JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami pernyataan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Taufik Hidayat yang mengaku menjadi perantara dalam penyerahan uang senilai Rp 1 miliar kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Pasalnya, dalam persidangan Taufik mengaku menyerahkan uang Rp 1 miliar yang disebut untuk Imam.
“Saat ini pemeriksaan saksi-saksi lain masih akan terus dilakukan dan tentu fakta tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut, dengan mengkonfirmasi kepada saksi lainnya,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Jumat (8/5).
Namun, juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini enggan berspekulasi apakah Taufik berpeluang menjadi tersangka atau tidak, dalam perkara suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga pada KONI Tahun Anggaran 2018. Menurutnya, perlu bukti yang kuat untuk menentukan seseorang sampai menjadi tersangka.
Ali memastikan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK akan segera menganalisis setiap keterangan dari para saksi. Terlebih juga memerlukan analisis yuridis dari putusan hakim terkait perkara yang menjerat Imam Nahrawi.
“Fakta-fakta dari para saksi tersebut, JPU nanti akan rangkai di bagian analisa yuridis dalam surat tuntutannya dan berikutnya tentu kami tunggu putusan majelis hakim,” tegas Ali.
Sebelumnya, Taufik Hidayat mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada Miftahul Ulum, asisten pribadi Imam Nahrawi. Mulanya, Taufik mendapat pesan dari Tomy Suhartanto, Manager Perencanaan Satlak Prima Kemenpora, kalau dia menitipkan uang Rp 1 miliar ke Taufik untuk diserahkan ke Ulum.
“Saya dikontak Pak Tomy mau menitipkan uang Rp 1 miliar ke bapak,” kata Taufik dalam kesaksiannya melalui video conference, Rabu (6/5).
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas menanyakan pengertian sebutan ‘bapak’ dalam obrolan Taufik dengan Tomy tersebut.
“Bapak yang dimaksud siapa?,” tanya Jaksa KPK.
”Ya kalau pak Ulum yang ambil, semua orang sudah tahu itu pak Menpora (Imam Nahrawi),” jawab Taufik.
Pada proses penyerahan uang, Taufik langsung ditelepon oleh Ulum. Setelah sebelumnya dia mendapat telepon dari Tomy yang menyebut uang akan segera diambil oleh Ulum. Taufik pun langsung menyerahkan plastik warna hitam ke Ulum digarasi rumah.
“Saya tidak tahu pak Ulum sendiri atau ada orang lain didalam mobil. Mobil hitam Nissan X Trtail kalau tidak salah,” ujar Taufik mengingat kedatangan Ulum saat itu.
Dalam perkara ini, Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp 11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Penerimaan suap itu diduga dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.
Perbuatan Imam diduga dilakukan bersama-sama dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora RI. Selain itu, Imam juga disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Ulum. Imam diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp 8,6 miliar.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Imam Nahrawi juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (305/jpc)