JAKARTA | patrolipost.com – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Fadli Zon mengusulkan agar nama Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) diganti menjadi Provinsi Minangkabau. Usulan itu disampaikan Fadli lewat akun twitternya @fadlizon, Rabu (23/9). Fadli mengatakan usulan itu merespons perdebatan di publik terkait kesan keraguan dukungan Sumbar pada Pancasila.
“Beberapa minggu lalu Provinsi Sumatera Barat menjadi topik hangat setelah muncul kesan diragukan dukungannya pada Negara Pancasila. Perdebatan itu menimbulkan polemik. Saya mengusulkan agar Provinsi Sumatera Barat diganti nama saja menjadi Provinsi Minangkabau,” kata Fadli
Ia mengatakan, wacana mengubah nama Sumbar menjadi Minangkabau itu sebenarnya bukan hal baru, bahkan sudah muncul sejak 1970-an. Namun gagasan itu kini semakin relevan.
“Nama Minangkabau memang jauh lebih tepat dipakai jika ditinjau dari sisi sejarah dan kebudayaan. Apalagi, secara demografis, 88,35 persen masyarakat yang hidup di Sumatera Barat memang berasal dari etnis Minangkabau,” ucap Fadli.
Meski demikian, Anggota DPR RI ini menyatakan usulan perubahan tersebut bukan didorong sentimen etnisitas yang dangkal. Sebab, kata dia, nama Aceh, Papua, atau Bali, juga sejak lama telah digunakan sebagai nama provinsi.
“Itu ada hubungannya dengan keistimewaan sejarah, budaya, dan identitas yang melekat pada etnis bersangkutan. Saya menilai, masyarakat Minangkabau juga layak mendapatkan kehormatan serupa itu,” kata dia.
Jika diuraikan, ia menjelaskan setidaknya ada beberapa alasan utama mengapa nama Minangkabau pantas digunakan untuk menggantikan nama Sumatera Barat.
Pertama, nama Minangkabau lebih mewakili identitas, kebudayaan, serta kesejarahan masyarakat yang ada di Sumatera Barat. Jadi, kata dia, bobot nama Minangkabau jauh lebih besar dibanding nama Sumatera Barat.
“Sebab, kalau kita bicara Minangkabau, maka tarikan sejarahnya merentang hingga jauh ke belakang, jauh sebelum Indonesia lahir. Sementara, kalau kita bicara Sumatera Barat, asosiasinya hanya terkait wilayah administratif saja,” ucap dia.
Kedua, ia mengatakan daerah Minangkabau punya posisi dan pengaruh politik istimewa terhadap sejarah pembentukan Republik Indonesia. Ia menyebut, salah seorang penggagas Republik pada tahun 1925 adalah orang Minang yaitu Tan Malaka.
“Di ranah Minang pernah berdiri Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin Mr. Sjafruddin Prawiranegara, dengan Bukittinggi sebagai ibukotanya,” ucap dia.
Alasan ketiga, terkait besarnya kiprah orang Minangkabau dalam sejarah Republik. Ia mencontohkan di bidang politik, peran dan dominasi orang Minang dalam masa pergerakan kemerdekaan Indonesia tidaklah terbantahkan, terutama dalam periode 1920-an hingga 1960-an.
Keempat, ia menyebut, orang Minangkabau memiliki sumbangan besar terhadap pembentukan bahasa persatuan. Apa yang hari ini kita sebut sebagai sastra Indonesia, kata Fadli, dipelihara dan dikembangkan pada awal abad ke-20 dengan dominasi oleh orang-orang Minang.
Mengingat kesejarahan itu, ia bahkan mengatakan Pemerintah sebenarnya pantas untuk mempertimbangkan Minangkabau menjadi daerah istimewa, sama seperti halnya Aceh, Papua, dan Yogyakarta.
“Tapi, untuk tahap awal, saya kira usul perubahan nama Sumatera Barat menjadi Minangkabau ini perlu didahulukan.
Diketahui, sebelumnya polemik Sumbar dan Pancasila berawal dari ucapan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Dalam pernyatannya, Puan mengungkapkan harapan agar Sumbar menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila
Hal itu ia sampaikan saat mengumumkan pasangan bakal calon kepala daerah yang didukung PDIP di Pilkada Serentak 2020.
Puan tak menjelaskan maksud pernyataan tersebut. Ia hanya mengumumkan dukungan PDIP untuk Mulyadi-Ali Mugni.
“Untuk Provinsi Sumatra Barat, rekomendasi diberikan kepada Ir Mulyadi dan Drs H Ali Mukhni. Merdeka! Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan dalam acara yang digelar DPP PDIP secara virtual, Rabu (2/9).(305/cnc)