DENPASAR | patrolipost.com – Kinerja Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali patut diacungi jemput. Hanya baru beberapa jam setelah direktorat terbentuk, satuan yang dikomandoi AKBP Ranefli Dian Candra itu berhasil mengungkap kasus tindak pidana registrasi kartu sim secara ilegal dan penjualan kode OTP dengan meringkus 12 pelaku.
Pelaku masing – masing berinisial, DBS selaku pemilik, GVS sebagai manager, MAM kepala sortir, FM kepala produksi, YOB, TP, ARP dan IKABM yang berperan registrasi simcard, RDSS penjualan simcard ke konsumen, DP sebagai research developer, IWSW sebagai custumor service dan DJS sales.
Kabid Humas Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan didampingi Dir Siber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra menjelaskan, berawal pada hari Rabu (9/10) pukul 23.30 Wita, Tim Ditressiber Polda Bali mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya aktivitas sekelompok pemuda yang mencurigakan di sebuah rumah di Jalan Sakura Gang 1 Nomor 18C Denpasar. Kemudian Tim Ditressiber dipimpin Kasubdit III AKBP Made Santika mengecek ke TKP ditemukan modem dan laptop yang diduga digunakan untuk mendaftarkan atau registrasi kartu perdana menggunakan identitas orang lain secara ilegal.
“Modus operandi para pelaku dengan menggunakan data pribadi milik orang lain untuk melakukan registrasi kartu perdana untuk memperoleh kode OTP selanjutnya dijual kepada pembeli,” ungkapnya di Mapolda Bali, Rabu (16/10/2024).
Setelah dilakukan pendalaman, Tim Ditressiber melakukan investigasi TKP tersebut, kemudian ditemukan modem laptop dan kartu perdana yang telah diregistrasi menggunakan identitas orang lain secara illegal dan beberapa kardus berisi kartu perdana yang belum dibuka. Diketahui bahwa pemilik dari tempat tersebut berinisial DBS.
“Hasil interogasi awal di lokasi, didapatkan keterangan bahwa di Jalan Sakura Gang 1 Nomor 18C (TKP 1) hanya merupakan tempat melakukan registrasi terhadap kartu simcard baru. Sedangkan penjualan kartu simcard tersebut dalam bentuk beberapa aplikasi dilakukan di Jalan Gatot Subroto I Perumahan Taman Tegeh Sari Nomor 17 Denpasar (TKP 2),” terang Jansen.
Aktivitas tersebut sudah dimulai dari awal tahun 2022 bermula pelaku melakukan registrasi manual melalui HP, kemudian berlanjut membeli 2 modem pool, kemudian membeli lagi 8 modem pool dan sampai bulan Agustus 2024 berkembang menjadi 168 modem pool. Dari hasil penggeledahan terhadap pelaku disita uang tunai sebesar Rp 250 juta. Di TKP tersebut ditemukan dalam keadaan tidak ada orang, namun lantai satu rumah tersebut terdapat ruang kerja yang berisikan beberapa laptop.
Berdasarkan keterangan dari pelaku DBS, lokasi tersebut merupakan tempat karyawan melakukan absen, melakukan perekapan gaji karyawan dan juga tempat melakukan monitoring. Sementara di ruang utama lantai dua, merupakan tempat melakukan monitoring terkait kartu jenis OTP kartu perdana yang dipesan dan di ruang utama lantai dua ditemukan modem serta komputer yang digunakan untuk bekerja.
“Untuk pembuatan aplikasi registrasi dibuat sendiri oleh pelaku DBS, dan pemasaran dilakukan melalui 4 website yang juga dibuat sendiri oleh DBS,” jelas Ranelfi.
Untuk barang bukti di TKP I yang berhasil disita, dua unit PC, delapan unit laptop, 24 unit modem pool, tujuh unit HP, ratusan ribu kartu perdana XL dan Axis, satu buah tumbangan. Sementara di TKP II, yaitu 20 unit laptop, ratusan ribu kartu perdana yang sudah teregistrasi dan sudah digunakan, 144 modem pool, satu mesin penghancur kertas, empat unit alat scan kartu, satu printer, tiga unit PC beserta layar monitor, tiga unit HP, dua buku tabungan rekening Bank BCA, uang tunai hasil kejahatan Rp 250 juta.
Dari hasil kejahatan para pelaku dijerat dengan Pasal 65 ayat (3), Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi tentang setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 32 ayat (1), Pasal 48 ayat (1) tentang Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
“Dengan adanya kejadian ini, kami Polda Bali mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menyimpan apalagi bertransaksi menggunakan data pribadi untuk mengantisipasi dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang akhirnya merugikan diri kita sendiri,” imbuhnya. (007)