KAIRO | patrolipost.com – Setidaknya 20 warga Palestina tewas pada hari Rabu di lokasi distribusi bantuan yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), dalam apa yang dikatakan kelompok yang didukung AS itu sebagai gelombang massa yang dipicu oleh agitator bersenjata.
GHF yang didukung oleh Israel mengatakan 19 orang terinjak-injak dan satu orang ditikam hingga tewas selama desak-desakan di salah satu pusat distribusi di Khan Younis Gaza Selatan.
“Kami memiliki alasan yang kredibel untuk meyakini bahwa elemen-elemen di dalam kerumunan bersenjata dan berafiliasi dengan Hamas sengaja mengobarkan kerusuhan,” kata GHF dalam sebuah pernyataan. Terkait hal ini, Hamas belum menyampaikan komentar langsung.
Menurut laporan Reuters, pejabat kesehatan Palestina mengatakan bahwa 21 orang meninggal karena mati lemas di lokasi tersebut. Seorang petugas medis mengatakan banyak orang berdesakan di ruang sempit dan terhimpit.
Pada hari Selasa (15/7/2025) kantor hak asasi PBB di Jenewa mengatakan telah mencatat setidaknya 875 pembunuhan dalam enam minggu terakhir di sekitar lokasi bantuan dan konvoi makanan di Gaza, sebagian besar di antaranya terjadi di dekat dengan titik distribusi GHF.
Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh tembakan yang oleh penduduk setempat dituduhkan dilakukan oleh militer Israel.
GHF menggunakan perusahaan keamanan dan logistik swasta AS untuk mengirimkan pasokan ke Gaza, sebagian besar melewati sistem yang dipimpin PBB yang dituduhkan Israel telah membiarkan militan yang dipimpin Hamas menjarah pengiriman bantuan yang ditujukan untuk warga sipil.
Menurut PBB, model GHF tidak aman dan melanggar standar imparsialitas kemanusiaan.
Amjad Al-Shawa, direktur Jaringan LSM Palestina pada Rabu (16/7/2025), menuduh GHF melakukan salah urus yang parah. Ia mengatakan bahwa kurangnya pengendalian massa dan kegagalannya dalam menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan telah menyebabkan kekacauan dan kematian di antara warga sipil yang putus asa.
“Ribuan orang yang berbondong-bondong (ke lokasi GHF) kelaparan dan kelelahan, dan mereka terjepit di tempat-tempat sempit, di tengah kekurangan bantuan dan kurangnya organisasi serta disiplin dari GHF,” ujarnya.
Jalan Tentara Israel
Sebelumnya, militer Israel mengatakan telah selesai membangun jalan baru di Gaza Selatan yang memisahkan beberapa kota di Timur Khan Younis dari wilayah lainnya dalam upaya untuk mengganggu operasi Hamas.
Palestina memandang jalan tersebut, yang memperluas kendali Israel, sebagai cara untuk menekan Hamas dalam perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung, yang dimulai pada 6 Juli dan ditengahi oleh mediator Arab, Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat.
Sumber-sumber Palestina yang dekat dengan negosiasi tersebut mengatakan bahwa belum ada terobosan yang dicapai terkait isu-isu utama yang dibahas.
Hamas mengatakan Israel ingin mempertahankan setidaknya 40% Jalur Gaza di bawah kendalinya sebagai bagian dari kesepakatan apa pun, yang ditolak oleh kelompok tersebut. Hamas juga menuntut pembubaran GHF dan pemulihan mekanisme pengiriman bantuan yang dipimpin PBB.
Pejabat senior Hamas, Basem Naim, mengatakan bahwa jalan tersebut menunjukkan Israel tidak serius dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata.
“Ini menegaskan niat dan rencana jangka panjang pendudukan untuk tetap berada di Jalur Gaza, tidak mundur, dan tidak mengakhiri perang. Ini bertentangan dengan semua yang diklaimnya di meja perundingan atau dikomunikasikan kepada para mediator,” kata Naim dalam sebuah postingan di laman Facebook-nya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa perang akan berakhir setelah Hamas dilucuti dan diusir dari Gaza. (pp04)