DENPASAR | patrolipost.com – Hari ke-12 Festival Bali Jani (FSBJ) 2019 diisi saresehan bertajuk Menuju Bali sebagai Pusat Kontemporer Dunia, Rabu (6/11/2019) di Gedung Citta Kelangen ISI Denpasar. Tampil sebagai pembicara Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, I Nyoman Darma Putra (Guru Besar Unud), Nyoman Nuarta (pematung) dan Putu Fajar Arcana (Editor Budaya Harian Kompas Jakarta).
Ada tiga topik bahasan dari narasumber yakni Strategi Pemanggungan Seni Pertunjukan Kontemporer Kelas Dunia yang diulas Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Membaca Posisi Bali dalam Medan Seni Rupa Kontemporer Dunia diulas Nyoman Nuarta (pematung) dan Tradisi Kreatif dan Penerbitan Sastra Kontemporer Bali diulas I Nyoman Darma Putra dan Putu Fajar Arcana.
Dalam paparannya, Hilmar mengatakan perjalanan seni kontemporer sangat panjang yang pasti eksistensi kontemporer akan semakin bertenaga jika memiliki refleksi terhadap kondisi tradisi lingkungan. Menurutnya, hubungan sosial Bali itu cukup unik, di tengah perubahan hubungan sosial dunia yang semakin individual. Masyarakat Bali pengaruh kolektivitasnya masih terasa. Sehingga elemen-elemen ini bisa dijadikan dasar untuk mengembangkan seni kontemporer. Hasilnya akan jadi luar biasa.
“Di dunia selain Bali, seni kontemporer juga memiliki pertanyaan yang sama, setelah ini apa? Menghadapi dunia yang serba cepat, teknologi yang cepat,” tutur Hilmar.
Selanjutnya, topik Membaca Posisi Bali dalam Medan Seni Rupa Kontemporer Dunia diulas Nyoman Nuarta (pematung) dalam seni rupa kontemporer bertajuk “Kini, yang Sementara, yang Selalu Ada.”
“Bila seni rupa kontemporer berganti kulit untuk menerima karya-karya yang hadir di luar bingkai dan hidup di tengah masyarakat, kulit yang sama ini sudah menjadi praktik sejak sebelumnya. Maka kalau dunia sudah berubah dan seni rupanya berubah, tidak sulit bagi kita untuk melihat posisi Bali dan kebudayaannya di dunia dan menimbang keadaan dan tempat dari seni rupa kontemporernya,” kata Nuarta dalam pemaparannya.
Maka untuk bersilang dengan seni rupa kontemporer, dunia menjadi sesuatu yang masuk akal. Bali sedia hadir untuk menjadi pusat baru yang mengalur dengan berimbang.
Topik Tradisi Kreatif dan Penerbitan Sastra Kontemporer Bali diulas I Nyoman Darma Putra (Guru Besar Unud) dan Putu Fajar Arcana (Editor Budaya Harian Kompas Jakarta). I Nyoman Darma Putra sebagai narasumber membahas Dimensi Global Sastra Bali Modern yang diawali tahun 1910-an. Mengulas cikal bakal sastra Bali modern, penerbitan Belanda pada tahun 1911,1918, 1931, 1947 dan pemutaran cuplikan Sampik Ing Tay.
Dalam topik yang sama Putu Fajar Arcana mengulas Para Penyihir dari Bali menjelaskan titik awal berkembangnya sastra Indonesia tahun 1920-an yang ditandai dengan kemunculan Penerbitan Balai Pustaka.
Kegiatan Serasehan ini dipadati peserta dari kalangan seniman, budayawan, penggiat seni, mahasiswa serta beberapa dosen seni di Kota Denpasar. (cr02)