DENPASAR | patrolipost.com – Dewan Pers menerima sekitar 300 aduan terkait pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ) setiap tahunnya. Bahkan hingga Agustus 2019 ini, Dewan Pers sudah menerima lebih dari 200 aduan.
Demikian disampaikan Ketua Komisi Pendataan dan Riset Dewan Pers Ahmad Djauhar, saat menyampaikan materi “Mengulik Kode Etik Jurnalistik” pada acara Workshop dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), di Kampus LSPR Bali, kawasan Renon, Denpasar, Bali, Rabu (21/8).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh London School of Publik Relations (LSPR) Bali dan ASEAN Public Relations Network (APRN) berkolaborasi dengan Lembaga Penguji Kompetensi Wartawan (LPKW) LSPR. Kegiatan ini diikuti 24 wartawan dari 13 media massa di Bali, baik media cetak maupun elektronik.
“Banyak sekali pengaduan ke Dewan Pers, terkait pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Setiap tahun rata – rata kita menerima 300 aduan,” jelas Ahmad Djauhar.
Menurut dia, jumlah aduan tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan aduan serupa di negara lainnya. Di Eropa misalnya, rata-rata pengaduan terkait pelanggaran Kode Etik Jurnalistik sekitar dua atau tiga kasus saja dalam setahun.
“Kalau di Taiwan, jumlahnya sekitar 10 sampai 15 aduan per tahun. Jadi di luar negeri, jumlah aduan sangat minim,” tandas Ahmad Djauhar.
“Bandingkan dengan aduan yang diterima oleh Dewan Pers, yang jumlahnya mencapai 300 aduan tiap tahun. Jadi kita seperti minum obat, tiap hari membuat panel untuk minimal dua sidang ajudikasi,” imbuh pria kelahiran 4 Mei 1963 ini.
Mencermati hal tersebut, Ahmad Djauhar kembali mengingatkan wartawan agar selalu berpegang pada Kode Etik Jurnalistik dalam menulis berita. Dewan Pers sendiri, kata dia, berusaha keras agar kasus – kasus yang terkait pelanggaran Kode Etik Jurnalistik cukup diselesaikan di Dewan Pers.
“Tidak boleh yang namanya wartawan dipenjara karena pidana umum. Sengketa pers harus diselesaikan di Dewan Pers. Dan Dewan Pers selalu berupaya agar kasus – kasus yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, jangan sampai dibawa ke pengadilan umum,” pungkas Ahmad Djauhar. (son)