Sedihnya Puisi “Pemakaman Sunyi Seorang Dokter”

dr Arya Warsaba Sthiraprana Duarsa saat membacakan puisi berjudul Pemakaman Sunyi Seorang Dokter.

DENPASAR | patrolipost.com – Pandemi Covid-19 masih berlangsung di seantero negeri. Pasien silih berganti masuk ruang isolasi rumah sakit. Ada yang dijemput nyawanya oleh Yang Maha Kuasa, namun banyak pula yang sembuh dan kembali kepada keluarga.

Dalam situasi itu, kehadiran dokter sangat diharapkan, sebagai perpanjangan tangan Tuhan mengobati pasien. Dokter mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan, untuk kesembuhan para pasien, tanpa mengenal lelah. Bahkan dirinya pun bisa tertular, lalu memerlukan perawatan. Dan seperti pasien Covid-19 lainnya, dokter pun bisa sembuh atau sebaliknya—bila ajalnya sampai—meninggal dunia dalam pengabdian.

Bacaan Lainnya

Suasana itulah yang direkam seorang dokter RSUP Sanglah dr Arya Warsaba Sthiraprana Duarsa, MM dalam puisi berjudul Pemakaman Sunyi Seorang Dokter. Puisi ini dibacakan jajaran direksi, tenaga medis dan administrasi RSUP Sanglah Denpasar, Kamis (14/5/2020). Puisi tersebut untuk memberi semangat kepada petugas medis yang sedang berjuang menangani pasien Covid-19.

Sebelumnya dokter Arya Warsaba Sthiraprana Duarsa yang akrab dipanggil Ary ini juga seorang penyair dan telah menulis beberapa buku puisi. Sedangkan puisi Pemakaman Sunyi Seorang Dokter ini khusus dipersembahkan untuk tim medis yang telah dan sedang berjuang melayani pasien Covid-19.

dr Sthiraprana telah melihat secara langsung perjuangan tim medis saat merawat pasien Covid-19. Sehingga lewat puisi ini, dr Sthiraprana berharap bisa menghibur dan memberi semangat mereka yang tengah berjibaku dengan Covid-19.

“Saya menyaksikan mereka tim medis tekun melayani dalam kepungan risiko, mulai dari risiko tertular dan risiko dikucilkan masyarakat. Namun tim medis tetap gigih memberikan pelayanan terbaik,” ungkapnya.

Puisi Pemakaman Sunyi Seorang Dokter menggambarkan bahwa Dia (tim medis) bukan orang yang suci, pahlawan atau si pemberani, tetapi ketika semua orang berdiam diri di dalam rumah, dia berjuang, berperang tidak kenal lelah.

Dan ketika gugur, dia tetap tersenyum. Meski tak seorang pun datang menabur bunga. Sudah cukup lambaian tangan dan doa. Serta airmata yang perlahan tumpah membasahi bumi mengenang yang diperjuangkan dalam hidupnya. (cr02)

Pos terkait