DENPASAR | patrolipost.com – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri melimpahkan tersangka Eric Roer (56), pengekspor bagian-bagian tubuh satwa dilindungi dalam bentuk souvenir dari Bali ke Belanda kepada Kejaksaan Negeri Denpasar, Selasa (13/8). Tersangka merupakan pengusaha dalam bidang penjualan dan pengiriman barang kerajinan tangan (souvenir) dari Bali ke Belanda.
Menurut penuturan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Rido Sani saat ditemui di Mapolda Bali, Rabu (14/8), agenda ini merupakan penyerahan barang bukti dari penyidik Bareskrim Polri kepada Kasatgas Sumber Daya Alam dan Kejaksaan Agung.
“Bahwa kami menggunakan penanganan kasus ini melalui MLA (Mutual Legal Assistance) antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda,” jelasnya.
Menurutnya, banyak kejahatan sumber daya alam termasuk illegal whitelife trade di perdagangan satwa-satwa yang dilindungi secara illegal ini pada lintas negara. Untuk itu penanganan kejahatan ini memang haurs dilakukan secara bersama-sama. Kolaborasi aparat hukum di Indonesia kerja sama dengan aparat hukum di Belanda, sehingga kasus semacam ini bisa terungkap.
“Pemerintah Indonesia tidak akan berhenti memerangi khususnya kejahatan sumber daya alam. Khususnya illegal dari satwa-satwa yang dilindungi,” ungkapnya.
Sementara itu Kasubdit 1 Direktorat Tipidter Bareskrim Polri Kombes Pol Adi Karya Tobing mengatakan, tersangka ER diketahui sejak tahun 2015 hingga tahun 2017 memang telah melakukan pengiriman bagian tubuh satwa liar yang dilindungi dari Bali ke Belanda bersama-sama dengan kerajinan tangan. Tersangka memperoleh souvenir tersebut dari Art-Shop yang ada di Bali. Kemudian barang yang dibelinya dikemas dan dikirim melalui jasa ekspedisi laut, tujuan pengiriman Timmers.
“Modusnya ekspor barang kerajinan tangan yang terbuat dari bagian tubuh satwa yang dilindungi dari Bali ke Belanda. Art Shop yang menyediakan barang itu juga kami pidanakan dan sudah berproses. Ada 3 Art Shop diantaranya EAS dan AK,” terangnya.
Barang bukti yang disita dari gudang perusahaan tersebut diantaranya dua buah moncong ikan, dua buah tulang rahang, sebuah kerapas kura-kura, dua buah gelang akar bahar, sebuah tengkorak kepala buaya, sebuah moncong hiu gergaji, sebuah tengkorak penyu belimbing, sebuah tengkorak kepala babirusa dan sebuah coral.
Dalam kasus ini pihaknya belum bisa memastikan kerugian negara, lantaran barang tersebut di luar negeri jika dihias bisa mencapai Rp 50 sampai Rp 80 juta, dari harga beli di Indonesia yang hanya Rp 1 juta. Tersangka kemudian disangkakan pasal 21 ayat (2) huruf b dan d juncto pasal 40 ayat (2) UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Untuk diketahui dalam kurun waktu Agustus dan Oktober 2016, Kejaksaan dan Kepolisian Belanda menemukan barang kerajinan tangan atau souvenir yang terbuat dari bagian tubuh atau kulit satwa dilindungi. Temuan tersebut diantaranya sebuah tengkorak kepala babirusa, 11 buah moncong hiu gergaji, dua buah tengkorak buaya, 110 buah gelang akar bahar dan empat buah tengkorak kepala penyu.
Semua bahan kerajinan tangan tersebut disita dari gudang milik perusahaan Timmers Gems BV dan Timmers Gems Group BV yang berkedudukan di Berghem Belanda. Telah dipastikan kesemuanya berasal dari Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen CITES Belanda maupun CITES Indonesia. Upaya penyelundupan ini diawali dari laporan Kepolisian BElanda kepada pihak Bea Cukai Rotterdam pada 5 Juli 2016 lalu.
“Dia sudah lama tinggal di Indonesia dan punya istri orang Indonesia dan punya keturunan di sini. Dia menyewa tempat dan kemudian berbisnis seperti ini. Ini di Indonesia merupakan suatu kejahatan dan di Belanda juga merupakan kejahatan. Sehingga Pemerintah Belanda dan Indonesia bekerjasama untuk memutus mata rantai jaringan sindikat internasional ini,” ungkap Adi.
Sedangkan Kabid Bemperantasan Bea dan Cukai Ngurah Rai, Sutikno mengaku kecolongan dalam melakukan pemeriksaan barang-barang tersebut. Sutikno berdalih dalam urusan ekspor pelayanan harus cepat. Selain itu pemeriksaannya menggunakan managemen risiko. Yang mana tidak semua item barang itu diperiksa satu-satu. Barang-barang tersebut telah dipoles menjadi souvenir. Dalam satu kontainer barang terlarang tersebut hanya berisi beberapa saja dicampur dengan souvenir lainnya.
“Barangnya ini sudah dalam bentuk kerajinan. Ini membutuhkan pemeriksaan detail. Dengan adanya kasus ini ke depan kami akan lebih detail dalam pemeriksaan,” ujarnya. (ray)