SINGARAJA | patrolipost.com – Masih tingginya angka stunting di Indonesia yakni di angka 24,4 persen dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen membuat semua pihak bekerja keras untuk menekan angka tersebut hingga ke paling rendah. Langkah itu juga dilakukan Pemkab Buleleng melalui instansi terkait.
Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Bahkan diakibatkan oleh tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah sehingga pada saat hamil menghasilkan anak stunting.
Kondisi penyebab stunting tersebut diungkap saat Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana SP menggelar sosialisasi soal stunting di hadapan masyarakat dua desa di Kecamatan Busungbiu Kabuapten Buleleng yakni Desa Titab dan Desa Telaga. Hadir Wabup Buleleng Nyoman Sutjidra serta dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ari Dwi Kora Tono Ak MEcdev.
Acara yang digelar di GOR Desa Titab itu dihadiri ratusan masyarakat yang diundang mengikuti kegiatan Kariyasa yang berbicara soal stunting dan penyebabnya. Namun demikian dua desa yang disasar Kariyasa tidak ditemukan ada kasus stunting.
Dalam penjelasannya Kariyasa mengatakan, perhatian terhadap stunting merupakan salah satu program Presiden Joko Widodo sehingga semua kementerian ikut memperhatikan dan menganggarkan sebagai langkah pencegahan. Secara nasional kasus stunting angkanya 24 persen .
“Pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi hingga 14 persen pada tahun 2024. Sebab itu kita harus menurunkan prevalensi sebesar 10,4 persen dalam 2,5 tahun ke depan, yang tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya,” kata dia.
Menurutnya angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen, atau menurun 6,4 persen dari angka 30,8 persen pada 2018. Dan target penurunan stunting hingga tahun 2024 menjadi 14 persen. Sementara angka stunting di Bali masih di bawah angka 10 persen.
“Angka di bawah 10 persen masih bagus hanya saja kita di Bali tak boleh lengah dan tetap waspada karena sunting itu cukup berbahaya. Terlebih Bali merupakan daerah pariwisata, dan faktor kesehatan menjadi masalah utama sehingga imej kesehatan ini akan berpengaruh terhadap Bali secara keseluruhan,” kata Kariyasa.
Untuk itu Kariyasa mengaku keliling Bali dengan menggandeng Kementerian Kesehatan dan BKKBN sesuai dengan kapasitas kerja di Komisi IX. Kendati di dua desa yang sedang disasar sosialisasi stunting tidak ditemukan kasus stunting namun beberapa desa di Kecamatan Seririt ditemukan kasus stunting cukup tinggi.
“Ada desa berada di angka 22 persen, nah ini harus menjadi perhatian juga,” ujarnya.
Sementara itu Inspektur Utama BKKN Ari Dwi Kora Tono mengatakan, untuk target penurunan angka stunting di angka 14 persen, maka dalam waktu 3 tahun target itu harus dikejar. Kendati terjadi penurunan kasus stunting, namun dia menyebut penurunan tersebut cukup lambat. Terlebih standar WHO menyebutkan negara dengan angka stunting di atas 20 persen kondisi kesehatan negeri tersebut perlu perhatian.
“Sehingga presiden memiliki target di tahun 2024 yang berarti akhir masa RPJMN, akhir masa sebagai presiden angka stunting bisa turun ke angka 14 persen secara nasional,” katanya.
Sementara di Bali kata dia, angkanya masih cukup bagus berada di bawah 10,9 persen.Hanya saja ada kabupaten di Bali yang memiliki angka stunting cukup tinggi yakni 22 persen.
”Buleleng angkanya rendah hanya 8 sekian persen. Nah ini harus tetap dilakukan langkah pencegahan karena akan menyangkut kualitas sumber daya manusia. Kepala BKKBN menyebut program superprioritas karena menyangkut capital modal bangsa yakni SDM yang berkualitas,” tandasnya. (625)