DENPASAR | patrolipost.com – Sidang kasus dugaan penipuan dan pemalsuan akta otentik yang dilakukan bos hotel Kuta Paradiso Harijanto Karjadi kembali digelar di PN Denpasar, Selasa (26/11). Sidang dengan agenda jawaban JPU terhadap eksepsi dipimpin langsung Ketua PN Denpasar, Sobandi. Sementara tim JPU dipimpin jaksa senior I Ketut Sujaya.
Dalam jawaban jaksa terhadap eksepsi yang diajukan, JPU menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa. JPU beralasan bahwa surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dengan menyebutkan waktu, tempat tindak pidana itu dilakukan sesuai dengan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
“Waktu dan tempat tindak pidana itu yakni Senin tanggal 4 November 2011 di Kantor Notaris I Gusti Ayu Nilawati dengan alamat di Jl Raya Kuta No 87,” ujar jaksa Sujaya.
Disampaikan juga tentang hak membuat laporan dari Tomy Winata. Menurut JPU, laporan yang dibuat sudah dilakukan sesuai dengan pasal 108 ayat 2 KUHAP. Tomy Winata adalah orang yang memiliki hak untuk membuat laporan karena dirinya telah menjadi saksi korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
Tomy Winata adalah kreditur PT GWP yang menggantikan kedudukan Bank CCBI sangat berkepentingan karena akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa maka aset yang digunakan oleh terdakwa sebagai jaminan dialihkan ke orang lain secara tanpa hak dan melawan hukum. Bahkan, peristiwa pidana yang dilaporkan itu tidak hanya merugikan Tomy Winata tetapi juga merugikan kreditur lainnya, seperti Gaston, Alfort dan KP2LN.
Eksepsi juga mempersoalkan hak tagih oleh BPPN. Kronologis yang dijelaskan dalam eksepsi sangat tidak sesuai dengan fakta yang ada dalam dakwaan. “Makanya kami memohon agar majelis hakim menolak semua eksepsi terdakwa,” katanya.
JPU mendakwa Harijanto dengan dakwaan alternatif. Bahwa Harijanto Karjadi selaku Direktur PT Geria Wijaya Prestige/GWP (Hotel Kuta Paradiso) turut terlibat dan menyetujui pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham. Sehubungan peristiwa pengalihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi dalam RUPS tanggal 14 November 2011. Akibat peristiwa tersebut, Tomy Winata selaku korban yang juga pelapor, dirugikan lebih dari 20 juta dolar AS.
“Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perbuatan, atau menyuruh memasukan keterangan palsu, ke dalam suatu akta outentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu. Seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran,” tuding jaksa. (007)