Diduga Lakukan Penggelapan, Direktur PT SUP Dilaporkan ke Polda Bali

sengketa vila
Tim kuasa hukum SHGB usai melaporkan Direktur PT SUP ke Polda Bali. (ist)

DENPASAR | patrolipost.com – Sengketa villa The Umalas Signature memasuki babak baru. Direktur PT Samahita Umalas Prasada (SUP) berinisial SS dilaporkan ke Polda Bali dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan.
Bule asal Rusia ini dilaporkan oleh Budiman Tiang karena selaku pemilik SHGB tidak pernah mendapat sepersen pun bagi hasil dari kerjasama yang bersifat dan bertujuan komersial.
Budiman Tiang melalui kuasa hukumnya, Dwight George Nayoan SH MH menjelaskan, perkara ini berawal dari kerjasama antara Budiman Tiang selaku pemilik SHGB dengan PT SUP membangun dan memasarkan bangunan yang berada di lahan SHGB milik Budiman Tiang Pihak Pertama. Pada saat pembangunan sudah berjalan barulah SS dan IM datang ke marketing office PT SUP untuk mengajukan diri sebagai salah satu sales dan diberikanlah kesempatan kepada mereka oleh selaku pihak pertama. Berjalannya waktu, ketika SS diangkat menjadi Direktur PT SUP maka dibentuklah PT MEI dan ditandatanganilah akta perjanjian kerjasama operasional antara PT SUP dengan PT MEI dengan tujuan pemasaran (marketing) atas unit-unit yang terdapat pada bangunan di atas lahan SHGB pihak pertama.
“Patut diduga adanya penggelapan pajak dengan dilakukannya transaksi sewa menyewa projek The Umalas Signature yang dilakukan PT SUP dan PT MEI dengan para customer menggunakan akun pribadi crypto curency saudara SS selaku Direktur PT SUP tanpa persetujuan klien kami selaku pemilik SHGB,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (31/10/2024).
Menurut George Nayoan, pihak kedua telah gagal melaksanakan pasal 5, yaitu bahwa PKS 33/2011 pasal 2 huruf (b) menyebutkan, Pihak Kedua disamping tenaga juga mengeluarkan uang dan biaya untuk pengurusan seluruh perizinan serta pembangunan modul-modul rumah kos atau tempat usaha yang yang bersifat komersial hingga dapat dioperasionalkan secara komersial.
Terkait mengeluarkan uang dan biaya, terutama dalam membangun pembangunan dimaksud, Pihak Kedua tidak jelas dan lalai dalam melakukan kewajibannya dalam pengelolaan keuangan, sehingga sangat berdampak pada kegiatan membangun pembangunan modul – modul rumah kos atau tempat usaha yang yang bersifat komersial dimaksud. Dan terkait mengeluarkan uang dan biaya dimaksud, kegiatan membangun pembangunan dimaksud tidak dapat di lanjutkan alias mangkrak, tidak selesai pembangunan yang dikerjakan oleh Pihak Kedua hingga batas waktu yang telah ditentukan. Bahwa PKS 33/2021 pasal 8 ayat (1) menyebutkan, Modul-modul Rumah Kos atau tempat usaha yang akan didirikan oleh Pihak Kedua, wajib diselesaikan oleh pihak kedua selambat-lambatnya pada tanggal 01-11-2023.
“Bahwa selaku pemilik SHGB klien kami tidak pernah dapat sepeser pun bagi hasil dari kerjasama yang bersifat dan bertujuan komersial. Mengacu pada kelalaian Pihak Kedua, Pihak Pertama telah melaporkan Dugaan Tindak Pidana Penggelapan kepada Pihak Kepolisian Daerah Bali yang mana saat ini sudah naik ke tahap penyidikan. Dan kami masih menunggu proses pelaporan polisi dimaksud,” katanya.
George Nayoan juga mengklarifikasi bahwa adanya pengaburan informasi mengenai keterangan yang ada di media bahwa sudah ada kepastian hukum tentang penetapan pengadilan atas penguasaan lahan SHGB milik kliennya, perlu diluruskan dan ditegaskan itu adalah penetapan pelaksanaan RUPSLB, bukan penetapan pengalihan hak atas lahan SHGB kliennya. Sebab, kliennya tidak pernah menjual dan atau mengalihkan hak penguasaan dalam bemtuk apapun atas lahan SHGB-nya kepada pihak manapun.
“Bahwa terkait isu adanya larangan masuk, dapat kami buktikan bahwa sampai hari ini yang kami halangi hanya satu orang yang datang ke lahan SHGB klien kami dengan membawa oknum – oknum yang diduga preman guna mengintimidasi klien kami selaku pemilik SHGB yang sah,” terangnya. (007)

Pos terkait