS, tidak ada alasan apapun. “Mereka hanya menolak saja tanpa memberikan alasan,” ucapnya.
Pihak investor juga sudah sempat mengadakan pertemuan mengundang 14 KK tersebut pada tanggal 29 Agustus 2023, sesuai rekomendasi DPD RI. Namun tidak satu pun anggota 14 KK masyarakat yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Sementara pada tanggal 17 Oktober 2023 saat PT TPB bermaksud melanjutkan rencana pembangunan sarana dan prasarana usaha. Yang mana dalam proses tersebut melibatkan Balai KSDA Bali, Polres Bangli, Polsek Kintamani, Pemda Bangli dan tokoh desa adat. Upaya ini untuk mengantisipasi terjadinya konflik pada areal tersebut.
“Sejatinya masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya investor yang membangun usaha sarana wisata alam. Terlebih pembangunan ini mampu melambungkan nama Kintamani, sehingga lebih dikenal luas,” ujarnya. (750)