JAKARTA | patrolipost.com – Riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengungkap potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa dan salatan Pulau Bali. Apakah kita siap menghadapinya? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjawabnya.
“Justru itu, kita perlu mengedukasi masyarakat bahwa ancaman itu ada di selatan Jawa, selatan Bali, dan seterusnya (zona megathrust dari Sumatera hingga kepulauan Nusa Tenggara),” kata Kepala Pusat Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, Jumat (25/9/2020).
Permodelan kebencanaan yang dibikin ITB mensimulasikan gempa bermagnitudo (M) 9,1 dari dua segmen. Gempa itu menghasilkan gelombang tsunami yang tinggi. Itu adalah kemungkinan terburuk supaya kita bersiap.
“Skenario terburuk adalah skenario terbaik untuk upaya mitigasi. Jangan sampai yang disimulasikan adalah skenario dengan potensi ancaman paling kecil. Justru nanti malah tidak siap,” kata Rahmat.
Di sisi lain, Rahmat melihat infrastruktur penanggulangan bencana masih kurang ideal sampai dengan saat ini, khususnya tempat penampungan evakuasi. Bangunan penampungan evakuasi juga harus dibikin dengan konstruksi tahan gempa.
“Kita bisa lihat bersama, di selatan Jawa shelter untuk evakuasi masih sangat kurang. Mestinya ini juga harus disiapkan. Rambu-rambu arah evakuasi juga harus disiapkan,” sorot Rahmat.
Untuk kesiapan BMKG sendiri, Rahmat menyatakan tugas lembaganya memang memberikan informasi dan peringatan dini. Bukan hanya di selatan Jawa, tapi juga di seluruh Indonesia.
“Di seluruh wilayah yang rawan tsunami, kita sudah siapkan semua. Perangkat informasi dan peringatan dini sudah kita pasang ke seluruh BPBD daerah rawan tsunami,” kata dia.
Saat ini, BMKG menggunakan warning receiver system generasi baru yang bisa cepat menyebarkan informasi dari BMKG ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), secara langsung (real-time). Ada pula media sosial hingga televisi yang juga dimanfaatkan BMKG untuk mendiseminasi informasi kebencanaan. Semua pengguna frekuensi radio komunikasi juga bisa mendapat informasi dari BMKG.
“Itu upaya kita, baik ada hasil penelitian (dari ITB) ataupun tidak, kami tetap menyiapkan semua itu,” kata Rahmat.
Pada 6 Oktober nanti, BMKG akan menggelar acara bertajuk ‘Indian Ocean Wave Exercise 20 (IOWave20)’, isinya adalah simulasi gempa bumi. Acara rutin ini sudah direncanakan sejak 2019 sebelum ada pandemi, sedianya bakal melibatkan banyak orang di lapangan. Namun, gara-gara ada pandemi Covid-19, acara akan dibikin sebagai geladi ruang.
“Kita akan uji komunikasi, karena sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS/Indonesia Tsunami Early Warning System) perlu diuji. Kita uji diseminasinya, termasuk dengan media, kita sudah pasang perangkatnya,” kata dia.
Acara melibatkan banyak negara yang berpotensi kena dampak tsunami Samudera Hindia. Dalam hal ini, BMKG bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD, hingga media-media di berbagai daerah.
“Kita sampaikan skenarionya, nanti pukul 10.00 WIB pagi ada gempa bermagnitudo (M) 9,1. Kemudian kita membuat modeling daerah mana saja yang terdampak. Pukul 10.02 WIB kami memberi informasi pendahuluan, empat menit kemudian kita keluarkan peringatan dini tsunami. Beberapa daerah mendapatkan peringatan awas, siaga, dan waspada,” tutur Rahmat.
Sebelumnya, ITB menyampaikan hasil risetnya. Tsunami diperkirakan terjadi disepanjang pantai selatan Jawa Barat hingga Jawa Timur. Riset ini juga memakai data dari BMKG dan GPS.
Peneliti ITB Sri Widiyantoro menjelaskan tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur, tinggi maksimum rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa jika terjadi bersamaan.
Berdasarkan permodelan skenario kebencanaan yang dibikin para ilmuwan ITB, tsunami besar itu terjadi bila segmen-segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan. (305/dtc)