LABUAN BAJO | patrolipost.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo menggelar sidang perkara perdata yang melibatkan Ahli Waris Nikolaus Naput dan Erwin Kadiman Santoso melawan Muhamad Rudini dan kawan kawan, Senin (3/2/2025).
Sapta Dwikardana PhD MSi CBA CH CMHA, saksi ahli analisis tulisan tangan yang dihadirkan dalam sidang ini menyebut spesimen tanda tangan dari empat (4) orang yang termuat dalam dokumen alas hak yang diajukan pihak Muhamad Rudini tidak identik dengan spesimen tanda tangan keempat orang tersebut yang tertera pada puluhan dokumen lain yang dijadikan pembanding.
Sidang dengan agenda pemeriksaan tambahan ini merupakan hasil dari putusan sela majelis hakim pengadilan Tinggi Kupang untuk perkara banding dengan nomor Perkara 1/PDT/2025/PT/ Kpg tertanggal 6 Januari 2025 yang diajukan oleh Santosa Kadiman dan Keluarga Nikolaus Naput terhadap sengketa tanah seluas 11 hektare di Tanah Keranga/Karangan dan Golo Karangan, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
Sidang ini digelar dengan agenda mendengar keterangan dari 2 saksi ahli yakni Sapta Dwikardana PhD MSi CBA CH CMHA, sebagai Ahli Analisis Tulisan Tangan, dan Prof Dr Farida Patittingi SH MHum, ahli Agraria dan Hukum Adat. Selain saksi ahli, pihak tergugat juga mengajukan bukti baru dalam sidang ini.
Dalam keterangannya di depan majelis Hakim, Sapta Dwikardana menyebutkan karakteristik tanda tangan dari 4 nama yang tertera, yakni Yoseph Latip, Yos Vins Ndahur, Haji Ishaka dan Haku Mustafa yang termuat dalam Questioned Document atau dokumen tertanggal 17 Januari 1998 memiliki perbedaan karakteristik jika dibandingkan dengan 21 dokumen pembanding yang juga berisikan tanda tangan dari keempat nama tersebut.
“Ada 21 dokumen pembanding yang dianalisis. Masing masing tanda tangan itu ada 5-6 dokumen pembanding. Dan semua dokumen pembanding itu punya karakteristik tanda tangan yang mirip. Karakter tanda tangan pada dokumen Questioned Document (dokumen tertanggal 17 Januari 1998) tidak identik dengan karakter tanda tangan pada 21 dokumen pembanding,” ujar Sapta.
Dokumen pernyataan tertanggal 17 Januari 1998 merupakan sebuah dokumen yang diajukan oleh pihak Muhamad Rudini dalam perkara perdata Nomor 1/Pdt.G/2024/PN Lbj tertanggal 5 Januari 2024. Dokumen ini berisikan tentang pembatalan surat bukti penyerahan tanah adat tanggal 10 Maret 1990.
Dokumen tertanggal 10 Maret 1990 merupakan salah satu dokumen yang diajukan oleh pihak Niko Naput dan menjadi alas hak atas tanah seluas 16 hektar yang terletak di Keranga. Pada tanggal 23 Oktober 2024, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Labuan Bajo memutus perkara ini dimenangkan oleh pihak Muhamad Rudini.
Namun, pada November 2024, pihak tergugat kemudian mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Kupang. Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Kupang kemudian mengeluarkan putusan sela pada tanggal 10 Januari 2025 agar dilakukan sidang tambahan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Lanjut Sapta dalam penjelasannya, tidak identiknya karakteristik tanda tangan dari sejumlah spesimen tanda tangan keempat orang tersebut yang termuat dalam sejumlah dokumen pembanding dengan dokumen tertanggal 17 Januari 1998 tersebut ditandai dengan adanya beberapa unsur perbedaan, mulai dari ketajaman, kelebaran hingga kecepatan. Sapta mencontohkan spesimen tanda tangan miliki Haku Mustafa.
“Kita mulai dari tanda tangan Haku Mustafa yang paling sederhana, ada 7 tanda tangan pembanding, itu punya karakteristik yang sama, ada 7 unsur yang sama antara dokumen yang dikumpulkan diluar dokumen yang dipertanyakan. Seperti tadi ada kelebaran, titik jadi garis, ketajaman jadi bulat, kecepatan kurang, lebih lambat, itu menunjukan kehati – hatian pembuat tanda tangan pada dokumen Questioned Document,” jelasnya.
Selain tanda tangan Haku Mustafa, ahli juga menyatakan tanda tangan Haji Ishaka, Yos Vins Dahur dan Yoseph Latip dalam surat pernyataan 17 Januari 1998 tidak identik dengan semua spesimen tanda tangan pada seluruh dokumen – dokumen pembanding.
