LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pengoperasian tempat usaha campur beton (Batching Plant) milik UD Gunung Sari yang berlokasi di RT 11 RW 006, Dusun Kaper, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diketahui tidak mengantongi izin alias ilegal.
Sebelumnya sejumlah warga RT 11 dan 12 RW 006 Dusun Kaper mengeluhkan pengoperasian Batching Plant milik UD Gunung Sari ini. Warga mengeluhkan polusi udara yang dihasilkan serta kebisingan mesin produksi. Warga juga menyayangkan perihal pemberian izin beroperasinya Batching Plant ini di tengah pemukiman warga.
“Sangat menganggu, polusi udara yang ditimbulkan itu sangat mengganggu kesehatan. Debu itu dibawa angin sampai ke rumah kami. Termasuk juga sampai ke area SDN Kaper. Belum lagi dengan kebisingan suara mesinnya. Usaha seperti ini seharusnya tidak boleh berada di tengah pemukiman warga. Sangat miris tatkala Labuan Bajo dengan menyandang predikat destinasi super premiumnya justru membiarkan izin usaha seperti ini ada sekitar rumah – rumah warga,” ujar Yohanes, warga setempat.
Izin pengoperasian juga dipertanyakan oleh Selus, warga RT 12 RW 006 Dusun Kaper. Selus mempertanyakan proses perizinan yang tidak pernah melibatkan warga sekitar.
“Kita juga tidak tau soal perizinannya, apakah memang ada atau tidak, tapi seharusnya sebelum izin itu keluar pasti ada persetujuan juga dari masyarakat sekitar. Selama ini kami juga tidak pernah diminta soal itu. Tau taunya terima debu,” ujar Selus.
“Alat itu beroperasi baru di tahun 2019, kami sudah 11 tahun tinggal di sini tapi tidak pernah dapat panggilan untuk ikut rapat bahas lingkungan soal tempat itu, saya tidak tau yang lain mungkin. Karena setahu saya warga sekitar harus dihadirkan waktu pembahasan terkait izin lingkungannya,” lanjutnya.
Meski belum mengangongi izin pengoperasian Batching Plant dari DPMPTSP Provinsi NTT, Batching Plant ini diketahui telah beroperasi sejak tahun 2019. Penelusuran media ini, UD Gunung Sari selaku pengelola hanya mengantongi Izin Prinsip Lokasi (IPL) dari Dinas PUPR Mabar pada tahun 2018 dengan lokasi tersebut berada pada kawasan dengan fungsi peruntukan perumahan kepadatan sedang dan Izin Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan kebersihan Mabar pada tahun 2019.
Terkait hal ini Kepala Seksi Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Manggarai Barat, Stefanus E Syukur menjelaskan, izin prinsip pemanfaatan ruang bagi Batching Plant tersebut tidak menyalahi aturan yang ada. Pembangunan Batching Plant sudah sesuai dengan Perda No 9 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat
“Kalau dari tata ruang tidak masalah karena dari sisi aturan disana tidak dilarang untuk mendirikan batching plant. Pada Perda yang lama kawasan di sana masuk zona pemukiman perkotaan, sedangkan kalau sesuai aturan Perbup yang baru masuk dalam zona pemukiman kepadatan sedang,” ujarnya, (28/4/2021) lalu.
Selain itu Stefanus juga menambahkan pada Perda No 9 Tahun 2012 belum detail diatur terkait sistem zonasi pemukiman.
“Pada Perda lama tidak detail tentang sistem zonasi. Apakah ini (lokasi batching plant) harus ada Izin terbatas atau bersyarat dulu itu tidak ada. Sehingga Kami berpikir kemarin itu pengolahan batu, yah kami berpikir yang penting masyarakat sekitar terima, tapi kami tidak merekomendasikan boleh membangunan. Rekomendasi kami hanya soal peruntukan tata ruang, boleh dibangun apa? Dari segi pemanfaatan tata ruangnya boleh atau tidak. Tapi kalau untuk membangun dia harus lengkapi dulu izin lainnya, termasuk izin lingkungan,” jelasnya.
