BANJARMASIN | patrolipost.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan banjir yang menerjang Provinsi Kalimantan Selatan karena adanya curah hujan yang tinggi. Dia menyebut, selama 10 hari tanah Borneo itu diterjang hujan yang deras. Sehingga mangakibatkan daya tampung sungai Barito tidak mencukupi.
“Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota,” ujar Jokowi dalam kunjungannya ke Kalimantan Selatan, Senin (18/1).
Presiden Jokowi juga mengatakan sudah lebih dari 50 tahun tidak ada banjir besar di Kalimantan Selatan. Kini air sungai meluap sehingga banjir melanda 10 kabupaten dan kota.
“Banjir di Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan,” katanya.
Sementara terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono mengeluhkan kedatangan Jokowi tersebut yang menyalahkan curah hujan dan sungai. “Ya kalau hanya sekadar menyalahkan curah hujan, mending enggak usah ke sini (Kalimantan Selatan-Red),” kata Kisworo kepada JawaPos.com.
“Jadi kalau hanya menyalahkan curah hujan, sangat kecewa saya. Seharusnya Jokowi ke sini bukan hanya sekadar menyalahkan hujan dan sungai,” tambahnya.
Kisworo mengatakan, Kalimantan Selatan yang luasanya mencapai 3.7 juta hektare sebanyak 50 persennya sudah dipakai untuk tambang. Kemudian 33 persen hutan di sana sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit. “Jadi ini daya tampung lingkungan di Kalsel sudah rusak,” katanya.
Oleh sebab itu, Kisworo menuturkan, banjir tersebut akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo itu. Karena hutan-hutan sudah beralihfungsi menjadi tambang dan perkebunan sawit. “Ini darurat tata ruang dan darurat bencana ekologis. Nah ini kejadian, gambut itu kan meresap air. Sehingga tata kelola air rusak,” tegasnya.
Oleh sebab itu Walhi mendesak pemerintah dan juga pemerintah daerah untuk mengundang para perusahaan pemilik tambang dan kelapa sawit untuk duduk bersama. Hal itu dilakukan untuk mereka bertanggung jawab banjir di Kalimantan Selatan ini.
“Mengundang semua pemilik perusahaan tambang dan sawit dialog terbuka di hadapan rakyat dan masyarakat sipil. Supaya kita tahu permasalahan dan solusinya bagaimana,” ungkapnya. (305/jpc)