TAHERAN | patrolipost.com – Menjadi serangan langsung pertama Republik Islam terhadap Israel, Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal ke negara Yahudi tersebut pada Sabtu malam.
Dilansir dari The Guardian, Minggu (14/4), hal ini memunculkan perang bayangan selama bertahun-tahun dan mengancam akan menyeret wilayah tersebut ke dalam konflik yang lebih luas.
Israel, dengan bantuan sekutu utama Barat termasuk AS, Inggris dan Yordania, mengklaim telah mencegat sekitar 99 persen peluncuran selama serangan massal tersebut.
Mereka juga menambahkan bahwa beberapa rudal balistik telah mencapai Israel, merusak pangkalan udara utama Nevatim di wilayah selatan Israel yang tetap beroperasi.
Ketika dewan keamanan PBB bersiap untuk mengadakan sesi darurat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan lebih dari 350 rudal diluncurkan selama serangan dari Iran, Lebanon, Suriah dan Yaman, dan menyebut tingkat intersepsi tersebut sebagai keberhasilan strategis yang signifikan.
Mengomentari tanggapan Israel terhadap serangan tersebut, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menulis di X,
“Kami mencegat, kami memukul mundur, bersama-sama kami akan menang.”
“Serangan Iran berhasil digagalkan, tidak ada drone atau rudal jelajah yang memasuki wilayah Israel, dan hanya beberapa rudal balistik yang mencapai Israel,” kata juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari dalam pernyataan yang disiarkan televisi.
Meskipun Israel berupaya membuka kembali wilayah udaranya, para pejabat mengatakan insiden tersebut belum berakhir.
Hingga Minggu pagi, para pejabat Israel mengindikasikan belum ada keputusan yang diambil mengenai tanggapan Israel terhadap serangan Iran.
Seorang pejabat mengatakan setiap kemungkinan tanggapan akan dibahas pada pertemuan kabinet perang.
Picu Perang Dunia III
Sistem anti-rudal beroperasi setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke arah Israel, seperti yang terlihat dari Ashkelon, Israel pada Minggu 14 April 2024.
Sistem anti-rudal beroperasi setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke arah Israel, seperti yang terlihat dari Ashkelon, Israel pada 14 April.
Israel yang menyerang Kedubes Iran di Damaskus, Syria pada 1 April 2024, dibalas oleh Iran melalui serangan udaranya pada Minggu (14/4). Iran mendasarkan diri pada hak untuk membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.
Diketahui, konsep tersebut merupakan konsep yang sama yang digunakan oleh Israel saat menyerang Hamas di Gaza hingga saat ini. Terkait hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana menyampaikan, eskalasi tersebut bukan tidak mungkin memicu Perang Dunia III.
Pasalnya, Amerika Serikat (AS) sudah membuat pernyataan akan berada di belakang Israel. Bila AS tetap membantu Israel dalam serangan balasan ke Iran, bukan tidak mungkin negara-negara lain seperti Korea Utara dan Rusia akan membantu Iran.
“Perang di Timur Tengah akan bereskalasi yang menjurus pada terjadinya Perang Dunia Ketiga yang tentunya akan merugikan seluruh umat manusia,” kata Hikmahanto melalui keterangan tertulisnya.
Menghadapi situasi ini, Hikmahanto menyampaikan, pemerintah Indonesia perlu untuk turun tangan untuk memastikan agar serangan bisa dihentikan, termasuk serangan ke Gaza oleh Israel.
Menurutnya, ada empat upaya yang bisa dilakukan untuk menghentikan perang makin membesar. Pertama, meminta Dewan Keamanan PBB untuk melakukan sidang darurat atas tindakan Israel.
“Pemerintah Indonesia harus meminta Dewan Keamanan PBB untuk melakukan sidang darurat atas serangan Israel ke Kedubes Iran. Bila perlu berinisiatif membuat Resolusi Majelis Umum yang mengutuk tindakan Israel,” tegas Hikmahanto.
Kedua, melakukan shuttle diplomacy ke AS beberapa negara Eropa untuk tidak mendukung tindakan salah dari Israel. Negara-negara adidaya tersebut diminta memberi contoh agar negara-negara tunduk pada hukum internasional.
Ketiga, mendorong rakyat dan pemerintahan dunia agar rakyat dan oposisi di Israel untuk menurunkan PM Netanyahu. “Mengingat serangan ke Gaza maupun Iran hanya bisa dihentikan oleh siapapun yang menjabat sebagai perdana menteri dan tidak dijabat oleh Benjamin Netanyahu,” pungkasnya. (305/jpc)