BANGLI | patrolipost.com – Menindaklanjuti aspirasi sejumlah warga yang menolak pembangunan resort di areal Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Kintamani, anggota DPRD Bangli meminta klarifikasi pihak Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan pihak investor yakni PT Tanaya Pesona Batur, Selasa (25/7/2023). Pertemuan yang dipimpin Ketua DPRD Bangli, I Ketut Suastika dihadiri pula OPD terkait.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Bali Sulistyo Widodo memaparkan sejarah kawasan hutan di Gunung Batur Bukit Payang ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Hal ini mengacu Keputusan Dewan Raja Raja Nomor 28 Sub B.c.3 dan 4 tanggal 29 Mei 1927.
Kemudian pada 9 Agustus 1933, dilakukan pemancangan batas. Tepat 15 Desember 1933 dilakukan pengukuhan batas dan disahkan oleh Inspektur Kehutanan pada 19 Maret 1934 di Bogor. Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), kawasan HW Gunung Batur Bukit Payang berfungsi sebagai Hutan Wisata pada tahun 1982 seluas 2.075 hektar.
“Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.204/Menhut-IIW2014 Kelompok Hutan Gunung Batur Bukit Payang (RTK.7) di Kabupaten Bangli Provinsi Bali, ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam seluas 2.075 hektar dan kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 453 hektar tepatnya ada tanggal 3 Maret 2014,” jelasnya.
TWA ini adalah kawasan pelestarian alam yang difokuskan untuk kepentingan wisata. Salah satunya dengan membuka investasi sesuai dengan P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019.
Terkait pihak PT Tanaya Pesona Batur yang akan melakukan investasi di wilayah tersebut, Sulistyo Widodo mengatakan jika perusahaan tersebut telah mengajukan dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan, sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami juga berpesan kepada perusahaan, untuk memikirkan masyarakat sekitar melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan suatu kewajiban harus dipenuhi, terkait dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan,” ungkapnya.
Sementara Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kintamani, Balai KSDA Bali, Made Budi Adnyana Putra menerangkan, secara aturan masyarakat boleh memanfaatkan kawasan konservasi secara terbatas. Namun tidak dibolehkan menduduki kawasan hutan.
“Karena ada keterlanjuran dan karena ada PT yang mengajukan permohonan izin di ruang usaha yang sudah ditetapkan di dokumen pengelolaan, kami selaku pengelola menyarankan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang ada di situ. Salah satunya menyarankan lahan pertanian yang menyebar agar dijadikan satu hamparan,” sebutnya.
Sementara Direktur PT Tanaya Pesona Batur, Ida Bagus Putu Agastya menyampaikan bahwa, sesuai izin yang diterbitkan total luas 85,66 hektar. Dari izin 85,66 hektar hanya 10 persen yang bisa dimanfaatkan untuk sarana usaha. Sedangkan sisanya tidak boleh dibangun, wajib dijaga, dan dipertanggungjawabkan oleh pemegang izin.
Kemudian, lahan 85,66 hektar lokasinya terbagi di beberapa titik, salah satu lahan seluas 22 hektare. Lokasi/titik ini yang dibangun.
“Pembangunan dilaksanakan secara bertahap, yang mana progress pertama yang akan dibangun berlokasi di lahan seluas 22 hektar, yang ditempati masyarakat,” sebutnya.
Mengacu data BKSDA, kata IB Agastya, lahan pertanian di kawasan konservasi digarap oleh 47 KK. Diakui untuk pengembangan kawasan tersebut pihaknya sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat. Dari jumlah tersebut 85 persen sudah setuju dan mendatangani perjanjian kerjasama (PKS).
Pihaknya akan menyiapkan lahan pertanian yang baru untuk warga. Lokasi pembuatan lahan pertanian berada di lahan seluas 22 hektare itu.
“Dulu lahan pertanian kan mencar-mencar, sekarang kita kelompokkan menjadi satu kawasan. Untuk luasan lahan masing-masing warga, kami sesuaikan dengan kondisi lahan di lapangan,” terangnya.
Dalam pembangunan eco park, Bagus Agastya menegaskan pihaknya memprioritaskan penyiapan lahan pertanian untuk warga. Upaya ini sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat.
Disinggung terkait permukiman, pihaknya dalam hal ini tidak merelokasi pemukiman warga. Sebab, sesuai aturannya kawasan konservasi tidak diperuntukkan sebagai pemukiman.
“Kami tidak merelokasi pemukiman. Karena sesuai aturannya, itu bukan tempat untuk pemukiman. Tapi kami akan membuat sarana UMKM untuk masyarakat yang terdampak. Begitupun masyarakat tersebut kami prioritaskan sebagai tenaga kerja,” bebernya.
Terkait permintaan masyarakat untuk menghentikan sementara pekerjaan alat berat sampai ada kesepakatan, Ida Bagus Agastya menegaskan pihaknya tetap akan melanjutkan pekerjaan. Sebab apa yang dikerjakan saat ini adalah menyiapkan lahan pertanian tanpa mengganggu pekerjaan petani.
Setelah lahannya jadi, selanjutnya kami akan meminta mereka pindah ke lahan pertanian baru. Namun demikian pihaknya akan memindahkan setelah mereka panen kali ini. ”Nantinya kami akan mengedukasi mereka juga, agar menjadi eco wisata,” ucapnya.
Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika menyampaikan bahwa DPRD Bangli kembali akan menjadwalkan pertemuan selanjutnya pada pekan depan.
“Kami akan menghadirkan seluruh pihak terkait, baik dari masyarakat, BKSDA, hingga PT TPB. Pada pertemuan selanjutnya kami harapkan ada titik temu,” harap Ketut Suastika. (750)