JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memangil putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka untuk mengklarifiasi soal namanya yang disebut merekomendasikan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dalam pengadaan goodie bag dari bansos Covid-19.
Saat dikonfirmasi, Gibran siap datang jika nantinya dipanggil oleh lembaga yang dikepalai oleh Firli Bahuri tersebut. Hal ini demi penuntasan korupsi bantuan sosial Covid-19.
“Sebagai warga negara yang baik saya siap, itu demi penuntasan kasus bansos ini,” ujar Gibran kepada, Senin (12/12).
Gibran juga membantah mengenai dalam pengadaaan goodie bag atas rekomendasi dirinya terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Sehingga dia mengeluhkan adanya berita yang belum terbukti kebenarannya tersebut.
“Saya tidak pernah memberikan rekomendasi atau ikut campur sedikitpun dalam urusan bansos ini,” tegasnya.
Selain itu, Gibran mengaku masih berpikir untuk menempuh jalur hukum terkait namanya yang disebut oleh salah satu media massa tersebut.
“Lihat saja nanti,” singkatnya.
Sebagai informasi, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos. Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM), dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bansos penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (305/jpc)