BORONG | patrolipost.com – Ekspedisi Indonesia Baru dan Sahabat Flores merilis film dokumenter yang berjudul ‘Dragon for Sale’ yang dibintangi Yusuf Priambodo, Venansius Haryanto, Benaya Harobu dan Dony Parera. Film ini terdiri dari lima seri, dengan seri pertama dan kedua dirilis pada Sabtu, 1 April 2023. Ketiga seri lainnya akan menyusul.
Film ini menceritakan tentang sisi gelap ambisi pemerintah dengan mencetak “10 Bali Baru” dan kota super premium termasuk di dalamnya kota Labuan Bajo, Flores, NTT.
Melansir floresa.co, mencetak “10 Bali Baru” adalah inisiatif yang diperkenalkan oleh pemerintah pada tahun 2016 untuk mempromosikan dan berinvestasi di pusat pariwisata baru.
Film ini diproduksi berdasarkan beberapa pertanyaan yang muncul terkait ambisi pemerintah tersebut, antara lain:
“Layakkah Bali ditiru? Apa yang terjadi ketika sebuah kawasan wisata dicetak menjadi Bali Baru? Demi kepentingan siapakah sebenarnya proyek pariwisata super premium itu? Apakah benar rakyat yang menerima manfaat terbesar? Siapa untung, siapa buntung?”
Dalam sinopsis film tersebut diceritakan, seorang musisi asal Flores, Venansius berkenalan dengan fotografer Yusuf Priambodo dari tim Ekspedisi Indonesia Baru.
Yusuf meminta Venan berkunjung ke Pulau Komodo untuk melihat reptil raksasa tersebut dengan kapal pinisi. Ia sudah mendengar rencana pemerintah menaikkan tiket ke Pulau Komodo hingga jutaan rupiah dengan alasan melindungi Komodo.
Mereka pun berlayar bersama turis lain dari berbagai negara. Hari pertama, dilalui dengan bahagia. Memasuki di hari kedua, Venan mulai bercerita tentang hal-hal yang disembunyikan dari mata para turis.
Rekan Yusuf lainnya, Benaya Harobu juga berlayar ke Pulau Komodo tapi menggunakan kapal rakyat yang disebut “open deck”. Yusuf juga berkenalan dengan Doni yang mengantarnya ke hutan Bowosie, Golo Mori, dan Wae Sano, lokasi yang menjadi incaran industry pariwisata di daratan Flores.
Film dokumenter ini adalah kesaksian Yusuf dan Benaya dari tim Ekspedisi Indonesia Baru tentang apa yang sebenarnya terjadi di kawasan yang dijadikan “10 Bali Baru” tersebut.
Beberapa hal yang diungkapkan dalam film tersebut seperti peminggiran warga lokal, penyangkalan hak masyarakat adat, privatisasi pantai, pencaplokan sumber daya air, perusakan hutan, serta penguasaan bisnis oleh aktor-aktor bisnis raksasa yang berkolaborasi dengan kekuasaan politik.
Film ini juga adalah bercerita tentang kuatnya gelombang perlawanan warga untuk mempertahankan ruang hidup mereka. Diketahui, Dragon for Sale merupakan dokumenter keenam yang dihasilkan oleh Ekspedisi Indonesia Baru, setelah sebelumnya film Silat Tani, Angin Timur, Tanah Tabi, Base Genep, dan the Soulmate.
Film ini merupakan hasil perjalanan Tim Ekspedisi Indonesia Baru berkeliling Indonesia selama setahun dengan sepeda motor. Selama perjalanan mereka mengidentifikasi dan merekam masalah, aspirasi dan imajinasi tentang Indonesia. Mereka juga melihat potensi keanekaragaman alam dan budaya Indonesia dan merangkai simpul-simpul komunitas untuk perubahan, yang kemudian dipublikasi dalam bentuk video dokumenter dan buku.
Di Flores mereka bekerja sama dengan Sahabat Flores yang merupakan kumpulan lintas komunitas peneliti, jurnalis, videografer, seniman, aktivis hingga pekerja sektor wisata, serta warga yang terdampak proyek pariwisata.
Premiere Dragon for Sale berlangsung hari ini di empat lokasi, yakni Komunitas Warga Ata Modo di Kampung Komodo, Komunitas Baku Peduli Center di Watu Langkas Labuan Bajo, Komunitas Warga Adat Wae Sano dan Around Me Caffee Shop di Wonosobo yang merupakan markas Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru.
Acara nonton bersama juga disediakan dalam wadah yang disebut “Bioskop Warga.” informasinya dapat dilihat di akun Instagram mereka, @idbaruid dan @sahabatflores_official. (pp04)