LABUAN BAJO | patrolipost.com – Polemik tuntutan pembagian sertifikat lahan Translok Nggorang di Desa Macang Tanggar, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, berujung pada laporan polisi Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi terhadap seorang warga Translok, Saverinus Suryanto atau Rio.
Rio dipolisikan karena memposting tiga buah gambar pada laman Facebook miliknya. Postingan ini merupakan hasil screenshoot postingan akun instagram milik Serikat Pemuda (SP) NTT yang diposting ulang pada akun Facebook pribadinya.
Salah satu postingan ini berisikan foto Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi lengkap dengan seragam dinasnya ditempeli dengan jejak kaki berwarna merah pada wajahnya. Postingan selanjutnya adalah gambar yang memuat foto Bupati Edistasius disertai dengan penambahan gambar tanduk di atas kepalanya.
Postingan ketiga berisikan foto Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi berbaju kemeja putih yang juga ditempeli dengan gambar kaki berwarna merah pada wajahnya.
Postingan ini ditampilkan Rio dalam laman Facebook-nya pada tanggal 9 Mei 2023, bertepatan dengan pelaksanaan KTT Asean ke-42 di Labuan Bajo. Dalam postingan ini terdapat pula narasi “KTT Asean Summit dan Penggelapan 200 sertifikat Hak Milik, atas tanah masyarakat oleh Pemda Mabar.”
Bupati Manggarai Barat menganggap postingan ini sebagai tindakan mencemarkan nama baiknya. Rio pun ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Manggarai Barat pada 31 Agustus 2023 lalu atas dugaan melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Tindakan Bupati Mabar ini mendapatkan reaksi keras dari Serikat Pemuda (SP) NTT. Seperti dilansir dari Bulat.co.id, SP NTT menyebutkan tindakan Bupati Edistasius ini merupakan sebuah sikap anti kritik terhadap adanya tuntutan transparansi warga terkait ratusan sertifikat lahan Translok Nggorang.
“Anda (Edi Endi) adalah pejabat publik yang mengerti mana kritikan, mana penghinaan dan mana ujaran kebencian. Tidak mau dikritik? Sederhana saja Pak, silakan mengundurkan diri dan nyatakan kepada publik bahwa Anda tidak sanggup menjalani roda pemerintahan di Kabupaten Manggarai Barat, dengan segala polemik yang rumit khususnya soal kasus sertifikat atas tanah masyarakat Desa Macang Tanggar. 200 sertifikat lahan usaha dan 200 sertifikat hak milik, milik warga desa sudah ada di Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, tetapi tidak kunjung diserahkan kepada mereka. Apa ini pak Bupati? Menurut anda, kasus ini tidak perlu di tindak?” Demikian ujar Yohanes Yarno Dano, salah satu anggota SP NTT.
Sementara itu, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng Santu Agustinus juga menyesalkan langkah yang ditempuh bupati. PMKRI bahkan mendesak Bupati Edi mencabut laporan terhadap Rio.
“Apa yang diposting oleh saudara Rio merupakan ungkapan kemarahan atas sertifikat tanah yang menjadi aspirasi warga Translok yang sejauh ini tidak ada tanggapan serius dari pemerintah. Semestinya sebagai pejabat publik tidak boleh bawa perasaan dan harusnya fokus pada substansi yang dipersoalkan oleh warga Translok,” ujar Laurensius Lasa, Ketua Presidium PMKRI Cabang Ruteng St Agustinus seperti yang termuat dalam pernyataan sikap yang diterima media ini.
Dalam sebuah sebuah wawancara bersama media Floresa.co, Rio menyebut alasan ia ikut menyebarkan gambar-gambar tersebut pada laman Facebook pribadinya sebagai bentuk perjuangan menuntut hak warga Desa Macang Tanggar atas kepemilikan sertifikat lahan yang sudah ditempati sejak tahun 1996.
Rio menyampaikan tuntutan ini berdasarkan adanya informasi tentang keberadaan 200 sertifikat lahan usaha dan 200 sertifikat hak milik warga Translok yang disimpan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat namun tidak kunjung diserahkan.
