Suarakan Isu Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya

isu lingkungan
Musisi-musisi Indonesia mengikuti lokakarya IKILIM untuk menyuarakan krisis iklim global. (fajar)

DENPASAR | patrolipost.com – Musisi-musisi dari berbagai daerah dan genre kembali menggelar lokakarya The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (IKLIM) di Ubud, Gianyar untuk menyuarakan isu lingkungan dan krisis iklim global.

Lokakarya tahun ketiga IKLIM yang digelar selama 5 hari itu diikuti oleh 15 musisi termasuk Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, dan sejumlah musisi lainya.

Bacaan Lainnya

Co-Founder IKLIM Robi Navicula mengungkapkan, melalui IKLIM para musisi ini mendalami berbagai isu tentang krisis iklim yang dipadukan dengan musik, kreativitas, dan refleksi pribadi.

“Dalam serangkaian lokakarya yang digelar selama lima hari ini, para musisi membahas akar penyebab krisis iklim, peran seni dan budaya dalam mendorong aksi, serta merumuskan langkah kolaboratif untuk mendorong perubahan nyata,” jelas Robi saat menggelar konferensi pers di Antida Music, Denpasar, Jumat (27/6/2025) malam.

Robi menambahkan, lokakarya yang diselenggarakan oleh IKLIM  juga mempersatukan para musisi dari berbagai daerah dan lintas genre di Indonesia, termasuk Ave The Artist, Bunyi Waktu Luang, Chicco Jerikho, Egi Virgiawan, Majelis Lidah Berduri, Manja, Peach, Scaller, The Brandals, The Melting Minds, dan Usman and The Black Stones.

Isu yang dibahas anatara lain,  ancaman terhadap kawasan Raja Ampat yang memicu gerakan #SaveRajaAmpat, ekspansi pertambangan nikel di Morowali, deforestasi, hingga ketergantungan Indonesia terhadap batu bara yang masih tinggi.

“Ketidaklayakan lingkungan kita membawa dampak besar ke masalah pangan, kemiskinan dan bahkan isu yang lebih besar seperti perang saat ini, ada kaitannya dengan sumber daya,” kata Robi.

Bagi penyanyi dan penulis lagu ternama Kunto Aji, isu iklim memiliki resonansi yang kuat secara personal.

“Saya tinggal di Tangerang Selatan, dan setiap hari harus menghadapi kualitas udara yang buruk. Saya punya dua anak kecil, dan saya ingin mereka tumbuh dengan udara yang layak, lebih baik dari yang mereka hirup hari ini,” kata Kunto Aji.

“Udara itu kan gratis, tapi kenapa kita nggak bisa menikmatinya dengan baik? Kita tahu penyebab dan solusinya, tapi tidak ada tindakan nyata. Di situlah saya merasa perlu bertanya: sebagai musisi, apa yang bisa saya lakukan?” imbuhnya.

Sedangkan duo asal Purbalingga Sukatani mengungkapkan, menyuarakan isu lingkungan merupakan tugas bersama yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran.

Gitaris band Sukatani Muhammad Syifa Al Lufti atau Alectroguy mengatakan, persoalan lingkungan juga berpengaruh terhadap kreatifitas musisi seperti dirinya.

“Jadi, informasi yang saya serap di sini akan sampai kepada publik melalui karya-karya musik yang ada, sehingga efeknya lebih luas dan menggugah kesadaran publik,” kata Lutfi.

Sebagai bentuk komitmen terhadap keberlanjutan, kegiatan ini ditutup dengan penanaman pohon di Gianyar, Bali. Inisiatif ini menjadi langkah kolektif para musisi untuk mengimbangi jejak emisi karbon yang dihasilkan dari perjalanan dan rangkaian aktivitas selama seminggu penuh.

Lagu-lagu para musisi IKLIM akan direkam dalam album kompilasi yang akan rilis di akhir 2025. Lagu yang dihasilkan menjadi bagian dari kampanye ‘No Music On A Dead Planet’ yang diinisiasi oleh Music Declares Emergency.

Gerakan global ini juga didukung oleh sejumlah musisi dunia seperti Billie Eilish, Massive Attack, dan Tame Impala, yang sama-sama meyakini bahwa musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan urgensi krisis iklim dengan cara yang kreatif, inklusif, dan menggugah. (pp05)

Pos terkait