JAKARTA | patrolipost.com – Sesuai keputusan Rapat Pimpinan Majelis Ulama Indonesia yang dilakukan, Selasa (8/9/2020), MUI secara resmi menyatakan menolak program penceramah bersertifikat yang dirancang Kementerian Agama Indonesia.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MUI pusat, Muhyiddin Junaidi yang tertuang dalam Pernyataan Sikap MUI Nomor Kep-1626/DP MUI/IX/2020, Selasa (8/9/2020).
Muhyiddin menegaskan bahwa rencana program penceramah bersertifikat telah menimbulkan kegaduhan, kesalahpahaman dan kekhawatiran akan adanya intervensi pemerintah pada aspek keagamaan di Indonesia. Ia menyatakan, potensi intervensi itu dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam.
“Berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan,” kata Muhyiddin.
Muhyiddin menyatakan MUI dapat memahami pentingnya program peningkatan kompetensi bagi para dai atau mubalig untuk meningkatkan wawasan keagamaan. Terlebih lagi, saat ini materi keagamaan kontemporer seperti ekonomi Syariah, bahan produk halal, wawasan kebangsaan sangat penting untuk dipahami.
Meski demikian, Ia lantas menyarankan agar program tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan hal tersebut. Termasuk diantaranya oleh MUI dan ormas/kelembagaan Islam lainnya.
“Menghimbau kepada semua pihak agar tidak mudah mengaitkan masalah radikalisme dengan ulama, dai/muballigh dan hafizh serta tampilan fisik (performance) mereka, termasuk yang lantang menyuarakan amar makruf nahi munkar bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Muhyiddin.
Diketahui, wacana program sertifikasi penceramah sempat diwacanakan oleh Menteri Agama Fachrul Razi di akhir tahun 2019. Kemenag sendiri akan menerapkan program tersebut di bulan September 2020 ini dengan menargetkan 8.000 penceramah bersertifikat untuk tahap awal.
Dirjen Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin menjelaskan program penceramah bersertifikat yang akan digulirkan Kemenag berbeda dengan program sertifikasi profesi.
“Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin turut memastikan penceramah yang tak memiliki sertifikat dari program tersebut masih tetap diperbolehkan berceramah di tempat-tempat ibadah seperti biasa. (305/prc)