“Saya tegaskan bahwa apa yang saya lakukan bukan merupakan penghinaan dan pencemaran nama baik, tetapi mengkritik Pemerintah Daerah agar sertifikat kami segera dibagikan. Kami tak akan meminta apa yang bukan menjadi hak kami,” sebutnya seperti dikutip dari floresa.co.
Sementara itu, menyikapi hal ini, Bupati Edistasius menyebut bahwa apa yang dilakukannya bukanlah merupakan sebuah sikap anti kritik. Postingan Rio tidak lagi dianggap sebuah kritikan namun lebih kepada bentuk penghinaan atas harkat dan martabat ia dan keluarganya.
“Saya tentu tidak alergi dengan kritikan, namun ketika saya mendapatkan postingan dengan pakaian pelantikan, itu telapak kaki taruh di saya punya muka, ini kan soal harkat dan martabat,” ujarnya, Kamis (21/9/2023).
Ia juga tidak bergeming dengan banyaknya permintaan dan desakan untuk menarik atau mencabut laporannya terhadap Rio.
“Nanti pengadilan yang memutuskan terkait laporan itu,” ungkapnya.
Masih dalam Proses
Terhadap pokok permasalahan yakni soal tuntutan pemberian sertifikat lahan Translok Nggorang di Desa Macang Tanggar ini, Bupati Edi menyebut bahwa Pemkab Mabar telah mengupayakan agar tuntutan warga dapat direalisasikan. Segala proses yang telah dilakukan selama bertahun tahun pun sudah disampaikan secara transparan kepada warga, termasuk berbagai persoalan pelik di dalamnya.
Untuk diketahui, Data Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Koperasi dan UKM menyebutkan terdapat 200 KK yang menempati kawasan transmigrasi Nggorang sejak tahun 1997. Setiap KK diberikan lahan pekarangan seluas 0,5 hektar kemudian lahan usaha 1 (satu) 0,5 hektar.
Dalam data tersebut juga disebutkan terdapat lahan usaha 2 (dua) dan terdapat 146 sertifikat yang telah terbit atas lahan usaha 2 ini. Namun pemerintah pada saat itu disebutkan tidak pernah menjanjikan pemberian lahan tersebut kepada warga. Selain itu tidak diketahui pula alasan diterbitkannya 146 sertifikat tersebut.
Atas 3 jenis lahan ini, terdapat sejumlah persoalan diantaranya untuk lahan pekarangan, telah terbit 200 sertifikat, dimana pada tahun 2012 sebanyak 191 sertifikat telah dibagikan kepada warga, 5 sertifikat belum dibagi karena terdapat perbedaan nama pada sertifikat dengan nama yang menduduki lahan dan 3 sertifikat lainnya juga belum dibagi karena pemilik tidak hadir pada saat proses pembagian serta 1 sertifikat tidak dibagi karena masalah ahli waris.
Sementara untuk lahan usaha 1, telah terbit sertifikat untuk 135 bidang tanah dan 65 bidang tanah belum disertifikatkan. Dari 135 sertifikat yang telah terbit tersebut telah dilakukan pembagian pada tahun 2012 sebanyak 124 sertifikat, 1 sertifikat dibagikan pada tahun 2022 dan terdapat 10 sertifikat yang belum dibagikan dengan alasan 3 sertifikat beda nama sebagai akibat dari pergantian warga Translok, 2 sertifikat masalah ahli waris, 5 sertifikat tidak dibagi karena tidak hadir.
“Ada berbagai persoalan di dalamnya, salah satunya ada ratusan sertifikat yang notabene sertifikatnya ada, tapi tanahnya tidak ada. Koordinasi waktu itu akhirnya diputuskan untuk dikembalikan ke Pertanahan, lengkap dengan berita acara. Dalam perjalanan, orang Pertahanan kembali lagi ke dinas,” ujar Bupati Edi.
“Di tahun 2022 mereka datang lagi bertemu dengan saya, lalu dilanjutkan dengan dinas dan menghadirkan sejumlah kesepakatan, yaitu masyarakat itu sadar bahwa 200 hektar itu mereka sendiri tau tidak ada tanahnya dan mereka sudah tidak mempersoalkan lagi,” tambahnya.