Saksi Ahli juga berpendapat bawah surat pernyataan tertanggal 17 Januari 1998 tersebut tidak bernilai karena empat spesimen tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak identik dengan spesimen tanda tangan dari keempat orang tersebut yang ada pada dokumen – dokumen pembanding.
Selain itu, salah satu saksi ahli yang turut dihadirkan adalah Prof Dr Farida Patittingi SH MHum selaku ahli Agraria dan Hukum Adat. Dalam pernyataannya, Farida menyebut meski lembaga Fungsionaris Adat memiliki kewenangan untuk melakukan penataan tanah dalam sebuah lingkungan masyarakat hukum adat, namun bagi tanah yang sudah pernah diserahkan kepada warga masyarakat maupun individu tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali.
“Untuk tanah yang sudah dibagikan oleh ulayat maka ulayat sudah tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan pemberian tersebut kecuali kalau tanah itu ditelantarkan atau tidak lagi ada tanda tanda penguasaan oleh penerima, karena itu otomatis kembali ke pangkuan ulayat,” ujar Farida, menjawab pertanyaan Kuasa hukum pihak Kadiman Santosa terkait keberadaan surat pembatalan penyerahan adat tahun 1990.
Selain itu, Farida juga menyampaikan bahwa Fungsionaris atau Pemimpin Adat dapat membatalkan penyerahan tanah adat dengan hanya atas persetujuan individu yang telah menerima tanah Ulayat tersebut.
Farida juga menyebutkan bahwa satu satunya orang dalam struktur kepengurusan ulayat yang berwenang untuk melakukan pembagian atau penyerahan tanah adat adalah pemimpin atau kepala dari ulayat adat tersebut. Penata tanah sebutnya tidak memiliki kewenangan untuk menyerahkan tanah adat.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Pembanding, Kharis menyampaikan bahwa dalam persidangan ini pihak pembanding juga menghadirkan bukti baru yakni surat pengakuan Camat Komodo terkait pernyataan tidak mengakui adanya surat pernyataan 17 Januari 1998.
Menurutnya, persidangan hari ini ada satu bukti baru di antara banyaknya bukti yang kami ajukan yaitu surat keterangan dari camat komodo ditandatangani tanggal 30 Januari 2025 resmi dari pemerintah Kabupaten Manggarai Barat Kecamatan Komodo di butir 2 disebutkan bahwa camat komodo tidak membenarkan dan tidak mengakui surat pernyataan tanggal 17 Januari 1998 yang memuat keterangan antara lain bahwa surat bukti penyerahan tanah tanah adat tanggal 10 Maret 1990 dibatalkan.
“Jadi dari camat sendiri tidak mengakui adanya pembatalan dan ditegaskan dalam butir satu bahwa yang sah adalah atau yang diakui oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Kecamatan Komodo adalah tanah di mana yang sudah diserahkan kepada Haji Nassar Subuh yang kemudian diserahkan kepada Nicolaus Naput dan Nicolaus Naput menerima atas tanah tersebut. Jadi ini yang dimandatkan oleh pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, dan ini merupakan bukti baru yang kami ajukan di dalam persidangan untuk memperkuat atau mendukung dalil kami di tingkat banding,” ujar Kharis.
Pihak Muhamad Rudini sendiri menolak menghadiri sidang tambahan ini. Sebelum sidang dimulai, pihak Muhamad Rudini menggelar aksi demonstrasi damai di depan Kantor Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Mereka nilai keputusan tersebut mencederai prinsip finalitas hukum dan membuka peluang ketidakpastian bagi para pihak yang berperkara, sebab perintah pemeriksaan ulang terhadap saksi ahli yang sebelumnya sudah dihadirkan dalam sidang tingkat pertama bertentangan dengan prinsip hukum acara di Indonesia.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang juga diduga telah menyalahgunakan kewenangan dengan mengabulkan permohonan banding secara sepihak. Mereka juga menyebut keputusan ini berpotensi melanggar asas independensi, profesionalitas, dan integritas dalam sistem peradilan dan dapat menjadi preseden buruk bagi Sistem Hukum.
Berdasarkan berbagai kejanggalan tersebut, para demonstran menyampaikan dua tuntutan utama:
Pertama, sidang tambahan di PN Labuan Bajo harus dijadwal ulang dengan menghadirkan saksi ahli dari kedua belah pihak agar adil dan berimbang.
Kedua, Pengadilan Tinggi Kupang harus segera memutus perkara ini tanpa membuka kembali fakta-fakta yang telah dipertimbangkan di tingkat pertama. (334)