BANGLI | patrolipost.com – Langkah menekan angka kebocoran dan mengoptimlakan pemungutan retribusi masuk objek wisata Kintamani, Badan Pengelola Pariwisata Batur Unesco Global Geopark (BUGG), merencanakan untuk menambah loket pungutan retribusi. Sementara untuk loket pungutan retribusi baru ada di delapan titik.
Lokasi yang akan digunakan untuk loket pungutan yakni di wilayah balik bukit yang juga berbatasan dengan kabupaten tetangga. Hal ini diungkapkan Sekretaris Badan Pengelola Pariwisata BUGG, I Dewa Ketut Setia Darma, Rabu (26/2).
Dewa Setia Darma didampingi Kepala Divisi Perencaaan Badan Pengelola Pariwisata BUGG, I Nengah Suratnata mengatakan, di awal pemungutan retribusi pariwisata di objek Kintamani hanya memanfaatkan empat loket saja. Minimnya loket pemungutan, dan banyaknya jalan tikus dimanfaatkan oleh oknum untuk tidak membayar retribusi.
“Melihat realita di lapangan akhirnya pengelola mengambil langkah dengan menambah loket pemungutan retribusi, sehingga sampai saat ini terdapat delapan loket pemungutan retribusi,” jelasnya.
Meski demikian masih ada jalur-jalur tikus yang sejatinya berpotensi untuk dibangun loket. Kata Nengah Suratnata, jika badan pengelola merencanakan penambahan loket sebanyak empat unit lagi. Sementara untuk lokasinya berada di balik bukit, di bagian timur dan berbatasan dengan kabupaten Karangasem seperti di Desa Suter dan Songan.
“Hal ini salah satu upaya untuk meningkatan pendapatan, mengingat masih ada jalur-jalur yang dimanfaatkan oknum agar tidak kena retribusi,” sebutnya.
Hanya saja untuk penambahan direncanakan dilaksanakan tahun 2021 mendatang. Kemudian dengan rencana penambahan loket otomatis dibutuhkan tenaga tambahan.
“Tentu diperlukan tenaga tambahan, baik petugas pungut maupun petugas keamanan,” sambungnya. Lebih lanjut, selain penambahan loket, pendapatan retribusi dapat meningkat dari dioptimalkanya pungutan saat dini hari.
Loket pungutan retribusi awal ada di empat titik yakni Sekardadi, depan museum, Taksu, dan Tunon. Kemudian bertambah di empat lokasi yakni di bawah anjungan, Bayung Gede, Sekaan, dan Telembe.
Disebutkan kalau pemungutan retribusi pada dinihari pemasukan cukup besar, yang mana pungutan dimulai pukul 01.30 Wita hingga 06.30 Wita, pendapatan dari retribusi rata-rata Rp 15 juta-Rp18 juta per harinya. Bahkan pada high season pendapatan rata-rata Rp 20 juta – Rp 24 juta per harinya.
“Kenaikan retribusi pada 2019 cukup signifikan, pendapatan Rp 26 miliar sedangkan tahun sebelumnya Rp 11 miliar. Sementara itu, pada tahun 2019 lalu target retribusi sebesar Rp 20 miliar dan tahun 2020 meningkat menjadi Rp 35 miliar,” jelasnya.
Disinggung terkait rawannya petugas pungut yang “nakal” mengingat sebelumnya sempat petugas pungut yang terjaring operasi tangkap tangan, Dewa Setia Darma mengatakan untuk petugas pungut selalu dipantau dan dalam pelaksanaan tugas tetap dilakukan evaluasi. “Petugas tetap kami pantau,” sebutnya.
Ditambahkan pula untuk pendapatan retribusi pariwisata 60 persen masuk ke kas daerah dan 40 persen untuk badan pengelola. Kemudian dari 40 persen tersebut untuk biaya operasional seperti gaji petugas. Selain itu ada pula kegiatan pemeliharan hingga kegiatan social ke masyarakat.
“Untuk dana diserahkan langsung ke desa sedangkan pemanfaatnya untuk penataan lingkungan dan menjaga kelestarian budaya lokal,” jelasnya. (750)