Data Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Koperasi dan UKM (Nakertranskopukm) menyebutkan pada bulan Maret 2022 silam, sejumlah perwakilan warga Translok mendatangi kantor NakertranskopUkm untuk menanyakan persoalan lahan Translok Nggorang. Perwakilan warga bersama Dinas NakertranskopUkm pun menggelar rapat terkait hal ini.
Dalam berita acara rapat yang dimiliki media ini, perwakilan warga menanyakan sertifikat pada lahan usaha 2 yang tidak dibagi. Selain itu turut ditanyakan pula realisasi penerbitan sertifikat pada lahan usaha 1 sebanyak 65 bidang dan menanyakan sejumlah sertifikat yang belum dibagikan kepada warga.
Dalam dokumen yang sama, sejumlah pertanyaan warga ini kemudian ditanggapi oleh Kadis NakertranskopUkm, Theresia P Asmon. Dalam penjelasannya, yakni untuk lahan usaha 2, pada tahun 1998 BPN Provinsi NTT menerbitkan 146 sertifikat, namun ratusan sertifikat ini urung dibagikan karena sesuai fakta lapangan, lahan usaha 2 yang dimaksud tidaklah ada atau tidak ditemukan keberadaannya.
Dalam rapat tersebut disampaikan juga bahwa Dinas NakertranskopUkm berencana akan mengembalikan ratusan sertifikat tersebut kepada BPN Manggarai Barat, yang kemudian direalisasikan pada bulan Juni 2022, namun BPN Mabar menolak untuk menerima ratusan sertifikat tersebut tanpa disertai dengan alasan yang jelas sehingga sertifikat sertifikat tersebut kembali disimpan di Dinas NakertranskopUkm.
Sementara itu, terhadap tuntutan 65 bidang tanah pada lahan usaha 1 yang belum disertifikatkan, pada tahun 2018 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengalokasikan anggaran sebesar kurang lebih Rp 39 juta untuk proses sertifikasi, namun permasalahan muncul ketika adanya laporan dari BPN Manggarai Barat setelah melakukan pengecekan lokasi lahan menyebutkan bahwa telah terjadi pergeseran kepemilikan lahan.
Hal ini kemudian menguatkan informasi serupa yang pernah disampaikan oleh mantan kepala UPTD Transmigrasi Nggorang, Yos Talla yang menyebutkan bahwa pada tahun 1999, Bupati kala itu mengeluarkan perintah untuk memindahkan sebagian lahan usaha 1 ke area lahan umum lainnya. Hal ini dilakukan karena sebagian lahan usaha 1 tersebut sudah berada di atas lahan wakaf dan pemukiman. Untuk mengatasi persoalan ini pun dikehendaki agar dilakukan proses rekon ulang pada lahan usaha 1 tersebut.
Penjelasan kadis Theresia ini pun direspon perwakilan warga Translok dengan beberapa poin kesepakatan diantaranya: warga tidak lagi mempermasalahkan lahan usaha 2. Selanjutnya proses pensertifikatan 65 bidang tanah yang belum terealisasi segera dilakukan dan terhadap sertifikat lahan usaha 1 yang telah diterima namun apabila lahan yang tercantum dalam sertifikat tidak sesuai dengan kondisi yang sebenanrnya agar sertifikat tersebut di tarik lagi dari warga untuk dilakukan proses penerbitan ulang sesuai kondisi sebenarnya.
“Salah satu peserta yang hadir dalam rapat itu Rio, dalam pertemuan yang digelar di Dinas. Tapi beberapa bulan kemudian Dia ikut demo menuntut hal yang sama. Padahal di Dinas mereka sampaikan soal lahan yang tidak ada itu tidak dipertanyakan lagi. Nah sekarang, yang pemerintah sembunyikan sertifikat mereka itu yang mana? Tuntut hak mereka yang mana yang belum pemerintah lakukan? Ini kan berproses,” tutup Bupati Edi. (334)