JAKARTA | patrolipost.com – Mahkamah Agung (MA) akan melakukan pemberhentian sementara terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati setelah menyandang status tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diduga, Sudrajad menerima suap senilai Rp 800 juta terkait pengurusan perkara di MA.
“Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kalau atau jika aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka MA mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut guna mengahadapi pemeriksaan dengan sebaik-baiknya,” kata Ketua Kamar Pengawasan MA, Zahrul Rabain di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (23/9).
MA, kata Zahrul, menyerahkan sepenuhnya kepada KPK terkait proses hukum Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Dia mengharapkan, proses hukum tersebut mengedepankan asas hukum praduga tidak bersalah.
“Menyerahkan sepenuhnya proses ini kepada KPK untuk menyelesaikannya secara hukum, tentu saja dengan mengemukakan asas praduga yang tidak bersalah sesuai dengan asas hukum pemeriksaan kita,” ucap Zahrul.
Meski demikian, MA merasa sangat prihatin atas terseretnya Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus dugaan suap. Namun, MA mengapresiasi sikap KPK yang melakukan pembersihan di lingkungan MA.
“Kami mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh KPK, yaitu dalam rangka membersihkan aparatur di lingkungan peradilan yang merupakan visi MA. Dimana MA berusaha selama ini dan tidak henti-hentinya meningkatkan kredibilitas daripada aparatur pengadilann,” tegas Zahrul.
Dia pun memastikan akan membantu KPK dalam mengusut kasus ini. Bahkan, membantu KPK untuk mengumpulkan bukti dugaan suap pengurusan perkara tersebut.
“Kami akan mendukung hal ini, akan memberikan segala sesuatu yang barang kali dibutuhkan oleh KPK di dalam menuntaskan kasus ini. Kami akan memberikan data-data atau apa yang dibutuhkan oleh KPK,” ujar Zahrul.
KPK sebelumnya telah menetapkan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Diduga, Sudrajad menerima suap senilai Rp 800 juta melalui hakim yustisial atau panitera pengganti MA, Elly Tri Pangestu.
Selain Sudrajad, KPK juga turut menetapkan Elly Tri Pangestu dan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Ke delapan orang itu di antaranya Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Perkara ini terkait dugaan suap pengurusan perkara perdata berupa kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Permohonan kasasi itu bermula dari pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko kepada Desy sebesar SGD 202.000 atau senilai Rp 2,2 miliar. Kemudian oleh Desy Yustria membagi lagi, dengan pembagian, Desy menerima sekitar 250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar Rp 850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar Rp 100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.
Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (305/jpc)