BANGLI | patrolipost.com – Perusahaan Air Minum Tirta Danu Arta (PDAM) Bangli berkolaborasi dengan SMKN 4 Bangli menampilkan drama kolosal Tirta di Alun-alun Bangli pada Senin (15/5/2023). Drama kolosal Tirta Danu Arta Amertaning Buana dipentaskan untuk memeriahkan HUT Perumda ke-37 dan HUT ke-819 Kabupaten Bangli.
Ribuan penonton menyaksikan pementasan drama kolosal yang juga disaksikan Bupati Bangli Sang nyoman Sedana Arta dan sejumlah pejabat Pemkab Bangli.
Ketua Panitia HUT Perumda Tirta Danu Arta Bangli, I Gusti Agung Jelantik Sutha Baskara mengatakan dipilih tema tersebut maknanya adalah air sebagai sumber kehidupan akan mampu memberikan kelestarian.
“Perumda dengan keterbatasan bertekad dalam memberikan layanan optimal bagi pelanggan, tentu juga senantiasa menjaga alam sehingga lestari hingga berkelanjutan,” jelasnya.
Kata Agung Baskara Perumda memiliki semboyan kerja tuntas. Yang mana ini sebagai bentuk nyata dari penegasan Bupati Bangli Sangat Nyoman Sedana Arta yakni Bangli jengah. Diakuinya melalui HUT ini pihaknya mendukung segala program Pemerintah Daerah dengan Visi Nangun Sat Kertih Loka Bali di Bangli.
Menurutnya perayaan yang digelar bukan eforia di atas penderitaan rakyat, tetapi perayaan dilakukan adalah sebagai bentuk penghargaan bagi pelanggan. “Kami menyiapkan doorprize serta ada 12 pelanggan terpilih untuk mendapatkan tali kasih. Kami juga memberi penghargaan kepada senior dan pimpinan yang sudah purna tugas. Keberadaan Perumda saat ini karena jasa beliau-beliau sebelumnya,” ujarnya.
Sebut Agung Baskara sesuai arahan-arahan bupati agar perusahaan daerah ikut serta dalam pembangunan daerah, Perumda lewat program CSR lakukan kerjasama dengan pihak SMKN 4 Bangli dalam bentuk-bentuk pagelaran seni. Tujuan selain itu memeriahkan acara untuk bangkitkan potensi seni yang ada di kabupaten Bangli.
Agung Baskara bersama Kepala SMKN 4 Bangli, I Wayan Suparta menyampaikan drama kolosal Tirta Danu Arta Amertaning Buana menceritakan pada tiga zaman yakni zaman kerajaan hingga saat ini. Yang mana diceritakan, wilayah kerajaan Bangli dilanda wabah dan penyakit. Tangisan, kepanikan, ketakutan, serta kematian terjadi dimana mana, hingga akhirnya Sebagian besar rakyat memutuskan meninggalkan Bangli.
Ida Bhatara Guru Shri Adhi Kunti Ketana yang kala itu bertahta pada tahun Caka 1126, mengucapkan bhisama/pemastu, yang bertujuan agar rakyat Bangli kembali untuk membangun Kramaning Bangli.
Sekembalinya masyarakat, muncul permasalahan baru, kekeringan panjang melanda Bangli. Sang Raja mengutus putra beliau, Hyang Parameswara untuk melepaskan lindung emas dan yuyu besi di Danau Batur.
“Dari lindung emas dan yuyu besi tersebut memunculkan semburan air sangat besar yang keluar dari sebuah lobang atau gaok di lembah melangit yang membuat rakyat kaget dan terkesima ngon,” tuturnya.
Kemudian kemunculan mata air ini diberi nama tirta Gaokngon yang sekarang dikenal masyarakat luas dengan sebutan Tirta Gamongan.
Dalam perjalanan sejarah, nusantara mengalami pasang surut dari zaman kerajaan menuju zaman republik, dimana pada zaman peralihan ini telah banyak mengorbankan kesatria-kesatria kusuma bangsa yang telah menjadi tumbal untuk tegaknya pertiwi tercinta. Hingga tiba masanya, berdiri kokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Bangli sebagai bagian dari Kesatuan Republik Indonesia tak luput dari pasang surutnya zaman, hingga tiba hari ini dimana Bangli melakukan perubahan paradigma yang ditegaskan sebagai Bangli Era Baru dibawah kepemimpinan Sang Nyoman Sedana Arta dan I Wayan Diar,” jelasnya. (750)