Namun dalam Perbup No 10 tahun 2020 tentang Ketentuan Pemanfaatan Ruang dan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Kabupaten Manggarai Barat tertanggal 5 Februari 2020, pada sub zona perumahan dengan kepadatan rendah, sedang maupun tinggi peruntukan pemanfaatan ruang tidak diperbolehkan untuk melajukan kegiatan aktivitas industri dan pertambangan, baik pertambangan Mineral Logam, Mineral non Logam dan Batuan.
Terkait izin lingkungan yang juga sudah dikantongi, Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Mabar, Bona Ardin menjelaskan, penerbitan izin lingkungan dilakukan setelah izin prinsip pemanfaatan ruang telah dikeluarkan oleh dinas PUPR Mabar. Selanjutnya dalam dokumen lingkungan telah memuat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pengelola, termasuk meminimalisir polusi yang dihasilkan serta kebisingan suara mesin yang dihasilkan.
“Di IPPRnya itu dari tata ruang boleh dilakukan kegiatan bartching plan di situ hanya nanti terkait dampak lingkungan itu ada didokumen misalnya ada dampak debu pasti yang dilakukan harus ada tindakan penyiraman,” ujarnya.
Namun meski telah mengantongi IPL dan Izin Lingkungan, terkhusus Pengoperasian Batching Plant ataupun AMP di wilayah Kabupaten Manggarai Barat haruslah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUPOPK) untuk Pengolahan dan Pemurnian Batuan. Izin ini dikeluarkan oleh Dinas Pananaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meskipun UD Gunung Sari diketahui izin IUP OPK untuk area lokasi di Warloka namun oleh pengelola izin tersebut digunakan untuk pengoperasian batching plant yang ada di Dusun Kaper, Desa Golo Bilas.
Saat dikonfirmasi terkait pemberian izin pengoperasian Batching Plant ini, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Timur, Yusuf A Adoe SE MT menyampaikan selaku salah satu instansi terkait dalam hal memberikan rekomendasi kepada Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi NTT, pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi penerbitan izin usaha pertambangan Operasi Produksi Batuan (IUP OP) dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) Pengolahan dan Pemurnian Batuan kepada UD Gunung Sari dengan peruntukan lokasi di dusun Kaper, Desa Golo Bilas.
“Sesuai rekomendasi dan surat tembusan yang kami peroleh dari DPMPTSP Provinsi, izin IUP OPK untuk Pengolahan dan pemurnian batuan telah diberikan kepada UD Gunung Sari, dan izin tersebut sudah terbit nomor : 540/151/DPMPTSP/2019 tanggal 3 desember 2019 yang berlokasi di Warloka, Kecamatan Komodo. Kalau lokasi diluar itu tidak ada,” ujarnya.
Selain itu Yusuf menambahkan, dalam izin IUP OP milik Gunung Sari tersebut, Gunung Sari menjalin kerjasama dengan pemasok material yang juga memiliki izin IUP OP yakni Yohanes yang berlokasi di Roang, Desa Golo Pongkor. Untuk pemurnian material ini jelasnya haruslah dilakukan di Warloka sesuai dengan izin yang diberikan kepada UD Gunung Sari.
“Lokasi IUP OP pemurnian adanya di Desa Warloka sementara di halaman kedua memberikan izin usaha pertambangan operasi khusus pengolahan pemurnian batuan kepada UD Gunung Sari dengan asal komoditi IUP OP atas nama Yohanes dengan alamatnya di Roang, Desa Golo Pongkor. Jadi kerjasama antara GS dan Yohanes itu, Yohanes mendistribusikan material ke UD Gunung Sari yang ada di Warloka. Sehingga diproduksi di sana (Warloka), tapi kalau mesinnya ditaruh di Golo Bilas, itu yang kami tidak tau,” ujarnya.
Sementara itu, media ini telah berusaha menghubungi pemilik UD Gunung Sari yakni Heribertus Terisno atau biasa disapa Heri Piao terkait kepemilikan izin IUP OP bagi usaha batching Plant yang berlokasi di Dusun kaper tersebut, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat jawaban dari yang bersangkutan. (334)